Nyoook! Bikin Perangkap Nyamuk (2)

Nyamuk betina perlu darah untuk mematangkan telur-telurnya . Jangan biarkan nyamuk betina mendekat – Foto Erry Amanda

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI.

BANYAK sohib saya berbahagia karena selalu dikerumuni para wanita. Tapi gimana bila yang berkerumun itu nyamuk betina? Pasti dia akan segera mempertunjukkan jurus-jurus silat andalannya, tepok sana tepok sini, hingga para wanita (nyamuk) itu berdarah-darah di telapak tangannya. Sadis? Nggak juga. Karena nyamuk memang hewan pengganggu. Bahkan ada jargon resmi dari negara. Nyoook basmi nyamuk!

Banyak kisah ‘perang dengan nyamuk’ yang bisa dengan mudah kita baca. Satu yang paling populer adalah wabah nyamuk Anopheles pembawa parasit penyakit malaria, yang hingga kini (walau sudah ditemukan obat/tablet antimalaria, dan banyak negeri sudak menyatakan bebas malaria) tetap saja masih menjadi ‘hantu’ penyakit yang siap mewabah di banyak lokasi

Berbagai upaya sudah diberlakukan banyak negara untuk mengatasi bahaya nyamuk bagi mayarakat. Mobil-mobil petugas Dinas Penerangan kita misalnya, sejak awal dekade 1960 sudah berkeliling ke kampung-kampung dan sekolah, memutar film bisu (dengan narasi langsung dari juru menerang) untuk menjelaskan kepada masyarakat akan bahaya nyamuk.

Di masyarakat kini juga beredar luas produk kimiawi antinyamuk yang populer sebagai ‘obat nyamuk’. Dari yang tradisional berbentuk spiral dan dibakar hingga cairan dalam tube yang bisa disemprotkan. Bahkan ada sistem fogging, membasmi sarang nyamuk dengan semprotan asap yang diberi campuran cairan insektisida. Namun kita juga sama tahu, nyamuk tetap merajalela di mana-mana.

Yang jadi masalah, nyamuk tak cuma hidup di hutan dan kebun, tapi juga di dalam rumah kita, bahkan mampu menyusup ke balik selimut saat kita tidur. Satu jenis yang hobi tinggal di dalam rumah (Common House Mosquito) adalah nyamuk Culex pipiens, yang mampu beradaptasi dengan lingkungan, kebal terhadap insektisida konvensional, dan menghasilkan varian jenis baru sumber penyakit.

Satu jenis nyamuk baru yang jadi sumber penyakit massal dalam beberapa dekade ini adalah jenis nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang betinanya jadi vector penular penyakit demam berdarah dengue (DBD). Para petugas di Puskesmas dan rumah sakit pasti bisa bercerita ihwal pasien-pasien yang harus berbaring di bangsal saat DBD menyerang sebuah wilayah.

Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari atau barang barang lain yang memungkinkan air tergenang dan tidak beralaskan tanah, misalnya: Bak mandi/WC, dispenser, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga, kaleng bekas, ban bekas, botol, tempurung kelapa, sampah plastik dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat.

Dalam tempo 2 hari, 100 – 300 butir telur yang sengaja setelah ditaruh induknya (untuk dierami alam lingkungan) itu akan menetas menjadi jentik, pupa dan nyamuk dewasa, yang betinanya siap menularkan virus penyakit DBD ke tubuh kita. Ada Tim Jumantik (Juru Pemantau Jentik) di tiap kelurahan yang (idealnya) rutin mendatangi masyarakat untuk membasmi jentik nyamuk di tempat-tempatnya bersarang.

Tapi tak bijak juga bila kita hanya mengandalkan Tim Jumantik, yang tak tentu kapan datangnya. Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan rumahnya masing-masing, untuk selalu (tiap 2 hari misalnya) memeriksa tempat-tempat yang biasa didatangi nyamuk buat bertelur, menangkap dan membunuh jentiknya sebelum bermetamorfosis jadi nyamuk dewasa.

“Kita juga bisa bikin sendiri perangkap nyamuk sederhana, Eyang…,” ucap seorang cucu keponakan yang ikut jadi Tim Jumantik di sekolahnya. Caranya? Siapkan wadah-wadah terbuka berbahan plastik, bekas wadah kue ataupun gelas akua. Isi dengan air jernih, dan letakkan di pojok-pojok ruang kamar atau dekat pot tanaman yang biasa jadi tempat nyamuk ngumpet.

Dua atau tiga hari sekali kita ambil wadah-wadar perangkap itu. Tuang airnya ke wadah kosong lainnya, dengan menggunakan kain penyaring atau saringan teh misalnya. Jentik nyamuk yang ada akan tampak di bentang saringan dan bisa langsung dimusnahkan, sedangkan air yang tertampung bisa kita tuang lagi ke wadah asal yang jadi perangkap nyamuk.

“Wadah perangkap tak perlu dicuci, dan airnya tak perlu diganti. Biar saja apa adanya, agar induk nyamuk terbiasa dengan wadah tersebut dan bertelur, dan jentiknya kita basmi. Putuslah matarantai siklus hidup nyamuk, dan Insyaallah tak ada lagi nyamuk tinggal di dalam rumah kita,” jelas si Cucu, laiknya petugas Jumantik Cilik yang dilepas Mas Jokowi, Presiden Kita. Saya mengangguk-angguk, ***

12/05/2022 PK 07:20 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.