Foto : No Name_13/Pixabay
Tidak semua orang merayakan hari ulang tahunnya. Ada yang tidak peduli karena merasa tidak penting. Ada yang membiasakan karena sejak kecil dirayakan dalam keluarganya. Ada yang baru merayakan HUT, setelah ada di lingkungan lain; misalnya sekolah, tempat kerja, komunitas budaya lain atau lingkungan keagamaan dan juga tempat kerja.
Dalam perayaan Ulang Tahun itu juga, ada perbedaan makna. Bagi yang berhari ulang tahun, berbeda makna dengan pihak yang ikut merayakannya. Ada kaitan tentang relasi dan kepentingan, antara pribadi bersangkutan dengan pihak di luar dirinya. Jadi, bukan soal kue ulang tahun, warna-warni pesta atau atribut perayaan dan ucapan selamat.
Salah satu hal yang pernah saya alami dan juga disharingkan seorang teman seniman, bahwa saat ulang tahun, baginya hanya ada dua kata: terimakasih dan syukur. Ungkapan terimakasih kepada orangtua dan sesama yang terlibat dalam kehidupan. Lalu, doa syukur kepada Sang Pemberi hidup dan Pemilik waktu. Saya teringat sajak yang pernah kutulis untuk teman yang berulang tahun dengan judul:
Aku Tak Cukup Kata
Saat ini…
Kedua telapak kaki
berdiri di atas waktu
dalam sunyi
mengingat hari jadi lahirku
O Ema Tana Ekan
O Ibu Bumi Pertiwi
Hari ini
menadahkan jemari tangan ke langit
kedua mata menatap diam
hembuskan nafas membaca angka
Menyadari bertambah umurku
O, Bapa Lera Wulan
O, Bapa Langit Angkasa
Aku tak cukup kata
untuk waktuMu
O Ema Tana Ekan
Aku kehabisan suara
untuk nafasMu
O Bapa Lera Wulan
Diam….
MemelukMu, Ibu Bumi
Hening …
MenatapMu, Bapa Langit
Hanya Terimakasihku
seribu rindu
Hanya Syukurku
sejuta doa damba
Umurku
Nafasku
Jiwa ragaku
Semua milikMu
Memaknai Pengabdian Patriotik ABRI – NKRI – Menulis Kehidupan 324






