Seide.id – Setelah melepas Lelah sebentar dan kerumunan pengemudi Tuktuk berkurang, saya memesan tuktuk menuju penginapan yang sudah saya pesan melalui aplikasi Traveloka. Pengemudi tuktuk ini seorang anak muda berkulit agak gelap, Namanya Charoen. Dia cukup fasih berbahasa Inggris, jadi tidak terlalu sulit berkomunikasi dengan dia. Setelah saya tunjukan nama penginapannya, dia setuju membawa saya dengan ongkos 2 dolar.
Sebenarnya penginapan yang saya tuju tidak terlalu jauh. Tetapi jalannya agak memutar karena satu arah. Melewati Taman Siem Riep yang di pinggirnya banyak Gedung-gedung perkantoran seperti bank. 10 menit kemudian saya sampai di Penginapan. Bentuknya seperti rumah biasa, berlantai dua. Di depannya ada semacam kafe tertutup pepohonan rambat.
Sebelum berpisah Charoen menawarkan apakah ingin pergi ke Angkor Wat, Angkor Tom atau Danau Tonle Sap. Saya menyatakan bialng memang mau ke Angkor Wat. Charoen bersedia mengantarkan. Biayanya 30 dolar. Setelah tawar-menawar akhir kami sepakat dengan harga 26 dolar.
“Besok pukul 04.30 saya akan jemput,” kata Charoen dalam Bahasa Inggris. Saya setuju.
Saya melapor ke resepsionis yang nampaknya pemiliknya sendiri. Setelah saya menunjukan bukti pemesanan dari Traveloka, dia memberikan kunci. Kamarnya terletak di lantai dua. Mirip seperti kos-kosan mahasiswa. Ada lemari, AC dan kamar mandi di dalam.
Baru saja meletakan koper di pojok ruangan, ternyata tas kamera tidak ada. Setelah mengingat-ingat akhirnya saya sadar bahwa tas kamera itu tertinggal di tempat agen bus tempat saya beristirahat sebentar ketika tiba tadi. Dengan cepat saya lari ke luar ruangan menuju jalan, lalu menyetop sebuah tuktuk yang lewat. Pengemudi tuktuk setuju dengan ongkos tawaran saya sebesar 1 dolar.
Jalan menuju agen bus itu lebih dekat karena tinggal luruh dari arah hotel, melewati Taman Siem Reap yang berhadapan dengan rumah pribadi pemimpin Kamboja Norodom Sihanouk. Dalam waktu lima menit tuktuk sampe di depan agen bus. Saya langsung masuk ke ruangan yang terdapat kursi panjang tempat penumpang menunggu. Ternyata tas kamera saya masih ada! Perasaan lega. Tanpa bicara lagi dengan karyawan agen bus, saya bawa tas, lalu kembali ke penginapan.
Karena dinihari besok harus berangkat ke Angkor Wat, malam harinya saya tidak ke mana-mana, hanya pergi mencari makan. Saya ke luar hotel, lalu berjalan kaki. Sekitar 100 meter dari hotel saya melihat ada sebuah rumah makan, cukup ramai. Saya masuk ke situ dan memesan makanan seharga 5 dolar. Rumah makan juga menyediakan bir dingin, tetapi saya tidak ingin minum. Selesai makan saya kembali ke kamar penginapan, lalu tidur.
Pukul 04.00 alarm di HP yang saya setel berbunyi. Saya bangun lalu bergegas ke kamar mandi. Saya membawa tas kamera, lalu turun menuju jalan di depan penginapan. Ternyata Charoen sudah menunggu.
“Kita ke tempat pembelian tiket masuk Angkor Wat dulu,” katanya. Saya ikut saja.
Dalam keremangan dinihari, sudah banyak tuktuk yang berkeliaran. Penumpanya kebanyakan orang asing. Beberapa toko juga sudah buka.
Tuktuk yang saya tumpangi lalu masuk ke sebuah tempat parkir yang luar. Sudah ada puluhan tuktuk di sana. Charoen menunjukkan sebuah ruangan tempat membeli tiket. Saya menuju ke tempat itu, sudah banyak wisatawan yang antri untuk membeli tiket. Saya ikut antri.
Setiap pembeli tiket harus difoto terlebih dahulu, seperti saat kita mengurus ATM di bank. Nanti foto pembeli tiket akan tercetak di tiket. Harga tiketnya cukup mahal, 30 US dollar!
Setelah membeli tiket saya menemui Charoen di tempat parkir. Dia lalu membawa saya ke luar dari tempat parkir menuju Angkor Wat. Baru 10 menit berjalan, tuktuk dihentikan oleh petugas-petugas berseragam di jalan. Dalam kegelapan petugas meminta saya menunjukan tiket yang saya beli. Dia menerangi tiket dengan senter, lalu mempersilahkan jalan.
15 menit dari tempat pemeriksaan saya sudah sampai di tempat parkir tuktuk, persis di depan sebuah danau yang di tengah-tengahnya terdapat pulau dengan pepohonan besar. Langit sudah terang. Charoen menunjukan Candi Angkor Wat. Candi Angkor Wat yang megar terlihat siluet karena matahari datang dari belakangnya.
Saya dan wisatawan lain menyeberangi jembatan yang terbuat dari brick foam (karet cetakan) mengambang yang cukup kuat untuk menahan beban. Setelah melewati jembatan buatan itu, saya tiba di jalaman Candi Angkor Wat yang megah.
Ada beberapa pintu untuk memasuki komplek candi. Saya masuk dari tengah, di mana dari pintu ada koridor menuju bangunan utama yang menjualang tiga buah. Di sebelah kiri terdapat kolam-kolam alam yang ditumbuhi pohon teratai; di sebelah kana nada bangunan batu yang lebih kecil dari bangunan utama candi.
Saya duduk dulu di depan bangunan lebih kecil tersebut, untuk melihat bangunan candi utama yang menjulang. Beberapa wisatawan mengambil foto dari pinggir kolam alam. Gambar bangunan utama candi dalam bentuk siluet memang cantik.
Setelah duduk sebentar, saya mengeluarkan kamera untuk mengambil suasana di bagian depan. Setelah itu saya berjalan menuju bangunan utama, lewat jalan setapak di sebelah kanan. Dari sana saya baru masuk menuju bangunan utama lewat pintu yang di kiri-kanannya ada arca naga. Beberapa wisatawan juga masuk melalui pintu itu. Jalan menuju bangunan utama dibuat dari susunan batu-batu alam yang rapi.
Candi Angkor Wat adalah sebuah komplek yang sangat luas. Berada di atas tanah seluas 162,6 hektar. Dibangun pada Abad ke-12 oleh Raja Suryawarman di Yasodarapura, ibukota Kerajaan Kambojadesa.
Saya sempat duduk di bagian barat bangunan yang menghadap ke hutan pohon sengon, sambil membayangkan betapa dahsyatnya karya manusia di masa lalu. hw (Bersambung)