Foto : Ann Ros/Pixabay
Saat ada kepentingan mau diperebutkan dan didapatkan, segala cara bisa digunakan. Termasuk dalam kegiatan even olahraga sepakbola. Aturan memang ada dan semua diandalkan berlaku karena dipatuhi segenap pihak.
Maka, ketika aturan dilanggar demi mencapai kepentingan pribadi atau kelompok, hasilnya justru bukan keuntungan tetapi masalah, bahkan tragedi kemanusiaan. Kasus lapangan Kanjuruhan menjadi fakta tragedi memilukan, lalu aneka pelajaran bisa diambil. Para korban dan keluarga alami perih pedih lara duka, yang lain bersilat loda cari selamat dan pihak berwenang sedang menangani masalahnya. Lalu, saya tuliskan refleksi itu dalam sajak:
Ketika Jari Telunjuk Bermain Sepak Bola
Ratusan nyawa hilang
mereka meninggal tragis
Ada yang luka patah
Air mata terus mengalir
duka lara derita keluarga
atas tragedi kemanusiaan
Putra-putri nya menjadi korban
dalam kasus Stadion Kanjuruhan
Pertandingan olahraga sepakbola
antara Arema vs Persebaya
Sedih, prihatin, turut berduka
Ketika tragedi kemanusiaan terjadi
Saat korban meregang nyawa
Ketika keluarga sedang berduka
Semua reaksi tumpah ruah:
Ucapan belasungkawa dan doa
Ada yang melayat berdukacita
Ada yang membantu pengobatan
Banyak yang komentar prihatin
Banyak ungkapan solidaritas insani
Namun,…
Tidak sedikit yang miris
mulai mainkan ‘jurus telunjuk’
untuk aneka kepentingannya
Mengadili dan mempersalahakan
Merasa berhak menuding sesama
dengan aneka alasan konyol
asal selera bisa diluapkan
Mempublikasi kata dan gambar
untuk benarkan pendapatnya
lalu mempersalahkan orang lain
“Masalah ditambah dengan masalah”
Jurus ‘jari tunjuk’ terjadi
Jari bermain sepakbola
Bola yang bulat besar
dibanding jari tunjuk tanganku
Jari tunjuk menuding sesama
Tiga jari lain pun arah padaku
Jempol menekan tiga jari
Jari tunjuk tegas menuding
Ternyata….
Jari tunjuk itu punya ku
Tiga jari arah pada ku
Jempol pun itu milik ku
diperintah otak pikiran ku
didorong emosi perasaan ku
dari hati nurani jiwa ku
Maka….
semuanya demi aku ini
saat berpendapat demi aku
Padahal…
saya tidak tahu persoalan
saya juga tak hadir disana
saya tidak paham perkara
Saya asal bicara saja
dan hanya menuding sesama
Makanya….
saya bisa bagian masalah
saya bukan untuk solusi
“Siapakah aku di tengah sesama”
Dalam permainan sepakbola
Sudah ada aturan-aturan nya
Bagi para pemainnya
Bagi wasit dan lainnya
Bagi para penonton semua
Bagi segenap pihak pelaksana
juga semua sarana pendukung
Maka,…
ketika terjadi kerusuhan disana
Pasti ada aturan dilanggar
karena pelaku paksakan seleranya
karena jari tunjuk berkuasa
“Asal aku harus puas
Asal kemauanku terpenuhi
Asal aku yang benar
Asal aku yang menang
Aku…. Aku.. Aku…
Olahraga sepakbola
memakai jurus jari tunjuk
Jari telunjuk bermain bola”
Jurus “Jari Tunjuk”
ternyata sering terjadi lagi
bahkan sekarang makin marak
Tidak hanya di lapangan bola
Tetapi
dalam berbagai momen persoalan
Entah relasi dua pribadi
Entah dalam satu keluarga
Entah dalam adat budaya
Entah dalam urusan ekonomi
Entah dalam urusan politik
Entah relasi sosial masyarakat
Bahkan
dalam lingkungan hidup beragama
antara para pemilik iman
dan yang mengaku Agamawan
“Pokoknya….
saya dan atau kelompok ku
itulah baik benar berhak
Sesuai jurus jari tunjuk”
Sampai kapan seperti ini
Mengapa jurus jari tunjuk
Masih adakah “ke-kita-an” itu
Masih perlukah persaudaraan sesama
Dimanakah semua hukum kita
Masikah ada nilai kemanusiaan
Benarkah iman dan taqwa pribadi
di antara sesama
di hadapan Sang Maha Melihat ?
Setiap pribadi berhak memilih
“jari tunjuk dan mengepal tinju
Atau
membuka telapak tangan
salaman dan berjabat tangan
“Kita sesama saudara
Kita saling membutuhkan
Kita saling melengkapi
Maka
perlu saling menghormati
perlu menjaga kehidupan ini”
Menelisik Tragedi Lapangan Kanjuruhan – Menulis Kehidupan 319