Oleh RAHAYU SANTOSA
Di masa pandemi seperti sekarang ini, motivator nasional ini nyaris tak pernah sepi menerima undangan memberi motivasi ke berbagai kota dan berbagai instiusi. Padahal motivator lainnya sepi job.
Nah yang satu lagi, Dr. Aqua Dwipayana M.Kom hari-harinya justru dipenuhi undangan memotivasi berbagai institusi dan instansi. Materinya pun berbeda-beda, disesuaikan dengan siapa yang harus dimotivasi. Rasanya, bank materinya tak habis-habisnya. Seperti juga rezekinya, yang tak terkuras habis, meski sampai sekarang sudah ratusan orang ‘’diumrohkan’’ secara gratis. Semua dibiayai dari kantong pribadinya. Tanpa ada sponsor.
Belum lagi, dalam setiap acara motivasi, ia tak segan memberikan hadiah kepada audiensnya, termasuktur ke Bali dan sebagainya. Hal itu dilakukan justru di tengah manusia yang sedang ‘’gila’’ harta dengan memupuk kekayaan. Tak peduli harus melakukan hal-hal tak terpuji. Seperti korupsi, menilep uang bansos dan sebagainya.
Apa alasannya dan mengapa begitu?
Dan dengan rendah hati Mas Aqua—demikian saaya biasa memanggil sahabat saya ini–selalu menjelaskan apa yang dilakukannya dengan ‘’mengumrohkan’’ orang lain secara gratis. ‘’Ini semua karena AlLah. Saya hanya bertugas membagikannya saja kepada yang berhak,’’ katanya merendah.
Ini tentu juga terkait dengan keyakinannya, bahwa Allah tak hanya menjajikan pahala dari apa yang kita keluarkan. Tapi jugameggantinya, bahkan lebih besar dari apa yang bisa kita perkirakan. Mungkin itu juga yang membuat aktivitasnya tiada pernah henti. Meski di saat pandemi sekali pun.
Dari Tasikmalaya, kemudian terbang ke Kupang, Bali, Semarang. Eh, tiba-tiba saja sudah sampai di Padang. Di saat orang takut keluar rumah karena Covid-19, Drs Aqua Dwipayana justru dengan happy sampai kemana-mana.
Jadi sudah selayaknyalah kalau saya harus nggumun. Staminanya tak pernah turun, ide kreatifnya tak pernah habis. Karena saya baca, dimana pun ia diundang memberi motivasi, materinya selalu baru dan sesuai dengan institusi yang mengundangnya. Apakah di kalangan militer, kepolisian, perbakkan, bahkan termasuk perguruan tinggi. Selalu saja materinya sesuai dengan apa yang dibutuhkan institusi tersebut.
Super Best Seller
Lahir di Pematang Siantar 23 Janur 1970, lelaki berdarah Minang ini menyelesaikan pendidikan doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Pajajaran, Bandung. Bukunya The Power of Silaturahim menjadi super best seller hingga terjual ratusan ribu eksemplar.
Dalam menjalani kariernya, ia pernah menjadi jurnalis di beberapa media besar, sebelum akhirnya bekerja di Pabrik Semen Holcim. Meski di situ ia punya kedudukan strategis dengan gaji puluhan juta rupiah, ia tinggalkan pekerjaan itu. Alasannya bagi orang awam jelas tidak masuk akal. Yakni ia melihat banyaknya pengangguran di Indonesia. Dan ia memutuskan menjadi motivator. ‘’Di sini atasan saya Allah,’’ akunya.
Dan pilihannya tidak salah. Ternyata ia lebih mampu mengembangkan potensinya di profesi barunya itu, sebagai motIvator.*