Menghadapi Ancaman Deflasi dari Sejarah Ekonomi Indonesia

Seide.id – Dalam tiga bulan terakhir, Indonesia mengalami deflasi berturut-turut, sebuah fenomena yang jarang terjadi. Deflasi, penurunan harga barang dan jasa secara umum, bisa tampak menguntungkan bagi konsumen pada pandangan pertama. Namun, sejarah deflasi Indonesia pernah mencatat deflasi besar yang membawa dampak negatif bagi perekonomian. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memahami implikasi dari deflasi dan mengambil langkah-langkah preventif untuk menghadapinya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,02% pada bulan Mei, 0,04% pada bulan Juni, dan 0,07% pada bulan Juli 2024. Penurunan harga ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bahan makanan, seperti beras, sayuran, dan daging ayam. Selain daripada itu, penurunan harga bahan bakar global juga turut berkontribusi terhadap deflasi ini. Penurunan harga yang terus-menerus ini dapat menjadi tanda bahwa permintaan domestik sedang melemah, yang bisa berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan deflasi dalam tiga bulan terakhir meliputi penurunan harga bahan makanan seperti beras, sayuran, dan daging ayam yang mengalami penurunan signifikan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan produksi dan pasokan yang melampaui permintaan. Selain itu, juga adanya kesepakatan yang mengizinkan pengiriman biji-bijian dari Ukraina juga menyumbang menurunkan harga pangan global.

Penurunan harga bahan bakar yang lebih rendah, baik karena penurunan harga minyak global maupun kebijakan subsidi pemerintah, turut berkontribusi terhadap deflasi. Sehingga lemahnya permintaan domestik juga menjadi faktor, di mana konsumen cenderung menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun, yang mengakibatkan penurunan permintaan secara keseluruhan.

Kebijakan moneter yang ketat dan pengurangan belanja publik juga dapat berkontribusi terhadap penurunan harga. Selain itu, perubahan iklim global dan cuaca ekstrem, seperti fenomena El Nino, mempengaruhi produksi pangan. Namun, adaptasi teknologi dan diversifikasi sistem pertanian dapat membantu mengurangi dampak negatif ini.

Demikian juga dampak impor pangan terhadap jumlah pasokan pangan turut memainkan peran penting dalam dinamika harga. Ketika impor pangan meningkat, pasokan dalam negeri menjadi lebih melimpah, yang dapat menekan harga lebih lanjut.

Misalnya, impor beras dan bahan pangan lainnya dari negara-negara produsen utama dapat menyebabkan kelebihan pasokan di pasar domestik, yang pada akhirnya menurunkan harga. Meskipun ini menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, namun petani lokal bisa mengalami kerugian karena harga jual yang lebih rendah, yang dapat mengurangi pendapatan mereka dan mempengaruhi kesejahteraan mereka.

Karena dampak dari deflasi terhadap kesejahteraan masyarakat bisa sangat signifikan. Penurunan harga barang dan jasa mungkin tampak menguntungkan bagi konsumen dalam jangka pendek, tetapi deflasi dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan pendapatan dan peningkatan jumlah pengangguran.

Karena ketika perusahaan mengurangi produksi dan investasi, mereka mungkin juga mengurangi jumlah tenaga kerja, yang dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat memperburuk deflasi.

Lebih dari itu, deflasi juga dapat menyebabkan penurunan nilai aset, seperti properti dan saham, yang dapat mengurangi kekayaan bersih individu dan rumah tangga. Hal ini dapat menyebabkan penurunan konsumsi dan investasi lebih lanjut, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Mengingat pengalaman masa lalu, penting bagi pemerintah dan pelaku ekonomi untuk waspada dan mengambil langkah-langkah preventif. Kebijakan moneter dan fiskal yang tepat harus diterapkan untuk mendorong permintaan dan menjaga stabilitas harga. Bank Indonesia, misalnya, dapat menurunkan suku bunga untuk mendorong pinjaman dan investasi.

Kemudian pemerintah juga dapat meningkatkan belanja publik untuk merangsang ekonomi. Selain itu, penting untuk menjaga kepercayaan konsumen dan pelaku usaha agar mereka tetap berani melakukan pembelian dan investasi.

Dengan demikian, Indonesia dapat menghindari dampak buruk dari deflasi bila berkepanjangan dan memastikan perekonomian tetap tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Menghadapi ancaman deflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, bank sentral, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Data historis menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami deflasi besar pada tahun 1998, saat krisis ekonomi Asia. Pada saat itu, deflasi mencapai 12,5% yang menyebabkan penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi dan peningkatan pengangguran. Pengalaman ini menunjukkan betapa pentingnya untuk waspada terhadap tanda-tanda awal deflasi dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dampak negatifnya.

Dengan memahami sejarah dan belajar dari pengalaman masa lalu, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan ekonomi di masa depan serta menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Oleh Jeannie Latumahina

Sengkarut Pemecatan Guru Honorer Menimbang Mutu Pendidikan dan Nasib Guru Honorer

Avatar photo

About jeannie latumahina

Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo