Sobet Kebo kikiman tetangga. Berkuah susu murni bertabur Goreng Emping – Foto Heryus Saputro Samhudi.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI –
LAHIR DAN BESAR dan besar di Jakarta, saya tidak asing dengan kuliner khas Betawi yang populer disebut Sobet Kebo. Sobet adalah kependekan dari kata Soto Betawi, dan Kebo adalah sebutan umum masyarakat Betawi untuk hewan (penghasil daging) kerbau. Jelasnya, Sobet Kebo tak lain adalah hidangan berkuah jenis soto yang umum diolah di dapur etnik Betawi, dengan menggunakan bahan utama daging kerbau (Bubalus bubalis).
Sebagai nama, Sobet Kebo ini terbilang baru. “Kalo dulu sih, orang Betawi nyebutnya cukup ‘Sobet’, kagak pake embel-embel ‘Kebo’. Orang atawa pembeli langsung faham kalo Sobet itu bahannya, ya … daging kebo, campur jeroan dan cacahan tulang kebo. Kagak laen. Beda sama Soto Ayam, Soto Entog, dan Soto Kambing, yang tentu bukan dari kebo,” Kata Nyak Ipah, orang Betawi Tengah yang kini mingser ke Parung – Bogor.
Kenapa nama Sobet yang simple, praktis, dan secara budaya ‘tembak langsung’ ke sasaran (sebagai soto daging kerbau), lantas jadi bertele-tele menambah kata ‘Kebo’? Apa untuk sekadar memperjelas atau sebagai pengumuman bagi kaum pendatang, bahwa kuliner Soto Betawi ini dibuat dari daging kerbau? Kenapa tak langsung gunakan bahasa Indonesia: Soto Betawi Kerbau? Hi…hi…hi…, malah terdengar lucu, ya…!
Sebagaimana di kawasan budaya lainnya di Indonesia, ragam kuliner di ranah Betawi (yang mencakup kawasan administratif Jakarta dan kawasan pinggirnya di Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) hadir lewat sejarah panjang. Kuliner Sobet (yang kini diimbuhi kata ‘Kebo’) misalnya, sudah ada jauh sebelum Belanda merebut Bandar Kalapa (atau kemudian Jayakarta) dan membangun Batavia di atas reruntuhannya.
Disebut Sobet karena memang lahir dari dapur entik Betawi, saat jenis daging sebagai bahan lauk-pauk masih bisa dihitung dengan jari. Selain ikan (laut dan air tawar), di pasar orang umumnya cuma menemukan daging ayam, itik, kambing, kerbau dan lainnya. Sapi? Tentu sudah dipelihara orang tempo itu, tapi cuma untuk diperah susunya. Belum umum dipelihara sebagai hewan pedaging.
Daging termahal dan masuk katagori barang mewah (mungkin) adalah daging kerbau, yang hingga kini pun lebih mahal dari daging kambing, bahkan daging sapi yang sejak tahun 1980-an mulai introduksi masuk pasar Jakarta.
Dalam tradisi saji di Indonesia, lauk-pauk dari bahan ‘daging merah’, harganya relatif lebih mahal. Maka tak heran bila saat hadir kuliner Sobet (dari bahan kerbau). Budaya dagang tak perlu menabalkan kata Kebo, karena Sobet yang mewah itu pastilah berbahan daging kerbau.
Lantas kenapa belakangan ini Sobet sebagai artefak hidup dalam budaya Betawi seperti tidak percaya diri, dan ikutan menambah kata ‘Kebo’ di belakangnya? Karena sekarang Soto Betawi juga biasa dibuat dari daging sapi, sementara kerbau nyaris nggak ada lagi di Jakarta sejalan punahnya sawah, dan orang Betawi kian berobah arah dari tipe masyarakat agraris ke tipe masyarakat urban dan industrialis.
Faktanya, Sobet (yang berbahan daging kerbau itu) nyaris hilang dari ingatan orang, bahkan di ingatan orang Betawi sendiri saya kira.
Tahun 1980 misalnya, saya pernah keliling Jakarta dan sekitarnya, mendatangi pasar dan lokasi dimana dulu saya tahu ada dijual Sobet. Alhamdulillah, penjual Soto Betawi tetap eksis di lokasi-lokasi tersebut. Tapi dagangannya bukan Sobet (aseli) melainkan yang dengan daging sapi.
Baru belakangan muncul beberapa titik di pinggir Jakarta, yang menjual Sobet dengan embel-embel kata ‘Kebo’. Sengaja, “Agar pembeli nggak kecele,” kata Bang Ali di pinggir Jalan Raya Parung – Bogor. Tapi ya, itu tadi…, karena langka (dan peminatnya banyak, sering tiba di lokasi Sobet Kebo udah ludes diserbu para perindunya.
Maka gembira tak terkira ketika pagi tadi, ada tetangga mengantar semangkok buat kami.
Ini rezeki ‘anak soleh’ menjelang akhir Idul Adha 1442 Hijriyah. Keluarga besar Mas Wiwiek & Mbak Mamiek, tetangga kami itu, kebetulan baru saja ber-Qurban seekor kerbau.
Sebagai bagian anggota keluarga besar, Mas Wiwiek & Mbak Mamiek tentu saja ikut dapat jatah daging kerbau, jeroan dan rencahan tulangnya. Itulah yang antara lain diolah jadi Sobet Kebo, dan sepinggan dihadiahkan kepada kami.
Saya tak ingin ‘ngajarin bebek berenang’ ihwal bagaimana meramu bumbu dan mengolah kuliner nostalgia khas Betawi ini. So pasti Anda lebih faham tinimbang saya. Tinggal ‘klik’ ponsel, sekian resep mengolah Sober Kebo pasti akan dicentrang ‘Mbak Google’. Sobet (Kebo) kini terbilang langka. Kuahnya susu murni, padu dengan emping goreng. Banyak dirindu, penuh nostalgia, dan ngangenin. Hmmm…! ***
24/07/2021 Pk 18:40 wib