Oleh: Y.P.B.Wiratmoko
Setiap orang menginginkan kebahagiaan di dalam hidupnya. Menginginkan kebahagiaan itu baik, apalagi jika kita dapat mencapainya.
Menginginkan dan mencapai kebahagiaan, dua-duanya baik, tapi persoalannya, bagaimana cara mencapainya?
Kebahagiaan itu seperti makanan yang enak dan lezat. Untuk merasakan makanan itu, kita harus bekerja. Kita lalu mengolah, makan, dan menikmatinya.
Begitu pula kebahagiaan hidup. Kita merasakan hidup bahagia, tiada henti terus berjuang dan berusaha, sehingga batin kita terpuaskan oleh apa yang kita rasakan dan nikmati.
Kebahagiaan hidup itu terus bergulir sepanjang waktu menurut kebutuhan. Hari ini kita mengatakan, “Ini sesuatu yang membahagiakan hidupku”, tapi suatu saat nanti kebahagiaan yang kita alami kadarnya berbeda, dan meningkat. Kita sendiri yang mampu mengukur dan merasakannya. Ibarat orang ingin minum, kadar hausnya berbeda-beda. Makin haus orang itu minum, makin banyak untuk memuaskan dahaga dan merasakan kesegaran airnya yang melimpah.
Berbuat baik dalam hidup keseharian itu seperti air minum yang kita rasakan, mengalir dan membasahi kerongkongan kita. Dalam hal ini, kita akan mengetahui dan merasakan aliran air yang segar itu masuk ke dalam tubuh kita.
Ya, air itu mengalir, dan mengalir. Karena sesungguhnya hidup ini mengalir. Ibarat air yang mengalir dari sumber mata air menuju lautan luas.
Melalui liku-liku perjuangan dan waktu, kebahagiaan itu menyatu di lautan kehidupan yang luas dan dalam untuk kita rasakan.
Sesungguhnya, untuk hidup bahagia itu sederhana. Ketika kita mencermati kejadian alam tentang air yang mengalir ini. Seperti air laut yang tampak tenang itu, padahal air bergerak tiada henti, dari satu titik ke titik yang lain.
Milikilah hati seperti laut. Laut yang menempati posisi rendah. Karena air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah.
Ketika kita makin mampu bertolak ke tempat yang lebih dalam, kita bakal peroleh banyak ikan. Ikan-ikan itu adalah kebahagiaan yang bakal kita tangkap dan nikmati.
Memiliki hati seperti laut, sama seperti kita memiliki kerendahan hati dalam hidup ini.
Dengan berbagi, dan terus berbagi ikhlas pada sesama, kita mengisi hati kita dari sumber kerendahan hati.
Dengan cara seperti itu, kita mampu menyelam di laut kehidupan bagai ikan yang bebas berenang tanpa hambatan. Ini pun bukan sebuah kebebasan yang sebebas-bebasnya, karena sewaktu-waktu takdir bisa menghampiri hidup kita. Jika kita dalam posisi seperti ikan yang kecil, bisa saja jadi makanan ikan yang besar.
Kita juga bisa selamat karena tidak diserang oleh ikan yang terlalu besar karena dianggap tidak terlalu berguna bagi mereka.
Sebaliknya, jika kita akan jadi ikan yang besar bisa makan ikan yang kecil-kecil, tetapi ingatlah pada suatu saat, takdir pun bisa membenturkan ikan besar pada sebuah batu karang yang keras atau bahkan terhempas jauh ke bibir pantai, karena dahsyatnya gelombang air laut itu.
Begitulah gambaran kebahagiaan sederhana hidup mengalir seperti air, bukan seperti ikan-ikan yang hidup bebas di laut. Itu pun terbatas. Ikan-ikan, baik yang kecil maupun yang besar mereka akan berhenti makan di dalam lautan dan hanya berenang menyelam menikmati kegembiraan hidupnya manakala perutnya sudah kenyang.
Hidup Terkurung oleh Takdir.
Meskipun demikian kita harus tetap waspada dan berjaga-jaga. Kita harus selalu berbuat baik. Ini adalah usaha yang baik. Manusia hanya mampu berusaha sebaik mungkin, namun Tuhan yang menentukan.
Kita menginginkan kebaikan? Bagikan sebagian kebaikan kita kepada orang lain.
Kita bisa membawa biskuit atau roti untuk seorang teman atau tetangga. Jika kita sudah mengerti dan menginginkan suatu kebahagiaan di dalam hidup ini maka milikilah hati yang penuh dengan kebajikan dan kebaikan.
Ngawi, 21 Agustus 2022
Foto : J W/ Unsplash
Tahun 2021, Indonesia Miliki 289 Warisan Budaya Takbenda (WBTb)