Oleh KAJITOW ELKAYENI
Interpelasi terhadap kasus Formula E gagal, tujuh fraksi di DPRD DKI Jakarta menolaknya. Hanya dua partai yang sepakat mengajukan interpelasi, yakni PDIP dan PSI.
Denny Siregar mengecam kesepakatan busuk itu. Ia mengatakan, seperti ingin muntah. Apa yang dilihat Denny adalah sebuah upaya penutupan bangkai bernama Formula E. Persekongkolan jahat dalam menggarong uang negara.
Saya setuju dengan Denny, tapi saya tidak hanya melihat di sana saja. Dari peristiwa itu tampaknya Anies memang telah ancang-ancang membangun komunikasi dengan partai. Tujuannya untuk mendesak Prabowo dan Ganjar dengan keras. Ia lawan yang tidak dapat dipandang remeh.
Formula E hanya satu kasus. Ada banyak sekali kasus di DKI Jakarta, yang saya yakin tak bakal berlanjut sampai ke interpelasi. Karena posisi Anies sebenarnya hanya operator. Pemainnya ya bapak-bapak terhormat dari partai-partai itu.
Jadi kalau ada dua partai yang memilih mendukung hati nurani, ada tujuh partai yang ingin terus menikmati kue. Dan tentu saja, mereka tak ingin bola panas itu nantinya malah menggelinding ke arah mereka, jika kasus itu dibuka.
Karena itulah, sampai kiamat sekalipun interpelasi untuk kasus-kasus DKI Jakarta tidak akan berhasil.
Kalau ada sedikit riak, itu bagian kecil dari drama.
Ini seperti teriakan ustad di kampung maling. Sesaleh apapun sang ustad, lingkungan bobrok tidak akan berubah dengan teriakannya. Karena kebusukan telah mencemari darah, daging dan tulang sumsum mereka.
Seperti menghadapi tikus yang telah menguasai lumbung padi. Satu-satunya jalan untuk memberantasnya adalah dengan membakarnya.
Siapa yang memiliki nyali sebesar itu? Dulu ada. Tapi orangnya berakhir di penjara sebagai penista agama.
Dalam lanskap yang lebih luas, pertarungan 2024 jauh lebih panas dari yang diduga banyak orang. Partai politik tersandera banyak kasus yang ikut mereka nikmati di Jakarta. Itu artinya, Anies tidak bisa dijegal dengan kasus-kasus itu.
Bagi Gerindra misalnya, Anies ini nantinya akan jadi duri dalam daging. Jika memang Prabowo ingin maju lagi di Pilpres nantinya. Tapi mereka juga tak bisa berbuat apa-apa, soalnya kader Gerindra yang jadi wakilnya.
Kalau saat ini mereka tertawa bersama, di suatu masa nanti mungkin mereka akan menyesalinya.
Sementara Ganjar secara problematis masih memiliki persoalan internal. Ruang geraknya belum bebas. Dalam survei terakhir SMRC, para pemilih Jokowi juga terbelah ke banyak calon potensial, termasuk Anies. Ganjar benar-benar sendiri, tidak mendapat uluran tangan dari manapun, termasuk Jokowi.
Anies adalah lawan terkuat bagi kedua orang itu. Siapapun yang maju nanti dan berhadapan dengan Anies, akan menghadapi hambatan yang tidak mudah. Ia mungkin kalah di Jawa Tengah, tapi tengok daerah lain, nama Anies menjanjikan.
Di titik inilah saya melihat kesepakatan untuk menolak interpelasi Formula E merupakan langkah simbolis Anies dalam memasang kuda-kuda. Ia jauh lebih lincah dari yang dilihat banyak orang. Terutama untuk membuat kesepakatan bawah tanah.
Dalam persoalan kasus bermasalah di DKI Jakarta, saya memang tidak melihat Anies sebagai aktor jahat utama. Ia hanya operator. Kalau mau menyalahkan, maka para perekayasa proyek di belakangnyalah yang harus bertanggung jawab.
Siapakah mereka? Ada banyak kelompok. Termasuk siluman-siluman yang tak boleh disebutkan namanya. Semakin banyak seseorang tahu, maka ia akan memilih diam.
Pertemuan Anies dengan DPRD DKI Jakarta adalah sebuah sinyal yang jelas mengenai kemampuan Anies dalam mengelola konflik. Bagi lawan Anies, ini adalah genderang bahaya. Apalagi jika mereka masih adem-adem saja.
Namun kebusukan memang tidak hanya terjadi di Jakarta. Di dalam lingkaran tembok tinggi putih, tempat lelaki sederhana, jujur dan pekerja keras itu tinggal juga banyak terjadi. Tentu saja saya tidak mungkin menyebutkan nama. Karena dalam hal ini, semakin banyak seseorang tahu, maka ia akan memilih diam.