MENGENAL ANGKLUNG: ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA BARAT SANG WARISAN BUDAYA UNESCO

Apa Itu Angklung?

Seide.id- Merujuk pada buku “Dictionary of the Sunda Language” karya Jonathan Rigg yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, angklung memiliki definisi yaitu alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu yang dipotong ujung-ujungnya menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi.

Bagaimana Sejarah Angklung?

Catatan mengenai angklung baru muncul pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 hingga abad ke-16).
Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pari) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).

Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi.
Dikenal oleh masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran.

Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, oleh karena itu pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung.

Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian angklung
yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Bagaimana Nada yang Dihasilkan Angklung?

Semula nada dasar kesenian angklung adalah tangga nada pentatonis (da, mi, na, si, la), kini telah berubah menjadi tangga nada diatonis (do, re, mi, fa, sol, la, si).
Bisa dikatakan, kesenian angklung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga ia mampu bertahan di tengah terjangan arus modernisasi.
Bahkan kesenian angklung ini telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Angklung sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia yang dideklarasikan pada 16 Januari 2011.

Berdasarkan literatur buku yang berjudul “Angklung di Jawa Barat: Sebuah Perbandingan Buku I”, adapun jenis-jenis angklung diantaranya:

  1. Angklung Kanekes, merupakan jenis angklung buhun orang Kanekes atau suku baduy, fungsi dari angklung disini digunakan sebagai alat seni pengiring ritual atau upacara terhadap Nyi Pohaci, biasanya masyarakat Kanekes atau Baduy, mempercayai bahwa dengan menggantung angklung dan kolecer di area pesawahan, kemudian tertiup angin akan menimbulkan bunyi – bunyian yang dapat menghibur Nyi Pohaci.
    Secara khusus musik angklung kanekes ini, digunakan pada acara ngaseuk atau mulai bertanam benih dan ngunjal.
  2. Angklung Dogdog lojor, merupakan jenis angklung yang termasuk kedalam kategori angklung buhun.
    Angklung ini berkembang di daerah Ciptarasa Sukabumi. Angklung ini terdiri dari dua buah dogdog lojor dan empat buah angklung, angklung jenis ini biasanya digunakan dalam upacara atau ritual dalam konteks pertanian untuk menghormati Nyi Pohaci dalam upacara “seren taun”.
  3. Angklung Badeng, merupakan jenis angklung yang berkembang di daerah Malangbong Garut, tepatnya di desa Sanding.
    Angklung ini biasanya dimainkan sebagai sebuah seni pertunjukan atau seni tontonan dan medium penerangan.
    Maksudnya yaitu secara fungsi sosial, angklung jenis ini lebih diperuntukan untuk misi agama (Islam) dan misi progam pemerintah.
    Misi – misi tersebut jelas terlihat dalam keseluruhan teks (nyanyian).
    Secara musikal seni Angklung Badeng ini dimainkan lebih ritmis bersamaan dengan koreografi gerak tari dan dikombinasikan dengan nyanyian yang unik.
    Pertunjukan Angklung badeng ini terdiri dari tiga vokalis, sembilan buah angklung, kecrek,
    empat dogdog lojor dan 2 terebang.
  4. Angklung Badud, secara historis angklung jenis ini masih berkaitan erat dengan fungsi
    ritual dibidang pertanian. Angklung jenis ini bisa kita temui di daerah Cijulang – Ciamis. Angklung Badud terdiri atas enam dogdog lojor, delapan angklung dan kempul.
    Namun seiring perkembangan jaman, angklung badud ini mengalami perubahan fungsional, yang pada awalnya hanya digunakan untuk ritual, namun pada saat ini angklung Badud pun memiliki fungsi yang bergeser menjadi seni pertunjukan.
  5. Angklung Buncis, secara historis angklung buncis digunakan untuk ritual atau upaca
    pertanian, namun sekarang perannya cenderung lebih kepada hiburan.
    Angklung Buncis ini biasanya ditampilkan dalam bentuk seni untuk mengisi acara arak – arakan, upacara khitanan, pernikahan dan
    peringatan hari kemerdekaan Indonesia pada tgl 17 agustus. Secara musikal, dari segi ritme dan melodinya, Angklung Buncis mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh seni gamelan dan lagu –lagu kawih.
    Kini keberadaan Angklung Buncis masih terjaga di daerah Ujung berung – Bandung dan berada di desa Baros , Arjasari – Bandung.
  6. Angklung Bungko, jenis angklung ini biasanya dimainkan pada upacara nadran, ngunjung ke Gunung Djati dan sedekah bumi. Selain itu, angklung ini dipercaya oleh masyarakat sekitar telah berumur 600 tahun. Meskipun ritual yang dilakukan berbeda dengan jenis angklung lainnya, angklung bungko ini pun dipercaya sebagai alat untuk
    menyebarkan agama Islam pada masa Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, yang merupakan tokoh masyarakat yang mampu menumpas bajak laut dan mensiarkan islam di tanah Cirebon – Indramayu.
  7. Angklung Gubrag, jenis angklung yang berkembang di daerah Cipining Bogor.
    Penamaan Angklung Gubrag sendiri memiliki kisah yang diceritakan secara turun temurun mengenai sebuah musibah yang pernah menimpa desa ini, yaitu kegagalan panen. Kata Gubrag sendiri diambil dari kata “ngagubrag” yang artinya jatuh secara tiba – tiba, dan memunculkan bunyi yang mengagetkan.
    Saat ini, Angklung Gubrag selain digunakan dalam upacara atau ritual penghormatan kepada “Nyi Pohaci” atau ”Dewi Sri”, Angklung Gubrag juga telah mengalami perubahan dengan adanya tambahan instrumen seperti gong, kempul dan kecrek.
    Pertunjukannya pun kini tidak sebatas ritual padi namun terkadang dimainkan pula pada pentas acara seperti upacara selametan
    desa dan hari – hari besar nasional.
  8. Angklung Pa Daeng (Angklung Sunda / Indonesia), jenis angklung yang peruntukannya bukan untuk ritual atau upacara pertanian, melainkan berfungsi sebagai tontonan dan pertunjukan dalam rangka kepariwisataan.
    Hal ini merupakan penyesuaian terhadap kemajuan jaman.
    Pelopor angklung jenis ini adalah Daeng Soetigna dengan angklung bernada diatonisnya, dan diteruskan oleh muridnya
    Udjo Ngalagena dengan mendirikan Saung Angklung Udjo. Selain angklung berlaras diatonis, disini juga terdapat angklung berlaras pelog, salendro, dan madenda seperti angklung pada umunya.
    Namun yang menjadi keunikan dari Saung Angklung Udjo milik Udjo Ngalagena ini adalah angklung diatonisnya yang memungkinkan angklung dapat memainkan lagu – lagu kontemporer.

Oleh: KHOIRUNNIS SALAMAH

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.