Rencana Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP) kabarnya sudah final. Seperti biasa, DPR sepertinya pelit membuka rancangan undang-undang itu terbuka untuk masyarakat untuk memperoleh masukan, kritik maupun usulan. Bahkan pembahasan RKUHP ini pun publik tidak tahu. Hanya DPR dan Pemerintah yang paham. Padahal, banyak pasal karet, multitafsir dan kontroversial di dalam RKUHP ini jika terburu-buru disyahkan.
Mereka Minta Dihormati
Pasal 240 ( jika belum direvisi) menyebutkan bahwa menghina pemerintah yang sah dan berakibat kerusuhan, dihukum penjara 3 – 4 tahun. Terlebih melalui teknologi informasi. Ini merujuk pada medsos yagn selama ini marak dimanfaatkan untuk saling menghina sesama bangsa.
Ada lagi pasal penghinaan, yakni menghina kekuasaan hukum dan lembaga negara bisa dipidana penjara 1 tahun. Jika sampai terjadi kerusuhan, hukumannya meningkat jadi 3 tahun. Ini merupakan delik aduan. Artinya jika ada yang menghina pemerintah, atau lembaga negara dan mereka membuat aduan, baru diproses. Intinya, hukum meminta pemerintah dan lembaga negara (minta) agar dihormati.
Lembaga negara ini DPR, DPRD, Polisi, Jaksa, Gubernur, Bupati, Walikota mungkin sampai Lurah dan RT. Bukankah Ketua RT juga perpanjangan dari lembaga negara.
Ini, jika terjadi, akan menjadi hal yang kontraproduktif, dimana wakil rakyat ( DPR) melaporkan rakyat yang selama ini diwakili. Apakah Presiden juga punya waktu untuk melaporkan penghinanya agar masuk dalam delik aduan. Rasanya secara pribadi, presiden macam Jokowi tidak akan tega melaporkan rakyatnya sendiri yang menghinanya. Bukankan selama ini sudah terbukti. Sejak kampanye hingga menjadi presiden, Joko Widodo selalu dihina, dimaki, difitnah, selali berdiam diri dan memililih tetap bekerja. Tetapi bisa dimaklumi, jika aduan itu kelak bisa diwakili bawahannya.
Melawsan Penguasa
Melawan Penguasa
Yang jelas semua orang psti setuju bahwa pasal 246 yang menyebut orang yang menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana, atau melawan penguasa umum dengan kekerasan diganjar bui 4 tahun. Lucunya, di bawahnya ada pasal lain berbunyi: “Tidak merupakan penerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden jika perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri”
Nanti, semua orang yang menghina presiden, neegara, bendera atau lembaga negara bisa berkilah bahwa semua ini dilakukan untuk kepentingan publik atau pembelaan diri. Sungguh pasal karet dan agenda tersembunyi yang dibuat oleh si pembuat undang-undang ini.
Selain itu, apa iya hukum bisa bertindak tegas dan adil. Apakah berani menangkapi para penceramah agama yang sering menghina pemerintah, menghasut masyarakat untuk membenci atau melawan pemerintah atau polisi ? Apakah hakim akan berani tegas, jujur dan adil. Semua orang tahu, hukum kita ini tergantung penguasa dan kelompok komunitasnya, Rasanya, KUHP nantinya jadi pertaruhan. Apakah hukum kali ini berbeda atau sama saja.
Kalau sama, mengapa harus repot-repot semua lini kegiatan masyarakat dibelenggu dengan hukum. Bukankah hukum umumpun telah berlaku: menghina, memaksa, merugikan ( siapapun) itu kejahatan. Titik. Dan itu layak dihukum. Tidak hanya menghina Kepala Negara, pemerintah atau lembaga Negara. Bahkan mestinya menghina orang biasapun, mestinya juga dihukum. Itu baru hukum berkeadilan.
Saya setuju dengan Pak Jokowi. Tunda RKUHP ini dan jangan dibuat oleh Anggota DPR periode ini. Pembuat RUUKUHP ini terasa dibuaat-buat dengan memasukkan segala macam kegiatan yang bersifat pribadi soal agama, seks, perkawinan dan juga sasntet.
Membenci atau Mengkritik
Yang lebih penting dari itu adalah definisi tentang kebencian atau penghinaan dan kritik. KUHP harusnya memberi definisi hal ini karena mudah dipermainkan mereka yang gemar berperkara. Terlebih beda tipis antara membenci dan menkritik.
Menghina itu membuat buruk nama baik sesorang atau lembaga. Memaki-maki, menistakan, mempermalukan itu juga masuk menghina. Intinya adalah perbuatan negatif terhadap seseorang atau lembaga. Ada motif merendahkan atau menjatuhkan.
Sementara mengkritik biasanya lebih pada mengemukakan pendapat, termasuk di dalamnya mengecam atau tanggapan terhadap perbuatan seseorang. Memang, kritik kadang disertai uraian dari pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Kritik biasanya bermuatan positif yang intinya meminta perbaikan atas sesuatu yang kurang layak. Motifnya adalah perbaikan atau perubahan.
Jika hal sederhana ini dipahami, tak perlu dengan segala hal dalam kehidupan manusia, apalagi bersifat pribadi : agama, kepercayaan, seks masuk dalam perangkat hukum.
Repot nantinya orang mau berdoa, mau ngeseks, mesti baca dulu pasal demi pasal.
BACAAN MENARIK: