Kesaksian saya tentang para seniman sahabat Bapak saya Gerson Poyk sejak saya kecil, menjadi catatan kenangan yang menempel kuat di dinding ingatan saya. Ada beragam perilaku ‘kedagingan‘ yang berjalan pada satu kata yaitu ‘kesetiaan’ yang mestinya menjadi bingkai kehidupan mereka, tapi sayangnya terabaikan.
Bagi para sahabat Bapak saya itu, juga untuk Bapak, cinta dan keindahan adalah dua kata yang sulit mereka abaikan, meski mereka telah terikat pada suatu lembaga yang diberi nama keluarga. Entah, apakah itu bisa diberi nama ‘kegelisahan libido’ yang berkaitan dengan proses kreatif di dalam berkarya.
Dan kegelisahan yang mereka tuangkan dalam gelutan cinta tertuang pada rasa yang mereka salurkan pada sosok-sosok mahluk bernama perempuan, mistres atau perempuan simpanan telah menjadi kisah klasik yang memberikan luka batin bagi istri, anak dalam keluarga inti. Pesona ragawi yang dikirim melalui ucap dan perhatian, memupuskan arti kata kesetiaan yang mestinya diberikan pada sang istri.
Peristiwa ini tanpa disadari menorehkan luka batin yang tak disadarinya terus melekat hingga sang anak menjadi tua dan sang istri pergi dari dunia. Namun meski demikian ego di dalam nama besar yang selalu tercatat pada karya-karya spektakuler, menghapus segala catatan kelam yang pernah tertera.
Satu abad, seribu tahun, berpuluh tahun, catatan dan peringatan tentang kredibilitas atas pengakuan dari karya-karya yang tercipta, menggiring pengukuhan bahwa ia adalah sosok hebat yang ‘disembah‘ bagai dewa dalam bidangnya, khususnya sastra. Noktah hitam yang pernah dilakukan akibat perilaku ketidaksetiaan pada keluarga inti terlupakan.
Karya menutupi penyimpangan perilaku yang pernah diperbuat. Permisif dan menutup mata pun menjadi semacam jargon untuk tidak mengingat sikap masa lalu dan melupakan dengan bijak kisah-kisah memedihkan dari kesadaran untuk berperilaku setia.
Semua memang berada di lingkungan yang menaungi mereka. Apa salahnya jika cinta itu datang? Dia berkuasa bagai panah amor yang menukik tajam. Ya, kenikmatan sekejap tanpa disadari terus menggiring luka pada orang-orang terdekat. Dan cinta datang tanpa diduga bersama kekuatannya yang dahsyat.
Lalu saat tua dan penyakit beruntun tiba, maka keluarga inti yang menjadi sentral pertolongan pertama untuk membantu dan merawatnya. Yang lain, mereka yang pernah menjadi kekasih terselubung, lenyap tanpa bekas, sebab bila hal itu sudah menyangkut biaya dan perhatian penuh, mereka ogah terlibat. Seperti yang kerap terjadi, ketika tergolek lemah di atas pembaringan, maka sang istri pertama dan sah dinikahi, menjadi tempat untuk berlindung.
Begitulah drama kehidupan dari euforia sesaat ketika naluri dan hasrat libido tak bisa termanage dengan baik. Kesetiaan yang menjadi sumpah di ranah pernikahan, bias. Saat perundungan tentang segala sakit-penyakit tiba, kambali ke rumah, mencari sang kekasih lama yang pernah terlupakan yaitu istri sah dan para anak.
Menjadi setia memang perlu pertahanan kuat dari godaan panca indra tubuh kedagingan itu sendiri. Pilihan itu memang berat, dan penentuan rasa untuk selalu berada di ranah kesetiaan, kerap terpolusi oleh kehendak yang muncul dari diri sendiri dan keputusan untuk menolaknya itu ada di tangan Anda juga saya.
Maka beruntunglah mereka sebelum penyakit datang menggerogoti, tubuh terkapar tak berdaya, telah pulang ke dalam pelukan keluarga inti. Sebab percuma tatkala nama besar dipuja seribu atau seabad, namun proses yang terjadi sebelumnya barkalang derita, sakit-penyakit dan kepapaan hidup yang tak berkesudahan.
Sekian, sehat selalu, mari mengolah kata, selamat Siang…
Fanny Jonathan Poyk