Seide. Id -Istilah candrasengkala barangkali masih asing di telinga masyarakat awam yang kurang memahami materi sejarah dengan baik.
Candrasengkala bisa kita jumpai pada situs percandian maupun bangunan Islam yang mendapat akulturasi dari budaya Hindu.
Situs Islam yang memiliki candrasengkala biasanya terletak pada bagian mustaka masjid, misalnya dua masjid di Kudus yakni Masjid Langgar Dalem (masjid tertua di Kudus) dan Masjid Nganguk Wali.
Tahukah apa itu candrasengkala?
Menurut Raden Bratakesawa T.W.K Hadisoeprapta dalam bukunya yang berjudul “Keterangan Candrasengkala”, candrasengkala disebut juga dengan istilah sengkalan.
Sengkalan merupakan catatan peringatan perhitungan tahun dengan kalimat atau susunan kata-kata, bukan dengan angka.
Secara sederhana, sengkalan dapat dipahami sebagai kalimat yang kata-katanya berwatak bilangan sehingga tersusun angka tahun.
Adapun makna kata sengkala menurut Dr. Hazeu dalam buku Pararaton Bahasa Jawa, Jilid I, halaman 14 disebutkan jika kata sengkala berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “çakala” yang artinya perhitungan musim menurut Caka (Aji Saka) dimulai ketika tahun 78 Masehi atau sama dengan tahun 1 dalam penanggalan Jawa (tahun Saka).
Adapun pedoman penurunan kata-kata dalam sengkalan, diantaranya:
1 Guru dasanama (dasar sepadan), maksudnya: jika artinya sama atau hampir sama, maka kata-kata tersebut dianggap sama watak bilangannya.
2 Guru sastra (dasar sepenulisan), maksudnya: jika penulisannya sama, maka dianggap sama watak bilangannya.
3 Guru wanda (dasar sesuku kata), maksudnya: jika pengucapan suku katanya hampir sama, maka dianggap sama watak bilangannya.
4 Guru warga (dasar sekaum), maksudnya: yang dianggap sebangsa atau sejenis, maka dianggap sama watak bilangannya.
5 Guru karya (dasar sekerja atau selaku), maksudnya: cara berlakunya suatu kata, dianggap sama watak bilangannya.
6 Guru sarana (dasar sealat), maksudnya: nama alat yang digunakan untuk melakukan suatu kata (kata kerja), maka dianggap sama watak bilangannya.
7 Guru darwa (dasar sekeadaan), maksudnya: kata keadaan dianggap sama watak bilangannya dengan kata yang ditempati keadaan tersebut.
8 Guru jarwa (dasar searti), maksudnya: kata yang memiliki sama atau hampir sama dengan kata yang berwatak bilangan tersebut, maka dianggap sama watak bilangannya.
Contoh memaknai candrasengkala pada mustaka Masjid Langgar Dalem, seperti ini:
Masjid tersebut dibangun pada tahun 1458 Masehi atau 863 Hijriah, yang ditandai dengan sengkala memet (hitungan tahun kuno) dan tertuliskan prasasti yang menggambarkan, Trisula : 3 Pinulut : 6 Naga : 8.
Angka tersebut dibaca terbalik yang berarti 863 Hijriyah.
Jika ingin mempelajari tentang candrasengkala, adapun referensi yang dapat digunakan sebagai berikut:
1 Buku “Serat Sekar-sekaran” atau “Bloemlezing” yang merupakan Bunga Rampai Bacaan, karangan Sri Adipati Harya Mangku Negoro IV.
Buku tersebut diterbitkan oleh Ki Padmasoesastra (Terbitan Toko Buku Albert Rusche di Sala, cetakan kedua tahun 1919 M).
2 Buku “Serat Candrasengkala” yang diterbitkan oleh Ki Padmasoesastra namun tidak dijelaskan siapa pengarangnya (Terbitan Toko Buku Tan Khoen Swie di Kediri, cetakan pertama tahun 1922 M).
3 Buku “Serat Sengkalan Lamba lan Memet”, aslinya merupakan peninggalan Raden Ngabehi Ranggawarsita, diterbitkan oleh K.M Sasrasoemarto (Terbitan Toko Buku Mardi Moelia di Yogyakarta, cetakan pertama tahun 1855 (tahun Jawa) atau tahun 1925 Masehi.
Penulis : Khoirunnis Salamah