Seide.id – Selama tinggal di Kota Big Apple selama lebih dari 20 bulan, setiap kali menuju stasiun metro dan pulang ke rumah, pastilah saya mesti berjalanmenyusuri trotoar.
Saat itulah saya selalu dibuat takjub mengamati sikap para pengendara mobil. (Disana nyaris tak ada sepeda motor yang lalu lalang di jalan raya. Kalaupun ada pasti bisa dihitung dengan jari, itu pun moge atau sepeda motor tanpa mesin yang umumnya digunakan para pengantar makanan pesanan).
Ada tidak ada polisi maupun trafific light, para pengendara akan dengan sendirinya berhenti begitu roda mobilnya hamper menyentuh garis-garis putih zebra cross. Betul-betul berhenti meski sebelumnya lumayan ngebut.
Awalnya, saya pikir “sikap manis” mereka pastilah sebatas basa basi pergaulan yang memang sudah dibiasakan sejak kecil. Nyatanya bukan sebatas pemanis, melainkan sebuah bentuk kedisiplinan yang sudah terinternalisasi dalam diri mereka.
Bayangkan, mobil-mobil mereka umumnya merupakan mobil-mobil mewah seri terbaru produk fabrikan lokal atau Eropa. Digeber pada kecepatan tinggi tentu bukan masalah. Akan tetapi begitu mendekati perempatan di setiap blok,mereka otomatis berhenti dengan sendirinya lho!
Yaitu tadi, ada atau tidak ada polisi maupun ada atau tidak ada orang yang akan menyebrang. Bahkan kalau dilihatnya ada orang yang akan menyebrang dan roda kendaraan terlanjur menggilas garis zebra cross, mereka sigap memundurkan kendaraannya agar si penyebrang leluasa melintas.
Tentu saja sambil melempar senyum dan melambaikan tangan sebagai kode memberi kesempatan. Nyaris tak terdengar klakson yang memekakkan telinga lantaran pengendara tak sabar menunggu penyebrang jalan melintas.
Saya jadi bertanya-tanya apa ya yang membuat mereka sedemikian patuhpada segala peraturan? Bisa jadi karena sanksi yang bakal mereka terima cukup berat saat melakukan pelanggaran.
Sanksi berupa denda uang yang tidak sedikit. Contohnya, melanggar aturan parkir, semisal jarak mobil terlalu dekat dengan hidran air, bisa-bisa kena denda tilang ratusan dolar.
Bukan hanya itu. Nama pelanggar pun akan terekam dalam “daftar hitam”. Jika di lain waktu tercatat lagi-lagi melakukan pelanggaran, SIM yang bersangkutan akan langsung dicabut.
Padahal di sana untuk mendapatkan SIM sangat tidak mudah.
Di kawasan sekolah dan rumah sakit, bahkan biasanya terpampang peringatan bahwa sanksi hokum berlaku 2 kali lipat.
Contohnya pelanggaran terhadap batas kecepatan maksimal. Tentu saja semakin berat bentuk pelanggarannya dan membahayakan keselamatan banyak orang, sanksi hukuman yang dijatuhkan pun akan semakin berat.
Tidak tanggung-tanggung, siapa pun akan masuk bui jika terbukti mengendarai kendaraan di bawah pengaruh alkohol.
Barangkali ketegasan sikap semacam ini dari instansi dan petugas terkait bisa diterapkan di negeri kita guna menumbuhkan efek jera.
(Puspa)