Seide.id – (Materi yang saya sampaikan pada penyuluhan Pendidikan Seks SLTA sejak tahun 1980-an)
Anthropolog Helen Fisher melihat cinta itu kimiawi otak. Ada proses kimiawi tertentu yang terjadi di otak saat jatuh cinta, sedang cinta, dan kesetiaan. Ada hormon otak yang menunjukkan kalau peristiwa itu hadir, masing-masing ada hormonnya.
Prof Donatello Marazitti juga melihat hal yang sama. Ada hormon dopamine otak yang meningkat saat pandangan pertama, dan saat jatuh cinta. Bila pada saat itu dilakukan rekaman MRI otak, akan tampak ada area otak yang menyala saat orang jatuh cinta.
Bahwa peristiwa jatuh cinta identik dengan gangguan jiwa obsessive-compulsive disorder (OCD). Itu sebab kenapa cinta itu buta. Hikmah di balik itu, teoretis obat untuk memblokir hormon jatuh cinta dopamine, sehingga OCD tidak terjadi, maka pihak calon mertua, misalnya, bisa membatalkan jatuh cinta anaknya bila kurang sreg dengan calon menantunya.
Harrold Bessels, PhD melihat cinta itu matematis, bisa dikalkulasi, bukan semata ruang emosi. Faktor romantic attraction (RA) yang tinggi (saat pandangan pertama) bila bertemu dengan kepribadian yang matang atau emotional maturity (EM) akan membuahkan perkawinan yang berbahagia. Bisa dihitung dengan RAQ (Romantic Attraction Question). Apabila skor RAQ-nya di atas 300, perkawinan akan berbahagia. Perkawinan akan gagal bila RAQ kurang dari 300.
Prof Robert J Sternberg melihat cinta sebagai matriks segitiga atau Love Matrix, yakni Passion – Intimacy – Commitment. Ketiganya harus sama-sama matang, baru membuahkan cinta sejati. Passionnya berisikan romantic attraction yang tinggi. Intimacy atau masa pacaran yang matang ditempuh dengan saling mengenal mencocokkan diri, dan tidak direcoki oleh seks. Dan ada commitment berikrar untuk menikah.
Soal cinta. Pada mulanya keterpikatan terhadap lawan jenis, yang diawali oleh ketertarikan visual sebagai romantic attraction pada saat pandangan pertama. Entah gayanya, entah matanya, entah wajahnya, entah suaranya, memikat dan itu menumbuhkan keterpikatan. Kalau ini sama berlangsung pada kedua belah pihak maka terjadi kesepakatan mulai bersama. Atau bila berlangsung sepihak saja, maka itu kasus bertepuk sebelah tangan.
Mengapa terjadi keterpikatan pada seseorang, dan tidak pada yang lain? Oleh karena setiap orang memiliki peta cinta (love-map) dalam dirinya, di otaknya, yang menyimpan peta ihwal wajah ideal kepada siapa ia bisa tertarik. Dan wajah ideal buat diri seseorang di dunia tentu bukan hanya satu. Semakin luas pergaulan, semakin banyak bertemu dengan lawan jenis, semakin banyak sampel berwajah ideal untuknya. Pada saat bertemu wajah ideal inilah ada terbit romantic attraction, rasa ketertarikan. Lalu berkembang menjadi sexual attraction atau sex appeal.
Pada saat itu orang menemukan seleranya pada lawan jenisnya, yang buat orang lain tidak mereka temukan. Itu alasan kenapa suka ada pasangan yang seturut penglihatan kita kurang serasi. Yang cantik memilih lelaki yang yang tidak rupawan, atau sebaliknya. Itu karena kita tidak menemukan sex appeal seperti yang ditemukan pasangan itu. Kunci awalnya sex appeal itu.
Nah, kasus beauty and the beast terjadi karena ada faktor sex appeal itu, sehingga menurut orang yang melihatnya terkesan bukan pasagan yang ideal. Tapi ideal seturut pasangan sendiri.
Itu semua di atas kalau memang betul bahwa yang berlangsung pada pasangan seruntut teorinya. Hal ini bisa dibuktikan dengan uji MRI otak apakah benar saat pandangan pertama memang ada area otak tertentu yang menyala, bukti peristiwa jatuh cinta sedang berlangsung.
Bukan jarang pasangan bertemu lawan jenis hanya kebetulan, dan suka sama suka saja, mau sama mau saja, untuk tujuan yang lain, tujuan seks semata, seringnya. Menurut Prof Sternberg kasus begini yang tergolong bukan cinta atau kalau sampai menikah juga tergolong cinta kosong. Tanpa passion, tanpa intimacy tanpa commitment. Hanya seks.
Kasus demikian bisa juga terjadi pada pasangan yang proses intimacy-nya mendahulukan seks, bukan sebagai proses saling mengenal, sehingga karenanya mereka sukar membedakan mana cinta mana cuma flirt, cuma seks belaka. Begitu nasib perkawinan apabila seks mendahului cinta. Bila pacaran isinya seks melulu. Padahal dalam terori cinta, unsur seks hanya sekrup kecil perkawinan.
Bila teori cinta di atas benar adanya, bukan jarang kita menjadi greget kalau melihat pasangan secara universal terkesan kurang serasi. Di benak ideal kita pinginnya betapa indah kalau pasangan sama-sama good looking.
Tapi kebanyakan pergaulan dengan lawan jenis anak muda sekarang sering terkecoh dan tersesat untuk tidak menemukan cinta sejati seturut Matrix Cinta. Yakni cinta dengan passion tinggi, intimacy matang, dan diakhiri dengan ikrar berkomitmen hidup bersama. Perkawinan terancam gagal bila intimacynya baru kenal seminggu sudah seks.
Salam cinta sejati,
Dr Handrawan Nadesul