Sebuah adegan dalam film “ Not Others”
“Tante itu bilang, aku hanya kotoran ikan mas. Begitu Ibu bertemu laki-laki, aku akan ditinggal. Karena laki-laki tak akan mau dengan perempuan yang sudah memiliki anak, dari hubungan sebelumnya.”
“Mengapa Ibu akhirnya mempertahankan aku?”
“Kamu nggak pernah melihat anak dari ibu muda yang ‘survive’ ya? Nah, inilah aku!”
“Aku tidak merasa terluka, tetapi Ibu. Lebih baik aku yang melakukan tes DNA, daripada Ibu sakit hati akan perlakuan mereka.”
Di atas hanya empat dari sekian percakapan yang membuat saya terdiam, menyaksikan adegan series “Not Others” besutan Korea Selatan yang baru saja berakhir minggu lalu.
Mungkin, karena hubungan saya dan ibu mengalami pasang surut love hate relashionship, series ini punya makna tersendiri. Bagaimana tidak? Kami bisa pergi ke tempat pijat berduaan, untuk kemudian bertengkar hebat beberapa saat kemudian.
Bedanya ibu saya BUKAN ibu tunggal yang punya anak selepas SMA. BUKAN juga gadis muda yang menyembunyikan kehamilan di dalam keluarga difungsional dengan bapak yang terbiasa melakukan
kekerasan.
Masalah ibu saya sangat personal, meski sangat perempuan; yang sering saya jadikan contoh kepada teman perempuan muda untuk tak begitu saja melepaskan mimpi karena menikah.
Mungkin saya mudah bicara, seperti sesantai penonton berkomentar, ‘untung saja anak luar nikah ini tumbuh dan besar dengan baik’. Lalu, berprasangkalah kita bahwa setiap kehamilan tak diinginkan akan selalu berbuah anak yang juga ‘tak baik’
Beruntungnya Eun Mi dalam series ini bertemu ‘malaikat’ yang lalu malah bagai keluarga untuknya dan putrinya. Mi Jeong dan terutama ibunya tak segan mendidik Eun Mi dan Jin Hee, hingga mereka tak berkembang ke arah yang salah.
Berbeda dengan pasangan muda dengan segenap cinta mempertahankan bayi di “Our Blues”, series ini malah menunjukkan bahwa Eun Mi dengan gagah berani menghadapi dunia yang tak ramah kepada
ibu tunggal.
Mungkin sosok Eun Mi pada awalnya begitu kita benci. Sebagai gadis muda dia ugal-ugalan, tidak suka belajar, bahkan yang kerap menggoda si kutu buku dan pemalu Jin Hong. Apalagi ketika menjadi Ibu tunggal paruh baya pun tangan ini gatal ingin mencubit pipinya, over percaya diri, tak segan
berkelahi membela orang lain, dan tentu saja kerap menjengkelkan putri semata wayangnya Jin Hee.
Selanjutnya, tak perlu dikupas lengkap dalam tulisan ini; menyaksikan setiap episode seperti melepas lapis demi lapis bagaimana perjuangan ibu tunggal, bagaimana Jin Hee memahami perasaan ibunya, situasi yang membuat demikian, serta bagaimana campur aduk perasaannya sendiri yang dibesarkan tanpa ayah.
Stereotip Perempuan: Bahagia = Menikah
Dunia perfilman Korea Selatan sejujurnya sudah cukup banyak membahas tentang isu perempuan, meski kenyataan di lapangan budaya patriarki masih jadi pekerjaan rumah negara maju ini.
Series ini memberi udara segar tentang hubungan ibu dan anak, definisi keluarga, bahkan tentang perempuan dan mimpi-mimpinya. Walau justru banyak dikomentari netizen, mengapa happy endingseries ini bukanlah sebuah pernikahan, malah melakukan perjalanan keliling dunia.
Pernikahan umum diharapkan jadi akhir setiap kisah sebagai wujud kebahagiaan. Not Others dengan berani tidak menyodorkan itu. Bahkan ketika Eun Mi ditawarkan untuk meresmikan pernikahan dengan Jin Hong, tetapi dengan kondisi Jin Hee, putri mereka akan ‘diatur’ sedemikian rupa oleh kakek nenek yang dulu juga berkon9ik besar dengan Jin Hong; Eun Mi menolak. Karena hal itu akan merebut kebahagiaan putrinya, dan hal itu tak akan dibiarkannya.
Akhir yang ditutup dengan perjalanan sendiri-sendiri Eun Mi dan Jin Hee pun cukup dikritik netizen secara umum, sebagai ending yang tidak memuaskan. Padahal dari sisi pendidikan gender, keberanian perempuan untuk memperoleh kegembiraan dengan todak bergantung kepada orang lain, sungguh merupakan contoh yang perlu diteladani.
Konflik Ibu dan Anak Perempuan
Dari series ini, saya menelusuri laman-laman pengasuhan tentang hubungan ibu dan anak perempuan. Ternyata, meski jatuh bangun Eun Mi membesarkan Jin Hee dibantu Mi Jeong dan
ibunya; teori tentang attaachment pada fase pertama kelahiran menjadi benar adanya.
Amelia Simpson, Psikolog Konsultan di Dubai-based Reverse Psychology, menjelaskan bagaimana attachments memegang peranan pada fase bayi baru lahir. “Melalui bulan-bulan pertama hidupnya, bayi menunjukkan kelekatan yang berbeda kepada siapa yang mengasuh dan tidak, termasuk kepada orang lain. Antara tiga sampai tujuh bulan, bayi akan memiliki kelekatan kepada pengasuh utama, siapapun itu. Kelekatan ini meningkat ketika pengasuh merespon kebutuhannya. Setelah itu, baru bayi membangun kelekatan kepada orang lain di sekitarnya.”
Beruntung Eun Mi dikelilingi Mi Jeong dan ibunya saat mengasuh Jin Hee ketika bayi. Ada adegan di mana gadis muda itu begitu kelelahan menggendong putrinya, tetapi segera di-takeover Mi Jeong. Demikian juga bayi itu sering diasuh ibu dari Mi Jeong, dinyanyikan lagu, ibarat cucunya sendiri.
Series ini menjadi bukti bahwa kelekatan bayi dengan siapapun yang bisa memberikan kasih sayang, tak melulu harus dalam keluarga normal, lengkap ayah ibu. Hal ini tak berarti saya mendukung pengasuhan tanpa kelengkapan orang tua juga, karena ayah dan ibu sama pentingnya dalam proses asuh didik anak.
“Not Others” juga menunjukkan kedekatan ibu dan anak perempuan tak melulu cerita bahagia. Konflik ketika Jin Hee tak habis pikir ibunya bisa menerima lelaki (ayah biologis) yang dulu meninggalkan mereka, bahkan memutuskan untuk menjalin hubungan kembali. Termasuk dirinya begitu sakit hati ketika pada sebuah insiden, Jin Hong yang telah diminta menjaga ibunya tak ada di posisi saat itu.
Dalam realita, tak terhitung saya berargumentasi dengan Ibu atas sikap keras kepala, lalu tak merasa bersalah atas apa yang telah dilakukan, padahal dalam beberapa kejadian, hal itu memiliki efek kurang baik.
Salah satu contoh ekstrem, ketika Ibu keras kepala menggunakan tetes mata alami dari batang bunga yang tumbuh di tepi sawah, demi untuk tidak dioperasi katarak. Tindakan itu malah mengakibatkan alergi berlebih dan pembengkakan pada wajah yang mau tak mau mengharuskannya opname
beberapa hari di RS.
Penjelasan Simpson mungkin bisa memberikan gambaran. Bahwa perdebatan ibu dan anak perempuannya tidak selalu fokus pada isu yang diperdebatkan. Justru kepada bagaimana kelekatan keduanya pada lingkungan terdekat dan budaya masyarakat di mana keduanya bertumbuh.
Langkah yang diambil Simon ketika bekerja dengan ibu dan anak perempuan, adalah dengan memetakan pertama kali sejarah hubungan mereka, untuk mendapat gambaran bagaimana posisi perempuan dalam keluarga menurut konteks budaya dan struktur masyarakat , dan yang terpenpenting mengidentifikasi hal-hal apa yang diwariskan turun temurun, yang bisa ‘membahayakan’ relasi mereka.
Hal ini menjadi pentng karena akan berpengaruh dalam hal perilaku apa yang diharapkan dari mereka sebagai perempuan, bagaimana mengekspresikan cinta, termasuk bagaimana membuat batasan diri. Belum lagi tentang generation gap dan perkembangan dunia yang mewarnai kehidupan.
Terkait dengan kelekatan saat bayi baru lahir tadi, bisa dibayangkan anak yang tak diharapkan, atau sebaliknya; anak yang diabaikan karena dia perempuan, maupun anak yang sering ditinggal dengan alasan pekerjaan dan lainnya.
Mengakhiri tulisan ini, perumpamaan tentang cinta tak bersyarat yang sering dilabelkan kepada cintaibu kepada anak (perempuan)nya, mungkin bisa diperbaharui dengan penerimaan yang tak bersyarat.
Bahwa biar bagaimanapun keduanya hidup pada era yang berbeda dengan tantangan yang makin beragam. Selama saluran komunikasi bisa dibuka dengan paham batasan, aturan, termasuk kesukaan dan ketidaksukaan masing-masing, hubungan yang baik bisa dibangun.
Mencontoh pada Eun Mi yang tidak mencitrakan ibu yang sempurna, tetapi dia menunjukkan bagaimana dia tetap adalah sosok terdepan yang ‘berjuang’ keras untuk Jin Hee, putrinya, kapan pun dia dibutuhkan.
Lisensi Miss Universe Indonesia 2023 Dicabut, Poppy Capella Lapor Polisi
Rahasia Sebuah Kertas yang Membuat Greysia Polli Memperoleh Medali Emas Olimpiade