Menyoal Konflik Pribumi dan Pendatang

Wajah Fahmi Alkatiri, warga turunan Arab yang melecehkan warga Indonesia di akun twitternya. Foto netizen.

Oleh DIMAS SUPRIYANTO

APAKAH masih relevan menyebut pembedaan dan pemisahan juga konflik pribumi dan pendatang di hari ini ? Bagi saya sangat bergantung konteks perdebatan dan kebutuhan.

Secara antropologis rasanya kita semua pendatang di negeri Nusantara kita ini. Pelajaran sejarah di sekolah menuturkan, ribuan tahun lalu – menyebut, nenek moyang kita datang dari Yunan, daratan di China Selatan – kini Taiwan. Tampang dan perawakan kita sama dengan orang Thailand, Filipina dan Vietnam.

Dengan semangat keIndonesiaan dan persatuan, khususnya sejak era Sumpah Pemuda 1928 – kita semua adalah Indonesia. Kita semua adalah pendatang sekaligus pribumi.

Namun, di luar sana, ada kelompok orang yang membuat jarak, sengaja memisahkan diri, membedakan kita, dan merasa diri lebih tinggi. Lebih mulia. Dan memandang masyarakat kita dengan sikap merendahkan.

Dunia maya khususnya, di negeri Twitter alias Twitterland, sedang dihebohkan oleh cuitan sangat kurang ajar dari keturunan Arab yang melecehkan kita kaum pribumi. Bahasanya sangat kasar dan kotor sehingga saya tak sampai hati untuk mengutipnya. Tapi kalau anda ke mesin pencari Google mengetik namanya : ‘Fahmi Alkatiri’ dan ‘Fahmi Herbal’, maka Anda akan mendapatkannya.

Itu bukan cuitan biasa. Itu menunjukkan dunia batin dan watak serta prasangka ya selama ini melekat di benaknya, keluarganya, masyarakat etniknya. Bahwa mereka berasal dari keturunan nenek moyang yang mulia sebagai ras Arab yang mancung dan berbeda dari kita orang Indonesia asli yang berhidung pesek dan ratusan dan ribuan tahun menghuni bumi Nusantara ini.

Bahwa nenek moyangnya yang mancung lah yang membuat kita beradab dan tanpa mereka kita tinggal di hutan.

Sebagai orang Indonesia keturunan Jawa yang memuliakan budaya Jawa Kuna saya ingin mempertegas, bahwa Jawa sudah punya peradaban dan Adiluhung – bahkan punya kerajaan – sebelum orang orang Arab dan Islam datang. Orang Jawa sudah punya agama dan laku spiritual sendiri.

Dari sumber sejarah mana pun dikutipnya, kita tidak pernah mengundang mereka datang, melainkan mereka, orang orang Arab dari Yaman dan Hadramaut itu – yang mendatangi kita. Mereka berdagang dan menyebarkan agama dan kita sambut dengan ramah dan terbuka. Lalu kawin mawin dengan pribumi dan jadi seperti sekarang. Boleh jadi dalam diri saya juga ada tetesan darah mereka juga. Saya tidak tahu.

Selanjutnya, kerjaaan wayang dan gamelan

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.