Novel Musashi dan Cara Baca yang Tak Biasa

Saya sendiri pernah beberapa kali membaca tentang Musashi di koran. Tapi ada masalah, saya tidak bisa rutin membacanya karena saya hanya mampu membeli koran 2 atau 3 kali dalam sepekan. Sebaliknya, saya juga tidak mungkin membeli novel yang kemudian (tahun 1985) dibukukan dalam 7 jilid itu.

Kere dan kreatif
Lagi-lagi soal kreativitas. Manusia kere memang harus kreatif. Saya pun pergi ke toko buku Gramedia yang ada di Jl. Merdeka, Bandung dan masih ada hingga saat ini. Di situlah saya pelan-pelan membacanya novel karya Eiji Yoshikawa itu.

Tentu tidak gampang membaca novel di toko buku karena Gramedia bukan taman bacaan. Berkali-kali saya harus main kucing-kucingan dengan satpam toko. Kadang saya bisa menghabiskan waktu beberapa jam menikmati halaman demi halaman dengan aman. Adakalanya saya tertangkap basah oleh satpam. Kalau sudah begitu, saya diminta berdiri disertai sedikit omelan karena membuka plastik pembungkus buku.

Sebagai mahasiswa kere, tentu tidak ada kata mudah menyerah menghadapi berbagai kesulitan. Sehari atau beberapa hari kemudian saya pun kembali ke toko buku dengan mata lebih awas. Ibarat maling, saya harus lebih jeli ketimbang satpam. Tapi maling pun kadang bernasib sial dan saya kembali tertangkap tangan satpam sialan itu, hehe.

Gagal temukan bukti kejahatan
Meskipun demikian, tetap saja saya setia dengan Musashi dan kembali menemuinya di toko buku. Kadang saya membeli satu buku yang murah untuk saya baca di toko buku. Dengan cara itu, saya pun bisa membaca buku Musashi. Saat satpam menghampiri, saya tunjukkan bahwa saya sedang membaca yang saya beli, sambil saya umpetin buku Musashi. Satpam pun pergi dengan menyisakan sedikit kecurigaan tapi gagal menemukan bukti ‘kejahatan’ saya.

Mushahi versi Indonesia diterbitkan Gramedia dalam pecahan enam jilid. Kemudian diterbitkan ulang dan dijadikan satu buku tebal. Rilis awal 1985 sangat laris dan fenomenal

Lama kelamaan satpam pun sepertinya tidak tega dengan mahasiswa kere seperti saya. Empatinya pun perlahan muncul dan dia pura-pura tidak melihat aksi saya. Entah berapa lama hal itu saya lakukan. Yang jelas cukup lama karena saya membaca buku hingga khatam. Tentu saja cara membaca yang tidak biasa ini tidak nyaman karena saya membaca dengan posisi jongkok.

Tentu saja hanya Musashi yang saya baca dengan cara tidak biasa. Selebihnya, saya membaca buku di kampus saat istirahat atau di tempat kos. Walaupun uang saku pas-pasan, saat itu saya bertekad untuk membeli 1-2 buku tiap bulan. Kadang saya membelinya di Gramedia, kadang di toko buku Sumur Bandung yang lokasinya tak jauh dari alun-alun kota Bandung atau di salah satu buku yang menjual banyak buku impor di Jalan Braga.

Selanjutnya, Toko buku bekas


Avatar photo

About Syah Sabur

Penulis, Editor, Penulis Terbaik Halaman 1 Suara Pembaruan (1997), Penulis Terbaik Lomba Kritik Film Jakart media Syndication (1995), Penulis berbagai Buku dan Biografi