Di Tanah Jawa sudah ada kerajaan kerajaan sejak abad lima, yakni tahun 598 – 747 Masehi di Cirebon, bernama kerajaaan Indrarastha berlanjut dengan kerajaan Galuh, Pajajaran, Kerajaan Kalingga yang diperintah Ratu Shima (674 M) dan Medang Kamulan di Jawa Tengah sejak abad ke-6, juga Mataram Budha. Di Jawa timur ada Jenggala, Kahuripan, Kediri, Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Semua sudah menjadi nama jalan yang artinya valid secara kesejarahan.
Di Tanah Jawa sudah berdiri Candi Borobudur dan Prambanan serta candi candi lain – cermin peradaban tinggi, sebelum mereka datang. Kompleksitas bangunan dan arsitektur candi yang begitu rumit dan rinci akan menjelaskan itu produk peradaban masyarakat yang sudah maju. Sangat maju. Dan tak sama dengan candi di negeri lain. Dengan Angkor Watt di negeri Kamboja, misalnya.
Tanah Jawa sudah punya gamelan dan keris, instrumen musik dari logam dan senjata khas yang menunjukan orang Jawa punya ilmu metalurgi kelas dunia – ketika di seluruh bumi membuat alat musik dari pepohonan dan kulit binatang.
Kita sudah punya wayang, yang dijadikan media ajaran moral yang juga menunjukkan peradaban yang sangat maju – yang membedakan kita dari bangsa dunia lain. Meski mengambil kisah Ramayana dan Maha Barata. Namun pada proses pengembangannya banyak cerita lokal menjadi kreasi baru yang berbeda dengan sumber asalnya.
Hindu Bali sudah berbeda dengan Hindu India. Kerajaan Sriwijaya di Palembang pernah menjadi pusat pengajaran Budha di seluruh dunia, sebelum kembali ke Tibet kini.
Candi, gamelan dan keris genuine produk orang Jawa dan Nusantara. Bukan Arab, India atau China.
Jelas menyebut Arab yang menjadikan kita warga yang beradab keliru besar. Mereka masih jadi bangsa nomaden ketika di Tanah Jawa sudah punya kerajaan Singasari dan Majapahit. Bahkan sebelum pasukan China dan pedagang Arab berdatangan.
Namun sejarah bangsa kita terus dimanipulasi. Khususnya oleh golongan mereka.
Sejak 1980an, penyebar paham Salafi dan Wahabi giat menghapus sejarah lokal. Memperkenalkan dan memaksakan jilbab, jenggot, celana cingkrang ala jazirah gurun pasir kepada warga Nusantara sehingga sebagian bangsa Indonesia makin keArab-araban kini.
Mereka membenci budaya warisan dan produk akulturasi kita dengan China dan India dengan menyebut sebagai bidah, kafir dan sesat . Giat menistakan dan menghapus budaya asli Nusantara. Hanya dengan meniru Arab yang dilestarikan karena dianggap akan selamat dunia akhirat.
Sementara di Arab modern sendiri makin kebarat baratan sebagaimana warga terdidik di sini, sama dengan peradaban global.
Selanjutnya , menghapus budaya lokal