Seide.id – Merujuk pada dinamika Pilpres 2024 yang dirasakan berwarna berbeda dibandingkan penyelenggaraan Pilpres sebelum-belumnya. Dimana dirasakan menjadi berbeda akibat terpicu oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tentang persyaratan Capres dan Cawapres yang telah dianggap kontroversial, sehingga terbentuknya MKMK dengan putusan Mahkamah Kehormatan MK terhadap Putusan MK tersebut yang pada akhirnya mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Maka kemudian menjadi wajar jika publik, menjadi sangat curiga akan masih adanya netralitas dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024. Dimana publik juga menyaksikan perihal adanya tindakan pencopotan dan pemasangan kandidat baliho Kampanye Presidential, penggalangan massa perangkat desa yang semestinya tidak dilakukan selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) dan adanya indikasi tindakan intimidasi terhadap jurnalis pemberitaan maupun penggiat medsos. Dimana Megawati, selaku Ketua Umum PDI-P dengan berapi-api dihadapan rakernas Relawan Ganjar Mahfud, menyatakan bahwa proses penyelenggaraan Pemilu 2024 seperti tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Orba yang penuh tindakan represif dan kolusi, nepotisme.
Dan sekarang ini suasana yang memanas menjadi semakin bergolak, dengan adanya putusan KPU mengenai perubahan format “Debat Capres-Cawapres 2024” oleh KPU, dan menjadi sorotan publik yaitu format debat Calon Wakil Presiden telah dianggap ditiadakan, dikarenakan dibolehkannya Calon Presiden mendampingi dan membantu Calon Wakil Presiden dalam perdebatan. Sehingga diduga akan menguntungkan salah satu kandidat kontestan Pilpres 2024.
Dengan demikian adanya perubahan format debat Calon Wakil Presiden seakan “debat khusus” cawapres seperti ditiadakan. Menjadi soal baru lagi karena keputusan tersebut, maka persepsi publik bila tak mau dikatakan tudingan atas adanya aroma keberpihakan lembaga penyelenggara pemilu, yaitu KPU.
Bagaimana pun juga “debat khusus cawapres” dalam artian sesungguhnya, termasuk agenda yang penting dalam Pilpres, dan merupakan posisi strategis cawapres dalam sistem presidensial, dimana wakil presiden akan secara otomatis menjadi pengganti presiden apabila berhalangan tetap.
Maka publik mempertanyakan perubahan format debat Capres-Cawapres 2024, yaitu memberikan jalan kepada Capres dapat membantu Cawapres dalam perdebatan. Padahal adanya gagasan maupun pemikiran cawapres sungguh patut didengar, dalam rangka membangun tradisi yang baik dalam demokrasi prosedural kita.
Dalam agenda proses Pilpres di negara Amerika (AS) yang kerap menjadi rujukan dalam menjalankan demokrasi, ada proses “debat khusus cawapres” dan ini menjadi agenda yang selalu ditunggu rakyat negara Amerika, terlihat rakyat Amerika sungguh sedemikian antusias menyaksikan perdebatan cawapres yang disiarkan langsung dari University of Utah di Salt Lake City, Utah, pada 7 Oktober 2020.
Dimana terlihat saat itu, cawapres dari Partai Republik Mike Pence berdebat sangat keras, saling beradu argumen dengan cawapres dari Partai Demokrat Kamala Harris yang dimoderatori oleh jurnalis USA Today, Susan Page. Telah menunjukan betapa cawapres sungguh bukan saja pelengkap atau pendulum elektoral semata, dan posisi Wakil Presiden tidak sekedar “Ban Serep” kekuasaan dalam sistem Presidential yang juga berlaku di Indonesia.
Adanya keberadaan “debat khusus cawapres” dalam agenda proses Pilpres, para kandidat cawapres saling mengkritisi program maupun kebijakan “lawan”. Sehingga dengan demikian publik merasa bahwa apa yang diperdebatkan memang berguna bagi kehidupan mereka.
Debat Khusus Cawapres tidak saja berisi, namun sungguh penting untuk mempengaruhi preferensi politik. Dimana debat Cawapres, diselenggarakan menyusul acara Debat Khusus Capres, yang berdebat mengenai soal-soal substansial. Mereka saling menunjukkan polarisasi visi misi dan program, dengan tetap disampaikan secara elegan, dan tidak ada serangan terhadap pribadi (ad hominem), dengan cara penyampaiannya sangat terlatih.
Dan ini merupakan tradisi baik yang sebenarnya juga telah diduplikasi di Indonesia dalam Pilpres yang diselenggarakan sebelumnya, juga yang lalu. Dimana publik sedemikian bersemangat menyaksikan perdebatan antara Cawapres Sandiaga Uno melawan Cawapres Maruf Amin dan membuat penambahan perolehan suara terhadap Capresnya yaitu Jokowi.
Maka sungguh sangat disayangkan sekali dengan perubahan format Debat Khusus Cawapres dalam agenda Pilpres 2024 mengijinkan intervensi Capres dalam perdebatan. Sehingga dengan demikian, tradisi debat Capres-Cawapres yang bagus, menjadi kehilangan momentum penting dari keseluruhan proses penyelenggaraan Pilpres 2024.
Dalam hal ini Partai Perindo bersama seluruh rakyat Indonesia sangat berharap, akan adanya revisi terhadap putusan KPU mengenai format debat Capres-Cawapres 2024 untuk kemudian disetujui bersama oleh keseluruhan kandidat yang maju dalam Pilpres 2024 secara musyawarah dan penuh rasa kekeluargaan satu sama lain, demi terwujudnya alam demokrasi yang sempurna menyongsong Indonesia Emas 2045. Serta menjadi sarana legacy terindah bagi generasi penerus perjuangan negara dan bangsa Indonesia.
Penulis: Jeannie Latumahina.
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Perindo