Foto : Pixabay
Relasi ketergantungan mutlak manusia pada alam semesta adalah fakta kodrati yang tidak bisa dibantah. Bahkan, dalam keyakinan adat budaya dan agama, manusia diciptakan oleh ‘Sang Khalik’ dari alam semesta, dari debu tanah. Maka, manusia secara hakiki bergantung mutlak pada alam, lahir – hidup – mati, di alam ini.
Atas berbagai sikap dan perilaku manusia, yang berasal dari cara pandang dan kreasi pikiran, serta prinsip dan nilai yang dipilih manusia, ternyata ada deretan kasus serius tentang buruknya relasi manusia dengan alam. Lalu, merefleksikan fakta tersebut, saya tuangkan dalam sajak:
Musyawarah Imajiner Makhluk Hidup
Viral di media sosial
Acara Akbar zaman now
dan baru pertama digelar
Diprakarsai pegiat media sosial
Didukung pemilik teknologi informasi
Sebuah zoom meeting semesta
*Musyawarah Makluk Hidup*
Ada perwakilan masing-masing
segenap unsur makluk hidup
Berbicara sampaikan pendapat
demi keutuhan makluk ciptaan
di segenap jagat raya
Manusia mendapat kesempatan pertama
Menyampaikan sambutan pidato
“Kami makluk paling mulia
diberikan kuasa oleh Pencipta
untuk kuasai alam raya
untuk gunakan sesuka hati
demi penuhi segala kebutuhan
Maka bebas lakukan eksploitasi
seluruh ini alam ini
dan menjelajahi angkasa raya
meraih mimpi lintas planet
dengan ilmu dan teknologi
Bahkan
Bebas hancurkan bumi ini
jika tidak sesuai selera
Kami penguasa jagat raya….”
Sang raja hutan bicara
“Saya mewakili binatang hutan
Gajah Harimau Jerapah Unta
Kerbau Bison Babi Rusa
dan semua hewan liar
Kami protes kepada manusia
yang terus membabat hutan
hidup kami terancam punah
lahan makanan jadi sempit
Kami akan serbu beraksi
sesuai hukum rimba..”
Gemuruh suara binatang lain
Berteriak memberikan dukungan
Buaya Komodo maju bicara
diiringi aligator anaconda python
“Kami segenap bangsa reptil
yang hidup di dua alam
Hanya satu pernyataan sikap
Manusia jangan sombong arogan”
Rajawali berpekik
lalu maju bicara lantang
“Udara makin polusi
Hutan terus dibabat
Semua ulah egois manusia”
Giliran Raja Laut bicara
Ikan Paus didampingi Hiu
“Laut samudera tercemar
Perburuan masal terus gencar
Penghuni laut makin hancur
Manusia rakus sombong buas”
Raja Air dan danau bicara
Ikan arwana dan piranha
“Sudah saatnya manusia dimakan…
Sungai danau habis tercemar
Debit air makin berkurang”
Pohon dan lumut maju
mewakili segenap tumbuh-tumbuhan
Lalu berbicara lirih…
“Hanya satu pernyataan kami
Manusia buas egois”
Ada suara lantang bicara
Tapi agak kabur kelihatan
Ternyata perwakilan bakteri virus
“Kami ingatkan kalian semuanya
Meskipun kami kecil tak kelihatan
Tapi kami siap mematikan
Manusia, salam Covid19
Sedang disiapkan yang lain
untuk hadapi kesombonganmu
Kami sudah ada di badanmu”
Dan
suasana peserta hening senyap…
Semakin mencekam keadaan
Saat wakil makluk gaib
pekikan suara-suara seram
“Ingatlah manusia, kalian sudah setengah binatang
kalian sudah dikuasai jin
Cuma fisikmu masih manusia
Nanti semua jadi robot
karena jiwamu mati
pikiranmu sudah penuh nafsu
Kalian lupa harkat martabat
Menjadikan diri Maha Kuasa….
padahal berasal dari tanah
hidup mutlak dari alam”
Tiba-tiba…
Jaringan komputer error
para operator IT ketakutan
Semua sinyal hilang rusak
Musyawarah terpaksa bubar selesai
tanpa ada sebuah keputusan
Dan
pemilik teknologi informasi diam
lalu perintahkan semua jaringan
Agar tidak menyebar berita
tentang kejadian musyawarah ini
sehingga manusia jangan panik
tentang reaksi makluk lain
atas ancaman terhadap kehidupan
Oleh yang rakus tamak egois
Malam makin larut
suasana kampung hening sepi
bola mata lelah menatap
Namun
Jemari terus beraksi
membelai wajah layar gadget
sematkan huruf dan kata
pada lembar halaman imajinasi
Tentang puisi mimpi milenial
dinamika relasi aneka makluk
yang mungkin jadi inspirasi
bagi yang berkenan membaca
diiringi nyanyian musim pancaroba
dan musik digital milenial
“Siapakah aku di tengah makluk hidup yang lain
Apakah manusia bisa hidup tanpa alam semesta ini?”