Monarki, Dinasti dan Perjalanan Politik Pemimpin Dunia

Seide.id – Apakah Dinasti tidak Boleh? Di mana salahnya?
Ya, boleh boleh saja. Masak mau protes apalagi melarang adanya dinasti dan pewarisan tahta? Karena siapa pun dari keturunan kerajaan itu yang akan ditunjuk jadi raja atau ratu, itu hak mereka. Misalnya, dinasti Oranje, kerajaan Belanda. Ratu Juliana mewariskan tahtanya kepada Ratu Beatrix. Selanjutnya, Ratu Beatrix mewariskan kepada putranya dan Willem Alexander pun menjadi Raja (2023)

Pangeran Charles, dari dinasti Windsor saja tidak berani protes soal kelanjutan tahta dinasti, apalagi kita. Kan dia diam saja menunggu. 74 tahun itu lama sekali. Sampai dia sudah sepuh, baru diangkat jadi Raja Charles III pada 2023. Itu pun karena Ratu Elizabeth II meninggal (96 tahun). Bagaimana kalau Ratu Eizabeth meninggalnya pada usia 110?

Ya berarti usia Charles 88, baru jadi raja. Mungkin sudah susah ngapa-ngapain. Susah mikir.. Tapi ini monarki kontitusional. Peran monarki di Inggris atau Belanda, terutama sebagai simbol, sedang yang mewakili kerajaan dalam upacara-upacara kenegaraan dan lainnya, kepala negara. Maka, kalau pun baru usia 14 tahun dan tidak paham apa-apa, tiba-tiba diangkat jadi raja, tidak soal. Karena titah Yang Mulia sebagai penguasa dinasti, mutlak tidak boleh dibantah. Tidak usah tanya-tanya, apalagi ribut.

Tapi kog bisa ya umur segitu jadi raja? Ya bisa saja. Karena raja dan pemimpin berbeda. Raja dilahirkan, sedang pemimpin dibentuk lewat proses demi proses dalam perjuangannya. Makanya raja bukan untuk diributkan, karena dinasti

Ketika Kaesang, putra Presiden Jokowi yang baru dua hari jadi kader partai, lalu tiba-tiba diangkat jadi Ketua Umum, sepertinya juga tidak ada yang ribut meski yang lainnya sudah lama jadi kader, tapi tidak jadi ketua. Sepertinya ..

Tapi ketika Wali Kota Solo Gibran Rakabuming akan maju sebagai bakal calon wakil presiden, timbul protes. Sedang mereka yang memprotes pun diprotes.
Ini bikin bingung.

Protes menjadi heboh dengan adanya sepucuk surat yang dibuat oleh Budayawan Butet Kartaredjasa, ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat itu berisi kesedihan Butet dengan rencana majunya Gibran menjadi bakal cawapres mendampingi Prahowo. Surat yang bocor itu viral, pasalnya, Butet diketahui dekat dengan Jokowi..

Sebenarnya, apa muasal Gibran diprotes? Apa karena iri atau karena Prosedurnya tidak benar, atau karena apa? Jangan sampai masalahnya jadi bias.

Kemudian muncul lagi.. Sanggahan.
Apa tidak boleh kalau ada dinasti Jokowi? Semuanya juga kan dinasti.
Nama – nama peminpin dunia dan keluarganya, pun disebut. Itu mulai dari Bapak bangsa ini, Soekarno, sampai pada Jawaharlal Nehru disebut melakukan dinasti politik.

Lalu, mulailah terjadi pemakluman yang harus diterima karena Proklamator bangsa ini, Bung Karno, melakukan dinasti politik dengan keluarganya. Padahal itu tidak benar, karena Bung Karno tidak melakukan dinasti politik atau mencoba bermain dengan politik dinasti.

Srategi terselubung kekuasaan

Sementara itu, apa yang dimaksud dengan Dinasti Politik? Dikutip dari laman Mahkamah Tinggi RI, dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak, agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga

Tapi kini sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis ketimbang merit system dalam menimbang prestasi, sudah menjadi neopatrimonial. Pasalnya? Karena sudah ada strategi baru yang terselubung.

“Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural, ” ujar Ari Dwipayana, Dosen ilmu politik Fisipol UGM. Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural. (Laman MKRI, 10 Juli 2015)

Dari penjabaran itu, atau sistim dalam mornarki, maka baik Presiden Soekarno mau pun pemimpin dunia lainnya yang disebut, tidak melakukan dinasti politik. Karena tidak ada di antara anak-anak mereka yang jabatannya langsung meloncat karena memo atau intervensi. Mereka harus berjuang keras dulu untuk menjadi orang nomor satu atau nomor dua di negaranya. Bahkan ada yang harus puluhan tahun berjuang, baik itu setelah pasangan atau orangtuanya melepaskan jabatan atau pun meninggal, baru mereka bisa meraihnya.

Presiden: Soekarno, Soeharto, Ferdinand Marcos, PM: Nehru, Zulfikar Ali Bhuto

Perjalanan Terjal

Keluarga Aquino
-Senator Filipina, Benigno Ninoy Aquino meninggal ditembak di kepalanya saat di bandara (1983)
Corazon Cory Aquino, istri almarhun Aquino, baru menjadi Presiden setelah Ferdinand Marcos menang, lalu terjadi people power (1986)
Benigno “Noynoy” Aquino III, akhirnya memutuskan terjun ke politik beberapa minggu setelah ibunya, Cory, meninggal. Nonoy sempat mengalami luka tembak 5 kali dan 3 pengawalnya tewas. Akhirnya, setelah 18 tahun berjuang, Nonoy berhasil menjadi presiden pada 2010.

Keluarga Marcos

Presiden Filipina, Ferdinand Marcos.

Bongbong, putra Marcos, baru terjun ke politik setelah Marcos meninggal. Dia meniti karirnya pada usia 23.
Bongbong mencapai puncak karirnya sebagai presiden lewat pemilihan ( 2022) setelah 36 tahun, ayahnya, Ferdinand Marcos, meninggal.

Keluarga Jawaharlal Nehru
-Perdana Menteri I India, Nehru.
-Indira Gandhi, putri Nehru, baru menjadi PM setelah Nehru meninggal, (1966)
-Rajiv Gandhi, baru jadi PM pada 1988 melalui pemilihan, 5 tahun setelah ibunya, Indira Gandhi meninggal ditembak.

Keluarga Zulfikar Ali Butho

-PM Pakistan, Ali Bhuto (1971)

Benazir Butho kembali ke Pakistan , dari Oxford, setelah ayahnya digulingkan dan dibunuh. Benazir memimpin partai, dan bolak balik dipenjarakan. Baru 11 tahun setelahnya dia memenangkan pemilu sebagai PM dan meninggal ditembak.

Keluarga Jenderal Aung San
-PM Burma, Aung San. Pahlawan kemerdekaan, sekaligus pendiri Burma (Myanmar), meninggal pada usia 32 tahun.
Aung San Suu Kyi putrinya, baru berusia 2 tahun ketika Aung San dibunuh (1945).
Saat Suu Kyi yang kuliah di Oxford terbang ke Burma untuk membezuk ibunya yang sedang sakit, Burma sedang kacau. Putri pejuang kemerdekaan ini kemudian turun ke jalan melakukan perlawan. Alhasil, ia ditahan junta militer. 20 tahun Suu Kyii jadi tahanan rumah, di tempat terasing. Setelah bebas, gagal jadi presiden, tapi ia dianggap sebagai pemimpin de facto. Jabatan resminya, penasehat negara

Keluarga Soekarno

-Proklamator dan Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno (1945)
-Putrinya, Megawati Soekarnoputri terjun ke dunia politik 16 tahun setelah Soekarno meninggal. Babak belur dulu, tidak 2 hari langsung jadi Ketum partai. Megawati baru menjadi Wakil Presiden, 29 tahun setelah Soekarno meninggal. Kemudian menjadi presiden.
Puan Maharani.. meniti karir. Belum dicalonkan untuk maju sebagai bakal cawapres.

Keluarga Soeharto..
Presiden ke-2 RI, Soeharto (1968). 30 tahun jadi Presiden, tapi tidak ada dari anaknya yang tiba-tiba maju jadi capres, selain jabatan tertinggi mensos.

Begitu juga dengan keluarga Presiden RI yang lainnya.

Maka kalau mengatakan keluarga dari para pemimpin dunia tersebut melakukan politik ‘dinasti’ tentu saja tidak benar, karena tidak sesuai fakta.

Putera-puteri mereka kenyang makan asam garam dalam perjuangan tanpa orangtua mereka. Mulai dari yang di tembak, dipenjarakan, yang kantornya diserbu dan diancam pemerintah, semuanya mereka alami.
Itu menjadi bagian dari perjalanan politik mereka..

Jadi, tidak boleh ada pemakluman bahwa Bapak Bangsa ini yang telah berjuang meraih kemerdekaan, Soekarno, juga pemimpin lainnya, telah melakukan politik ‘dinasti’. Karena mereka memang tidak melakukan.
Jangan bias..
(ricke senduk)

Butet Kartaredjasa, Dari Tangis Sampai Tanpa Komentar

Aung San Suu Kyi Divonis 4 Tahun Penjara, Amenesty International Meradang

Avatar photo

About Ricke Senduk

Jurnalis, Penulis, tinggal di Jakarta Selatan