Seide.id- Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak ini boleh merasakan tinggal di negara adidaya, meski hanya selama 2 tahun. Itu pun masih harus “dipotong” melewati masa pandemi selama 1,5 tahun. Dari sisa waktu yang relatif singkat tersebut, saya masih boleh mendapat kesempatan untuk merasakan pelayanan kesehatan “kelas dunia”.
Ya, saya disarankan untuk operasi. Padahal sebelumnya tanpa ada keluhan sama sekali. Terdeteksi secara random dari hasil pemeriksaan kesehatan rutin atas rekomendasi PCP (Primary Care Physician), semacam “dokter puskesmas” yang bisa kami pilih sendiri.
Kendati secara kasat mata terlihat bening dan “baik-baik saja”, ternyata berdasarkan pemeriksaan laboratorium, urine saya mengandung darah. Dokter menduga ada “sesuatu” yang tidak beres di saluran kemih atau ginjal.
Multiple Polip
Saya pun lantas dirujuk menjalani USG abdomen yang hasilnya menguatkan “kecurigaan” semula. Hanya saja “sesuatu” itu bukan di saluran kemih, kandung kemih, atau ginjal, melainkan gallbladder alias kantung empedu yang bermasalah. Diagnosisnya: multiple polip dalam kantung empedu dengan panjang rata-rata 8-9 milimeter. Panjangnya memang masih masuk kategori “aman”, tapi menurut dokter, karena jumlahnya lebih dari dikhawatirkan suatu saat akan semakin banyak dan kian membesar. Serta bukan tidak mungkin berpeluang mengganas, meskipun saat ini “baik-baik” saja.
Dokter pun lantas merujuk saya ke rekan sejawatnya yang memang secara khusus menangani penyakit dan kelainan pada empedu. Beliau memberi opsi untuk menjalani gallbladder removal surgery alias operasi pengangkatan kantung empedu. Kaget? Pastilah. Saya ingin secepatnya “segerombolan” polip yang ternyata betah ngendon di kantung empedu, dihilangkan. Padahal saya bukan penggila gorengan lho. Makanan enak serba berlemak juga terbilang jarang saya konsumsi selama ini.
Mengingat biaya kesehatan di sini jauh dari kata murah, diperkirakan 10 kali lipat dibanding prosedur kesehatan serupa di Indonesia, tentu saja saya harus menunggu persetujuan pihak asuransi yang akan mengcover biaya operasi tersebut.
Sambil menunggu “surat cinta” dari pihak asuransi dan kepastian detail mengenai tempat dan waktu operasi, saya menjalani pre-op test. Dari pemeriksaan darah CBC/Complete Blood Count dan BMP/Basic Metabolic Panel, tes yang memberi informasi mengenai keseimbangan cairan tubuh serta kadar elektrolit darah, sampai EKG n chest X-Ray.
Rangkaian tes ini saya jalani di 2 lokasi. Namun karena fasilitas kesehatan di sini tersebar merata di semua wilayah, saya cukup ke fasilitas kesehatan terdekat. Betul-betul dekat dan saya cukupo berjalan kaki.
Pergi ke dua tempat pemeriksaan tersebut ditambah lebih dulu ke dokter PCP minta surat pengantar, serta diselingi makan siang, saya hanya membuang waktu sekitar 2,5 jam untuk sampai di rumah lagi. Sementara, PCR tes dijadwalkan terakhir, 2 hari jelang operasi.
Sempat takut mati