Menyadari Keterbatasanku di tengah Semesta, Menulis Kehidupan – 153

Relasi ketergantungan mutlak pada alam semesta, tidak selalu disadari, dipahami, serta mendorong kemauan berterimakasih dan bersyukur kepada Sang Pencipta.

Merenungkan kebesaran dan kasih sayang Allah dalam alam semesta demi kehidupan kita manusia, saya tuliskan dalam sajak: Aku Miniatur Alam Semesta

Hutan belantara kujunjung
Ada pepohonan, padang rumput menyebar di badanku
Tumpukan batu di mulutku
Ada mata air, rawa dan sungai
Ada udara, sampah dan aneka material memenuhi ragaku
Juga sejumlah makluk seperti bakteri, cacing dan binatang liar serta kebun binatang di bibir dan lidahku

Seorang rahib pertapa
menyebut matahari sebagai saudaranya
katakan bulan itu sebagai saudarinya
juga kepada unsur alam lainnya
Para leluhurku
mengatakan bumi ini Ibu
menyebut Matahari Bulan itu adalah Bapa
dan seluruh unsur alam saudara-saudari
Alkitab mengajarkan
manusia tercipta dari debu tanah setelah alam semesta terbuat
agar manusia dapat menjalankan kehidupan

Fakta kehidupanku
saya mutlak tergantung dari alam lingkungan di jagat raya ini
Kaki pijakanku di tanah
Bernafas dari udara
Makan minum dari alam
Aneka peralatan dibuat dari alam juga
Tanpa alam lingkungan,
aku dan sesama mati
Bahkan
mati pun kembali ke tanah
Tetapi tanpa manusia
alam masih tetap ada

Ampun dan maafku
padamu alam lingkungan
padamu isi jagat semesta
karena jarang aku sadari
bahkan hanya untuk berterimakasih
Malahan
lebih sering membuat sampah dan merusak alam lingkungan

Syukur kepadaMu
Ya Sang Maha Pencipta
ternyata saya bagian kecil dari alam semesta
Keagungan dan misteri ciptaanMu
Aku yang sering sombong dan lupa diri
Aku yang jarang berterimakasih dan bersyukur
sekarang sujud mohon ampunMu
Terpujilah keagunganMu
dalam pribadi kami manusia
dalam segenap alam semesta