Ojo kagetan lan ojo gumunan, sekiranya banyak orang lebih takut hidup miskin, ketimbang takut kepada Allah. Mereka ingin hidup mulia dan bahagia. Kendati untuk jadi kaya dan berlimpah harta itu mereka menghalalkan segala cara.
Coba lihat dan amati di sekitaran lingkungan kita.
Banyak orang mengenakan topeng dan berkamuflase menjual politik identitas, bermain pat gulipat, atau kkn. Semua itu dilakukan demi jabatan, melanggengkan kekuasaan, usaha lancar jaya, dan hidup mulia.
Demi hidup mulia itu pula mereka membutakan mata, menulikan telinga, dan menumpulkan hati. Mereka tidak peduli dengan kepentingan masyarakat. Jadi, jangan kaget dan heran, jika mereka kebal terhadap kritikan
dan bersikap masa bodoh.
Sama seperti yang dilakukan oleh seorang teman, WR yang dendam dengan masa lalu. Karena waktu kecil hidup miskin, ia menghalalkan segala cara agar cepat jadi kaya.
“Yang penting hidup mulia, berlimpah harta, hingga menutup mata,” kata WR sambil nyengenges.
Semula, saya pikir, WR bercanda. Ternyata, tidak. Wajah WR tampak serius.
“Ya, ga begitu. Hidup mung mampir ngombe, lho. Kita hanya diberi hak pinjam pakai,” kata saya mengingatkan. Tapi WR tertawa hambar dan tak peduli.
WR itu pekerja keras. Semangat hidupnya luar biasa. Sayangnya, ia ingin memperoleh semua itu secara instan dan ingin cepat kaya.
Saya sungguh tidak menyangka, WR yang tampak baik dan ramah itu, suatu ketika dicokok polisi. Dari cerita teman, saya memperoleh kabar, WR dirangkap, karena menadah barang-barang curian.
Saya merasa prihatin seprihatinnya dengan nasib WR yang berulang kali diingatkan, tapi tidak mau mendengar, merenungkan, dan memperbaikinya.
Jadi kaya, hidup mulia, dan bahagia itu cita-cita banyak orang. Tapi untuk bahagia itu tidak identik dengan memburu kesenangan dan berfoya-foya yang tiada puasnya itu.
Menolak miskin itu baik. Alangkah lebih baik lagi, jika kita yang telah merasakan pahitnya jadi orang miskin itu memiliki jiwa peduli dan semangat murah hati pada mereka yang kurang beruntung.
Sejatinya, hidup mulia itu, ketika kita mampu memanusiakan manusia. Kebahagiaan itu tersembunyi pada pribadi yang sederhana dan rendah hati. Dengan bersikap murah hati dan mengasihi sesama, kita bahagia.
Foto : Shadowfall/Pixabay
Merubah Perilaku Hidup Untuk Indonesia Bersih dan Bebas Sampah 2025