Menimbang Kecurangan Melalui SIREKAP Ancaman Bagi Demokrasi

Seide.id – Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar demokrasi yang menentukan arah masa depan suatu bangsa. Namun, integritas pemilu dapat terancam oleh kecurangan, termasuk melalui sistem rekapitulasi komputer. Pemilu 2024 di Indonesia telah menyisakan sejumlah pertanyaan mengenai kecurangan yang diduga terjadi melalui aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam era digital, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan pemilu. Sirekap, sebagai alat bantu hitung suara, seharusnya memperkuat transparansi dan akurasi penghitungan suara. Namun, dugaan kecurangan melalui server Sirekap dan isu surat suara yang telah tercoblos menimbulkan kekhawatiran.

Jika sebelumnya terdapat Film dokumenter “Dirty Vote” yang berusaha mengungkap berbagai modus kecurangan yang mungkin terjadi selama pemilu, mulai dari politisasi bantuan sosial hingga kampanye menggunakan fasilitas negara. Koalisi masyarakat sipil telah menemukan setidaknya 53 dugaan pelanggaran dan kecurangan pada Pemilu 2024. Kasus-kasus ini mencakup dugaan intimidasi kepada pemilih dan penyelenggara pemilu yang terjadi di ribuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh Indonesia.

Kemudian adanya kritik terhadap proses penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak hanya datang dari kalangan masyarakat umum namun juga dari berbagai perguruan tinggi. Masyarakat dan akademisi telah sedemikian kuat menyoroti keterlibatan uang dalam politik, politik identitas, kurangnya edukasi pemilih, dan isu integritas pemilu sebagai beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses demokrasi. Perguruan tinggi di seluruh Indonesia, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Indonesia (UI) serta banyak lagi lainnya termasuk Perguruan Tinggi Swasta, telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi demokrasi dan menuntut agar Presiden Joko Widodo kembali ke koridor demokrasi.

Demikian juga salah satu kandidat Cawapres, Mahfud MD telah mempertanyakan klaim KPU bahwa Sirekap sudah diaudit oleh lembaga berwenang. KPU menanggapi polemik ini dengan menyatakan bahwa hasil resmi penghitungan suara berdasarkan rekapitulasi manual berjenjang. Namun, tuntutan untuk audit independen dan transparansi penuh dari KPU tetap bergema kuat di tengah masyarakat.

Kecurangan pemilu melalui sistem rekapitulasi komputer telah menimbulkan keraguan mendalam terhadap legitimasi hasil pemilu 2024. Sehingga kepercayaan publik terhadap sistem pemilu harus dapat dipulihkan melalui upaya-upaya transparansi dan akuntabilitas. Audit forensik digital dan pengawasan ketat dari masyarakat sipil menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa setiap suara dihitung dengan adil dan akurat.

Salah satu teknik kecurangan yang mungkin dilakukan melalui sistem rekapitulasi komputer adalah penyimpangan algoritma program. Algoritma program adalah sekumpulan baris instruksi yang ditulis dalam bahasa pemrograman untuk menyelesaikan suatu masalah ataupun untuk tugas tertentu. Dalam konteks pemilu, algoritma program digunakan untuk menghitung suara yang masuk ke dalam sistem rekapitulasi.

Sedangkan penyimpangan algoritma program dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti dengan melakukan pengubahan algoritma penghitungan, penggunaan weighted votes, round-off error manipulation, selective algorithm application, backdoor dalam software, time-based algorithm alteration, dan data filtering. Teknik-teknik demikian jika dijalankan akan dapat mempengaruhi hasil penghitungan suara dengan memberikan keuntungan kepada kandidat tertentu atau menciptakan kekacauan dalam proses penghitungan suara.

Penyimpangan Algoritma Program pada Sistem Penghitungan hingga Rekapitulasi Suara

Pengubahan Algoritma Penghitungan, bisa saja digunakan untuk menghitung suara dapat diubah sehingga memberikan keuntungan kepada kandidat tertentu. Misalnya, algoritma mungkin disesuaikan untuk menghitung suara yang tidak sah sebagai suara yang sah atau sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah kode sumber program yang menentukan kriteria validitas suara, atau dengan mengubah data input yang digunakan oleh program. Contohnya, jika suara yang tidak memiliki tanda tangan atau cap basah dianggap sah oleh program, maka hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang ingin memperbanyak suara mereka dengan menggunakan surat suara palsu.

Penggunaan Weighted Votes didalam beberapa kasus yang terjadi, suara dari daerah tertentu mungkin diberi bobot lebih berat daripada daerah lain, yang tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang adil dan setara. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah algoritma yang menghitung jumlah suara per daerah, atau dengan mengubah data input yang menunjukkan bobot suara per daerah. Contohnya, jika suara dari daerah yang didominasi oleh pendukung kandidat tertentu diberi bobot dua kali lipat daripada daerah lain, maka hal ini dapat meningkatkan jumlah suara kandidat tersebut secara signifikan.

Round-off Error Manipulation atau biasa disebut kesalahan pembulatan dalam algoritma, dapat dimanipulasi untuk menguntungkan satu pihak, misalnya dengan membulatkan semua angka yang mendekati batas ke atas atau ke bawah berdasarkan preferensi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah algoritma yang menghitung persentase suara, atau dengan mengubah data input yang menunjukkan jumlah suara per kandidat. Contohnya, jika suara untuk kandidat A adalah 49,9% dan suara untuk kandidat B adalah 50,1%, maka algoritma yang membulatkan ke atas akan menghasilkan 50% untuk kandidat A dan 51% untuk kandidat B, sedangkan algoritma yang membulatkan ke bawah akan menghasilkan 49% untuk kandidat A dan 50% untuk kandidat B.

Selain diatas tersapat juga model Selective Algorithm Application, yang mungkin saja diterapkan secara selektif pada data dari daerah-daerah tertentu, yang dapat mengubah hasil keseluruhan pemilu. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah algoritma yang menentukan daerah mana yang akan dihitung oleh program, atau dengan mengubah data input yang menunjukkan daerah mana yang telah dihitung oleh program. Contohnya, jika algoritma yang menguntungkan kandidat tertentu hanya diterapkan pada daerah-daerah yang mayoritas pendukungnya, sedangkan algoritma yang netral diterapkan pada daerah-daerah lain, maka hal ini dapat mempengaruhi hasil akhir pemilu.

Sedangkan cara yang lebih sering dilakukan dengan Backdoor di dalam Software, yaitu Penyimpangan algoritma juga bisa terjadi melalui backdoor yang sengaja ditanam dalam software, sehingga memungkinkan pihak tertentu untuk mengubah hasil tanpa deteksi. Backdoor adalah celah keamanan yang dapat digunakan untuk mengakses seluruh sistem secara tidak sah. Hal ini dapat dilakukan dengan menyisipkan kode rahasia dalam program, atau dengan menginstal software tambahan yang dapat mengontrol program. Contohnya, jika ada backdoor yang dapat mengaktifkan atau menonaktifkan algoritma tertentu, maka hal ini dapat digunakan untuk mengubah hasil penghitungan suara sesuai keinginan.

Terdapat juga cara Time-based Algorithm Alteration, yaitu model Algoritma yang mungkin diatur untuk mengubah cara penghitungan pada waktu-waktu keadaan tertentu, misalnya saat penghitungan suara hampir selesai, untuk mempengaruhi hasil akhir keseluruhan. Sehingga dengan mengubah algoritma yang bekerja melalui perubahan waktu, atau dengan mengubah data input yang menunjukkan waktu penghitungan suara. Contohnya, jika algoritma diubah untuk menghitung suara yang masuk setelah jam tertentu dengan cara yang berbeda, maka hal ini dapat mengubah hasil akhir pemilu.

Selain daripada itu dimungkinkan adanya Data Filtering, algoritma yang dirancang untuk secara selektif menyaring suara yang tidak diinginkan atau suara yang dianggap tidak valid tanpa transparansi atau kriteria yang jelas. Dengan mengubah algoritma yang menentukan validitas suara, atau dengan mengubah data input yang menunjukkan validitas suara. Contohnya, jika algoritma menyaring suara yang berasal dari daerah tertentu, atau suara yang memiliki karakteristik tertentu, maka hal ini dapat mengurangi jumlah suara untuk kandidat tertentu.

Penyimpangan algoritma-algoritma program, tentu saja akan sulit dapat dengan mudah dideteksi dan dibuktikan, karena semuanya sungguh membutuhkan adanya akses serta pengetahuan yang mendalam tentang sumber kode yang digunakan sebagai sumber dari sistem rekapitulasi berbasis komputer.

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi lembaga pengawas pemilu untuk dapat melakukan audit independen dan verifikasi kode sumber sistem rekapitulasi guna memastikan bahwa benar tidak ada penyimpangan algoritma yang mana dapat mempengaruhi hasil pemilu. Pengawasan ketat dan transparansi proses adalah kunci untuk memastikan integritas pemilu.

Kritikan dari para praktisi masyarakat dan bersama perguruan tinggi tentu saja akan dapat menambahkan perspektif penting dalam diskusi tentang demokrasi dan pemilu yang adil. Terlebih terdapat banyak teknik-teknik kecurangan yang mungkin saja dilakukan melalui sistem rekapitulasi penghitungan suara.

Semoga semua hal diatas dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai adanya isu kecurangan pemilu melalui sistem rekapitulasi komputer dan dampaknya terhadap demokrasi di Indonesia. Untuk menjadi perhatian mendalam. Terlebih lagi dengan pemberitaan mengenai adanya usulan Hak Angket ataupun Pansus oleh DPR, baik oleh Paslon Pilpres maupun praktisi hukum.

Maka tentunya saya dengan segala keterbatasan, tetap berusaha menyuarakan agar hasil Pemilu 2024 sungguh tetap dalam koridor hukum yang berlandaskan kepada Pancasila baik secara moral etika dengan benar sehingga perjuangan Refromasi untuk mewujudkan Indonesia Emas, yang adil makmur berkeadilan sosial, serta jujur dan menghormati hak suara setiap warganegara tetap utuh dalam Demokrasi demi Persatuan Indonesia.

Penulis: Jeannie Latumahina
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak ( RPA ) Partai Perindo

Ancaman Demokrasi: Ketika Pemerintah dan Aparat Tidak Netral dalam Pemilihan Umum

Avatar photo

About jeannie latumahina

Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo