Aku nggak tahu gimana dengan kalian. Tapi pola asuh yang kuterapkan pada anakku bukanlah larangan. Tapi melatihnya.
Aku nggak mau dia tenggelam.
Maka aku melatihnya berenang, bukan melarangnya mendekati kolam dan laut.
Aku nggak mau anakku jadi pengecut.
Maka aku melatihnya menghadapi pembully, bukan melarangnya untuk bergaul.
Aku ingin anakku disiplin.
Maka aku melatihnya untuk membagi waktu,
bukan mengomeli dan memukulnya agar tertib.
Aku nggak mau anakku hamil di luar nikah.
Maka aku mendiskusikan sex secara rasional, ilmiah, dan dengan jelas-lugas menunjukkan konsekuensi-konsekuensinya, sebagai edukasi. Bukan melarangnya pacaran.
Aku ingin anakku mampu mengendalikan dorongan napsu dan emosinya.
Maka aku melatihnya berpikir rasional, mengenali impuls-impulsnya dan mengetahui cara-cara yang efektif baginya untuk bertindak di dalam koridor nilai-nilai yang telah kami tetapkan (dan kami sepakati) bersama.
Debat dan saling berbantahan itu oke dan boleh. Menjadi kasar, tidak.
Mengambil uang dari dompet orang tua itu boleh (habis itu bilang/lapor). Tapi mencuri dari dompet ortu, tidak.
Memutuskan tidak menjalankan usulan ortu itu, boleh. Tapi bersikap kurang ajar, tidak.dan seterusnya, dan seterusnya.
Jadi ortu itu sulit, ketika kau menempatkan anak-anakmu sebagai subyek; bukan obyek.
Sulit, jika kamu menerapkan penghargaan dan sikap setara dengan mereka.
Sulit, jika kamu bersedia menerima bahwa kamu tidak selalu benar, dan perlu minta maaf ke anak.
SULIT, JIKA KAMU INGIN MEMBANGUN KEWIBAWAAN TANPA HUKUMAN.
Paling gampang kalau pakai metode mendidik yang main gampar. Main larang. Main hukum. Atau menakut-nakuti.
Gampang, jika kita nggak perlu banyak mikir.
Nggak perlu berstrategi.
Bahkan, seringkali juga nggak perlu memberi contoh. Aku banyak melihat ayah yang merokok, akan menyabet dan memukuli anaknya ketika anaknya kedapatan merokok.
Menjadi bupati, camat, ketua dinas, atau aneka jabatan pemerintahan…. itu juga gampang kalau main hajar dan main larang.
Kalian MELARANG VALENTINE KARENA TAKUT REMAJA SEX BEBAS, lalu bikin surat edaran pelarangan merayakannya di sekolah.
Eh pak… anda pikir, murid-murid melakukan sex di ruang kelas? Apa sih dampak dari surat edaran itu? Paling pol siswa tidak merayakannya di sekolah. Tapi di kamar…???
Tapi di kebun jagung? Tapi di losmen kelas kresek?
Kalau pemerintah dan masyarakat sungguh memiliki motivasi murni UNTUK MEMBATASI SEKS BEBAS… maka lakukanlah edukasi seks ke sekolah-sekolah. Ajak siswa remaja mengenali impuls napsu alamiahnya di masa akil balik, dan bekerja sama dengan mereka untuk mencari solusi pengendalian dirinya.
Ajak mereka memahami konsep-konsep secara kontekstual. Salah satunya, memahami bahwa Valentine itu hari kasih-sayang… bukan hari asyik-masyuk. Hari di mana setiap orang menyatakan perhatian dan kemanusiaan KEPADA SETIAP ORANG YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN SETIAP HARI… menjadi terwakili dalam satu hari. Bukan hari bersenggama dengan pacar. B.U.K.A.N.
Pakailah sedikit otak untuk berstrategi, mengalihkan perhatian remaja yang memiliki energi besar itu untuk berbagi nasi ke pemulung, di hari Valentine. Memberikan sumbangan ke pak security atau pembersih toilet di sekolah. Atau bikin gerakan anti bullying selama seminggu penuh (dan nanti bisa dilanjutkan jadi sepanjang tahun)
Betul. Mendidik itu memang nggak gampang.
Kalau kamu dipaksa memakai akalmu, untuk menumbuhkan akal di benak anak-anak dan siswamu.
Benar. Menjadi ayah dan ibu yang berkualitas itu nggak gampang. Lebih gampang jadi ortu karena proses biologis : membuntingi dan bunting, lalu melahirkan. Setiap manusia bisa melakukannya. Hewan pun demikian…!
Nggak perlu mikir dan membangun konsep parenting.
Tapi mendidik dan MEMBANGKITKAN KESADARAN…?
Kamu pikir kesadaran bisa dicapai lewat aneka larangan dan ancaman…?
Kamu pikir, mengendalikan napsu bisa dicapai dengan larangan pacaran…?
Mencegah kehamilan di luar nikah, iya. Bisa. Tapi TIDAK, kalau yang kita inginkan adalah GENERASI TAHAN MENTAL DAN TIDAK NGACENGAN.
Jika kau berpikir bahwa mendidik bisa dicapai dengan melarang dan mengancam, sepertinya kau tidak memahami artinya mendidik yang sebenar-benarnya….
Nana Padmosaputro