Oleh Dimas Supriyanto
SEBAGAI organisasi Islam terbesar di dunia, dengan jumlah anggota mencapai 79 juta jiwa, setiap warga Indonesia perlu tahu apa dan siapa NU. Sebab, NU tidak hanya menjadi kekuatan sosial bagi bangsa Indonesia dalam menjaga persatuan dan kesatuan. NU juga senantiasa menjadi kekuatan sosial dunia dalam menghadirkan Islam yang tasamuh (toleran), tawazun (seimbang/harmoni), tawassuth (moderat), dan ta’adul (keadilan).
NU telah membuktikan sebagai garda terdepan membela NKRI – selain TNI dan Polri – dan menjadi “benteng” pertahanan dunia karena selalu dengan tegas menolak terorisme. NU selalu melawan intoleransi, radikalisme, dan tindakan teror yang dijalankan atas nama agama apapun dan oleh organisasi apa pun.
Sejauh ini NU tidak pernah memberikan ruang bagi paham radikal, lantang membela Merah Putih, NKRI, Pancasila dan sekaligus selalu memberikan pencerahan kepada umat bahwa tindakan teror tidak dibenarkan atas nama agama.
Tantangan NU saat ini adalah menggaet kalangan muda dan urban perkotaan, yang sudah disabot PKS dan Islam Transnasional. Agar basis NU tidak hanya hadir di berbagai desa, melainkan juga bisa menembus hingga “jantung” perkotaan.
KH Yahya ingin menyembuhkan luka akibat Pilpres 2019 lalu. Jelas sekali yang menjadi Cawapres orang NU, yang milih hanya 52%. Artinya 48 persen masih tidak ke tokoh NU. Padahal mereka NU.
Gus Yahya menyerahkan umat muslim bebas berekspresi. “Yang penting jangan ngutik utik Pancacsila, NKRI, Merah Putih dan Bhineka Tunggal Ika, “ tegasnya.
Mewarisi paham pluralisme yang diperkenalkan tokoh idolanya, Gus Yahya mengaku kenal Gus Dur 1987, masuk ke PBNU 2010.
Banyak rancangan program yang akan diterapkan di NU kini. Tanpa menyalahkan siapa pun Gus Yahya menyebut cabang cabang di NU selama ini tak nyambung satu dengan yang lain. Cabang NU dengan PW (pengurus wilayah) dan PB (pengurus besar) kurang terkoneksi akibat kontruksi politik. Persentuhan sifatnya horizontal. Persentuhan vertikal hanya berlangsung berkala, saat pemilu, konvensi dan muktamar.
PBNU dalam visi dan gagasan Gus Yahya adalah mencarikan program yang kerjasama pihak lain, negara maupun swasta untuk dieksekusi di oleh cabang-cabang. Secara intitusional cabang harus melaksanakan program yang didapat PB.
“Dengan menyerahkan ke cabang, PBNU punya kebutuhan memantau dan mengadvokasi dan komunikasi intens dengan cabang, agar bergulir proses konsolidasinya hingga terbentuk organisasi NU yang baru yang koheren, bersangkut paut, “ katanya kepada TVNU.
Ini sangat dibutuhkan karena sebaran NU sangat luas, meliputi 50 percen populasi. 120-an juta jiwa. Memiliki 540 cabang atau 540 outlate. Membangun watak budaya, watak bersama.
“Saya sudah ketemu semua. Para pengurus di bawah, bukan orang bodoh. Apes apesnya kepala sekolah atau pengusaha sukses dan pimpinan pesantren. Kalau diserahi program pasti bisa, “ katanya.
“Di wilayah Jawa mereka enak, bisa ngopi dan bicara dengan bupati dan gubenurnya. Tapi bagaimana dengan di Mentawai, Nias Manokwari, yang nggak punya leverage (tangga, jembatan)?” tanyanya.
Selamat berkhidmat Gus Yahya. ***