Korupsi sulit diberantas, sebab setiap orang bersedia bekerjasama dengan para koruptor untuk memperoleh cipratan hasil menjarah uang negara. Orang tak takut penjara atau takut malu, sebab mereka lebih takut jika miskin. Kalau begitu, mengapa para koruptor tidak dimiskinkan saja dan dipamerkan di depan umum ? ( Gambar : Gelora Nurani, Arief Novianto)
Ajay M Priatna, mantan Walikota Cimahi dengan langkah mantap, keluar dari penjara karena kasus korupsi. Baru sepuluh langkah keluar dari pintu pintu penjara, Ajay ditangkap lagi oleh KPK. Kali ini untuk korupsi berikutnya. Peristiwa di atas, tak jauh berbeda dengan nasib Sri Wahyumi Maria Manalip, mantan Bupati Kepulauan Talaud.
Setelah dua tahun lebih dipenjara karena korupsi, ia keluar dari pintu penjara Tangerang dengan tersenyum manis. Sayangnya, sebelum senyumnya menutup, ia ditangkap kembali oleh KPK untuk kedua kalinya, untuk korupsi lain.
Kali ini, Sri histeris dan mengamuk. Sri kembali ditangkap karena menerima suap dari pengusaha, Bernard Hanafi Kalalo, agar ia mendapatkan jatah menggarap proyek di Talaud. Selain menerima jet ski, Sri juga menerima barang mewah seperti tas dan jam mewah.
Korupsi di negeri ini, kebanyakan tertangkap bukan karena keahlian KPK atau Polisi. Para koruptor tertangkap berawal dari sikap hedonis alias suka pamer di depan publik.
Korupsi yang dilakukan Rafael Alun Tisambodo, terkuat dari cara anaknya, Mario Rafael yang gemar pamer naik mobil mewah. Isteri Rafael, Ernie Mieke bak foto model selalu memamerkan kekayaannya, melalui tas mewah, makan-makan, pesta bersama sosialita lain, kepemilikan saham di beberapa perusahan dan 40 rekening atas namanya. Seluruh transaksi keuangan isteri Rafael ini kebanyakan dipakai untuk urusan pribadi dan foya-foya.
Kekayaan tak wajar Andi Pramono, Kepala Kantor Bea dan Cukai, juga menyeruak, karena lelaki genit ini suka pamer kekayaan; naik jet pribadi, latihan menembak, serta menyetir mobil bernilai miliaran rupiah, berganti-ganti.
Ada juga petugas pajak Wahono Saputro memiliki tabungan Rp 14,3 miliar serta saham di beberapa perusahaan, gegara nama orang pajak ini, terdapat pada perusahaan real estate dimana isteri Rafael tercanmtum di dalamnya sebagai pemilik.
Bahkan, dari kasus di atas, Pusat Pelaporan Harta kekayaan Negara melabeli sebuah tindakan yang tidak etis luar biasa dan mencederai masyarakat luas, yakni 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Sebelumnya, 640 pegawai pajak melakukan transaksi janggal sebesar Rp 300 triliun sejak 2009.
Sejak 2009 ? Ya !. Sejak 13 tahun lalu. Mereka ditengerai dari geng Rafael. Menjarah uang melimpah secara secara berjamaah dan saling melindungi, sehingga selama ini aman-aman saja. Namun berkat aksi pamer keluarga Rafael, sebagian pegawai pajak, geng Rafafel terkuat melakukan penjarahan pajak alias merampok uang rakyat yang diberikan pada negara.
Ini baru dari Geng Rafael. Belum yang lain. Misalnya ada 60 pegawai keuangan memiliki rekening tak wajar seperti yang dimiliki Andi Pramono dengan kekayaan Rp 17,6 miiar. Yang mengagetkan lagi, 53% pegawai negeri tidak melaporkan harta kekayaan mereka.
Ini memang negeri koruptor. Negeri dimana para koruptor berpesta pora menikmati hasil jarahan mereka tanpa malu. Jika pun mereka tertangkap, mereka memiliki kesempatan lain untuk lolos dari jerat hukum, sebab banyak orang dan instansi tertarik bekerjasama dengan para koruptor untuk mencicipi hasil rampokan.
Korupsi yang dilakukan jaksa Pinangki dari hasil kongkalingkong dengan koruptor Bank Bali, Djoko Tjandra sebesar AS$ 7,5 miliar dan pencucian uang senilai Rp 5,625, divonis hukuman 10 tahun, banding 4 tahun, dipenjara 1 tahun dan dibebaskan hanya dalam 6 bulan. Sesama “orang pengadilan” saja ada rasa bersahabat, sehingga membebaskan koruptor dengan hukuman sangat ringan. Apalagi jika mereka kecipratan uang rampokan.
Semua orang suka uang, banyak yang suka pamer dan tidak takut pada penjara sebab para koruptor tahu bahagaimana membagi sedikit uang hasil rampokan kepada orang-orang yang bisa membantu mereka. Malu ? Ah tidak, sebab banyak yang suka sogok-menyogok, menipu dan maling uang negara. Penjara ? Tak bikin kapok. Mereka tidak takut malu dan penjara, karena mereka lebih takut jika miskin.
Tak ada solusi terbaik agar negeri ini bebas dari ulah bejat para koruptor, sebab soal korupsi, telah dibahas secara terbuka selama lebih dari 70 tahun oleh para ahli, namun tak menemukan cara terbaik. Biarpun setiap pekan dilahirkan badan untuk membasmi koruptor, korupsi tetap ada karena orang merampok uang negara tidak memiliki rasa malu.
Telah ada 7 pemimpin negeri ini berkuasa, namun tak seorangpun mampu mengatasi korupsi. Korupsi di Indonesia dilakukan secara berjamahan, bergerombol dan dalam sebuah sistem kerjasama yang kompak, saling terkait, saling melindungi, dan saling membantu.
Agama yang selalu dijadikan tonggak moral setiap orang tak berguna, sebab korupsi semakin hari, semakin merajalela yang dilakukan oleh hamir semua pemeluk agama. Tak ada lagi moral yang perlu dipertanyakan, tak ada etika yang layak diperbincangkan, jika menyangkut korupsi.
Saya juga tak punya solusi yang bikin kapok para koruptor, kecuali dimiskinkan seluruh keluarganya, dipamerkan di depan umum atau langsung ditembak mati saja.
Tak Ada Lagi Hakim yang Agung Jika Masih Korupsi
Gubernur Papua Melengkapi 7 Gubernur Indonesia yang Korupsi Jika Terbukti
Sertifikasi Halal dan Potensi Korupsi di MUI dan Kemenag RI