Menulis Kehidupan- 145, Belajar dari Sang Pemulung

Setelah lelah ngamen di bis, saya mampir ke Warung Tegal langganan untuk makan pagi, siang dan malam. Hari sudah soreh, adzan magrib berkumandang.

Saat makan, saya bersebelahan dengan Abang Pemulung. Sama nasibnya, makan ini digabung untuk pagi, siang dan malam. Lalu, ngopi sambil bercerita. Saya menghitung uang hasil ngamen, untuk membayar makan minum. Sang pemulung pun demikian, lalu kami berpisah di bawah gemerlap lampu metropolitan. Dari obrolan berdua, kutuliskan sajak : Sampah itu Rezeki Kami

Sudah berhari-hari
bulanan dan tahunan
Memulung jadi melodi hidupnya
Alat musiknya sebatang besi runcing seperti kail
dan bakul besar jadi drum
Melodi musik kehidupan
lagunya adalah rezeki sampah

“Sejak sebelum subuh
saya datangi tempat sampah keluarga, kantor dan gedung-gedung
Sering berkelana sepanjang malam agar tidak terpanggang panas dan asap debu metropolitan
Lalu siangnya istirahat atau ke tempat pembuangan akhir sampah
Ada ladang rezeki disana

Ada sampah plastik, kardus, kaleng dan beling
Sampah itu rezekiku
saya bisa sewa pondok
sekolahkan anak hingga kuliah
di kampung ada sawah dan ladang
ada ternak itik dan kambing
juga kolam ikan lele
Semua bisa kumiliki
dari hasil rezeki sampah”

Sambil memetik gitar
mengagumi melodi kehidupan dan lagu sang pemulung
Kunyanyikan laguku
lagu kelana pengamen
melodi musyafir pemusik
sehari-hari di atas bis

“Dengar… Lagu kami
Anak-anak negeri
Lihat… Nasib kami
Putra-putri bangsa
Yang merana didera derita
yang tak bertepi
Yang merintih dirundung lara nestapa

Kemana lagi kami harus mengadu
Dimana lagi kami harus mencari
Sampai kapankah
balada ini berakhir

Hanya ombak gelombang
yang mungkin mendengar
Hanya angin dan taufan
yang mungkin peduli
Balada anak-anak negeri”

Gadgetku terus berbunyi
ada tanda masuk pesan
Ketika kubaca aneka pesan
ada yang aneh menggelitik
Di negeri paman Sam
sedang ada pertikaian
kelompok pro aborsi
melakukan berbagai aksi
termasuk melakukan tindak anarki
kepada para hakim dan kelompok agama yang menolak rencana aturan aborsi

Aneh tapi nyata
Di sini…
Sang Pemulung
mensyukuri sampah sebagai rezeki kehidupan
Di sana…
jabang bayi kehidupan dijadikan sampah
Manusia paksakan pembunuhan janin sebagai kebenaran dan keagungan
Pembuahan sel sperma dan sel telur dalam kandungan ibu
hasil perkawinan pasangan manusia
dianggap sampah dan dibuang dari rahim
lalu memaksa negara melegalkan dengan aturan
demi selera dan hak individu katanya

Di negara maju katanya
ada kelompok manusia
yang yakin dan membenarkan
Membunuh janin adalah hak
Janin dalam kandungan seperti sampah
Dan
demi hak dan kebebasan itu
berbagai aksi anarkis dilakukan
memaksa keyakinan diri dan kelompok
Janin, bayi kehidupan
diperlakukan seperti sampah

Mungkin inilah zaman edan
Di sana…
hidup manusia jadi sampah
Di sini…
sampah jadi rezeki kehidupan
Jangan-jangan
Aksi aborsi di Amerika
hanya puncak gunung es
dari kebiasaan aborsi
yang terjadi di seluruh dunia
dalam sejarah manusia
dengan aneka alasan
dilakukan diam-diam
dan terus terjadi…..

Simply da Flores Harmony Institute