Foto : Joseph Redfield Nino/Pixabay
Teriakan, seruan, jeritan “Ami Noran… Kami Ada” terjadi saat ada bencana, khususnya ketika ada bencana gempa. Ini ekspresi yang diwariskan dalam komunitas adat budaya masyarakat Krowe, di Kabupaten Sikka. Jeritan itu disertai dengan memukul piring, lonceng, atau memukul binatang agar berteriak. Ada satu keyakinan bahwa Sang Pemilik bumi dan alam semesta akan mendengar, lalu menghentikan guncangan gempa. Alasannya, ada pihak tertentu melaporkan kepada penguasa bumi, bahwa tidak ada lagi manusia yang hidup, maka bumi bisa dihancurkan. Hari ini, 12-12-2022, diperingati 30 tahun gempa dan tsunami Flores, 12-12-1992.
Kesadaran dan ungkapan hakiki “ke-kami-an”, baru dikumandangkan ketika ada ancaman atas kehidupan. Sedangkan dalam suasana nyaman, maka ungkapan “aku, saya, kau, dia, kamu, mereka” yang paling nampak diutamakan. Hakekat kodrati dimensi sosial, “adanya setiap pribadi itu dari yang lain, untuk yang lain dan bersama yang lain ” baru disadari kemutlakkannya ketika hidup terancam. Sebaliknya, ketika hidup nyaman, yang lebih diutamakan adalah individualitas dan kepentingan egois. Homo homini lupus – manusia menjadi serigala bagi yang lain versus Homo homini socius – manusia menjadi kawan bagi sesama.
Membuat keseimbangan antara yang individual dan sosial memang tidak mudah. Sepanjang zaman, sepertinya jauh lebih menonjol “keakuan” dan azas manfaat individual dan kelompok. Maka, pertarungannya adalah upaya memanfaatkan dan mengeksploitasi yang lain. Jika yang lain itu menghalangi kepentingan diri dan kelompok, maka bisa bahkan harus disingkirkan dan dihancurkan dengan aneka cara. Sementara, ada yang begitu bersemangat mengobarkan prinsip nilai humanistik universal, dengan pentingnya kolaborasi, berjaringan, komitmen saling berbagi secara adil, dan mutlaknya relasi harmonis.
Kemajuan iptek dan sarana digital Milenial, dan meledaknya populasi manusia di bumi yang terbatas sumber daya alamnya, terus menggugat manusia untuk melakukan pilihan dan keputusan cerdas serta bijak. Mau memilih yang instan dan halalkan segala cara demi kenikmatan individu, atau mau memilih yang berkelanjutan dan bermanfaat bersama bagi kelangsungan hidup. Inilah perjuangan sepanjang hidup di bumi.
Prinsip dan nilai hakiki eksistensi manusia, justru mengharuskan dimensi sosial – “ke-kami-an” dengan keunikan setiap individu. Bahkan perbedaan dan keunikan individu menjadi kekuatan untuk ke-kami-an, untuk “Ami Noran – kami ada”. ” Diversity ia power for a better life in this one world ” . Ada ungkapan dari Afrika yang menegaskan prinsip hakiki ini, ” Obonato, aku ada karena kita ada “ – Ami Noran. Ami Noran, semestinya bukan saja saat bencana gempa, tetapi terutama dalam kehidupan normal setiap hari.
Simply da Flores
Harmony Institute