Anak adalah buah cinta dan sumber kebahagiaan orangtua. Juga sebagai mutiara keluarga yang sangat berharga. Apa artinya pernikahan, jika tidak dikaruniai anak?
Orang yang berumah tangga, tentu mendambakan kehadiran anak. Sebagai penerus trah; keturunan. Rumah tangga tanpa anak itu ibarat sayur tanpa garam alias hambar.
Kenyataannya, kehadiran anak itu sering kali tidak semulus yang diharapkan oleh banyak orang. Ada pasangan yang mudah diberi momongan, tapi ada juga pasangan yang sulit. Seperti pasangan A&B yang belum dikaruniai anak, meski menikah sudah lebih dari 10 tahun.
Sulit memperoleh keturunan tidak membuat kita putus asa. Kita tidak menyerah, selain berusaha, berikhtiar, dan berpasrah. Sebab kita yakin seyakinnya, memperoleh momongan itu sekadar menunggu waktu. Karena dokter telah memastikan, bahwa kita adalah pasangan yang sehat
Banyak saran dari famili, teman, atau sahabat agar kita menjauhi stres, tidak banyak pikiran tapi perbanyak makan daging, pergi berlibur, dan seterusnya. Anehnya, belum juga ada tanda-tanda kehamilan dari istri, B.
Kita juga didesak oleh famili agar mengambil anak dari kerabat dekat. Tujuannya sebagai pancingan agar B segera hamil, dan mempunyai momongan. Dengan halus saran itu kita tolak, karena kita ingin santai dan bebas.
Begitu pula agar kita mengunakan program bayi tabung, saran itu juga kita tolak. Alasannya, agar semua proses itu alami. Karena kita percaya, Allah mempunyai rencana terindah untuk umatnya.
“Mas, apa yang kita lakukan, jika kita tetap tidak dikaruniai anak?” tanya B sambil memeluk A yang tengah menatap langit-langit atas.
“Apa ya…,” gumam A ganti memeluk B. Ia tersenyum, lalu mengalihkan pandang ke wajah B. Senyumnya makin melebar. “Aku ingin pensiun dini, lalu membangun rumah panti untuk anak-anak. Bagaimana menurutmu?”
“Jadi kita langsung punya banyak anak?”
“Ya. Barangkali ini rencana terbaik Tuhan untuk kita jalani.”
“Aku juga ikhlas, mas. Kita tidak bakal lupa, saat rombonganku ketemu rombongan mas di panti,” kata B sumringah.
“Hm, saatnya kita tidur. Masa depan kita dengan banyak anak telah menanti.”
A mengecup kening B dengan lembut, lalu memeluknya mesra. (Mas Redjo)