Apakah anak-anak diperkotaan sekarang ini masih bermain dengan umang-umang?
Rasanya tidak, teutama anak-anak yang perkampungan tempat tinggalnya jauh dari laut. Apalagi sekarang gadget nampaknya lebih menarik daripada mainan apa pun. Apa boleh buat.
Umang umang di sebut juga kelomang atau pong-pongan. Orang bule menyebutnya ‘ketam pertapa’. Mungkin karena jika melindungi diri dari bahaya, sang kelomang akan masuk ke dalam ‘rumahnya’. Diam dan melindungi diri dengan salah-satu capitnya.
Ada juga yang menyebutnya ‘ketam sang pengembara’. Karena sebetulnya, jika sedang tak melindungi diri, sang kelomang akan terlihat terus bergerak, keluyuran, mengeksplorasi sekitar untuk mencari makan dan selalu bergerak untuk- nah ini yang unik-mencari ‘rumah baru’. Karena tubuh mahluk hidup itu tumbuh dan terus membesar bukan.
Menurut ahli ‘perkelomangan’, jika bersirobok, berpapasan dengan kelomang lain, ada 3 respon yang khas.
Pertama: Berpandangan-pandangan seperti menduga-duga atau menaksir-naksir kekuatan.
Ke-2: Jika ukurannya sama besar, dan salah-satu kelomang menempati ‘rumah lebih bagus’, maka salah-satu kelomang akan meneror, untuk memaksa kelomang lain ‘menukar’ rumah yang bagus itu dengan rumahnya. Perebutan dan mempertahankan rumah itu, sengit, brutal bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Ke-3: Jika yang bersirobok berlainan jenis kelamin, maka yang terjadi, hehe…apalagi kalau bukan kawin.
Dalam urusan rumah itu ada prilaku unik. Para kelomang seperti mengantre. Mereka tahan mengantre berjam-jam. Misalnya ada kelomang yang karena tubuhnya bertumbuh besar, lalu pindah ke-rumah lain yang sesuai dgn ukuran tubuhnya, kelomang lain akan menunggu rumah yang di buang oleh kelomang itu untuk ditempati.
Rumah itu bisa diperoleh melalui perkelahian atau keberuntungan.
Kelomang yang tak ‘cukup berani’ bertarung, akan pasrah menempati rumah yg ‘tak biasa’. Bisa dari botol bekas wadah parfum, kayu atau batu.
Jadi pada dasarnya semua kelomang itu sejak kecil sudah harus siap bertarung dan memiliki ‘rumah sendiri’. Rumah itu untuk melindungi perut atau bagian tubuhnya yang lunak.
Perut itu melingkar seperti spiral, dan bisa ‘berpegangan’ pada bagian dalam rumahnya. Ada juga jenis komang yang ‘tak membutuhkan’ rumah. Yaitu ketam kenari atau ketam kelapa. Ketam kelapa yang bertubuh ratusan kali lebih besar daripada kelomang, sehingga busa memanjat pohon kelapa.
Kelapa memang salah-satu makanan kesukaannya. Ketam kelapa biasanya terdapat di pulau-pulau yang tak dihuni manusia dan hewan lain yang memangsa dan banyak terdapat pohon kelapa. Capitnya bisa menyobek sabut dan mencokel (bagian lunak) batok kelapa untuk menyantap isinya.
Ketam kelapa banyak terdapat di pulau-pulau kecil si sekitar Sulawesi dan Indonesia timur lainnya. Sekarang mahluk-mahluk yang cenderung lamban itu dalam keadaan menghawatirkan, dan dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi karena spesiesnya hampir punah.
Dalam dialeg Sumsel ada ungkapan: “Hidup jangan cak Umang-umang. Dihawoi dulu baru bergerak”.
Jika dunsanak main kelomang ketika berusia SD dulu, maka akan ingat dengan ‘dihawoi’ dalam ungkapan Sumsel itu. Jika kelomang yang kita letakkan di mangkok atau baskom tak bergerak-gerak, maka kita akan mendekatkan mulut kita, lalu kita menghembuskan nafas dekat dengan kelomang. Ajaib,…sang kelomang akan bergerak (tentu saja jika masih hidup, hehe).
Ungkapan itu sesungguhnya bernada nasihat.
Bergeraklah, bergiatlah, berusahalah, bekerjalah. Hidup itu jangan hanya menunggu sesuatu saja. Jangan digugah, dikejar, dioprak-oprak dulu, baru melakukan sesuatu…
( Aries Tanjung )