Oleh RAHAYU SANTOSO
Batik Ecoprint,kini semakin mendunia. Banyak orang mancanegara mulai melirik batik ramah lingkungan dari bahan alami ini. Di Madiun produsennya adalah Jeng Rini, guru SDN Sendangrejo, Kabupaten Madiun. Tak hanya melayani lokalan saja. Ia sering menerima pesanan dari luar negeri. Jadi sudah bisa dibilang, batik ecoprint ini mulai bersaing dengan batik tulis tradisional.
‘’Orang mancanegara banyak yang menyukai. Karena batik ini menggunakan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan,’’ katanya.
Berjiwa seorang pendidik, Jeng Rini tak pelit menularkan ilmunya kepada masyarakat. Khususnya warga desanya. Apalagi saat Pademi seperti sekarang ini, di mana warga dianjurkan lebih banyak tinggal di rumah. Maka kegiatan membatik ecoprint ini bisa menjadi solusi ekonomi warga desa. ‘’Bahannya banyak didapat di sekitar rumah,’’ katanya.
Tak hanya warga desanya sendiri, tapi sudah merambah ke desa-desa lainnya.
Saat ini, Jeng Rini dipercaya untuk memberikan pelatihan kepada ibu-ibu PKK yang ada di desa-desa Kabupaten Madiun. Tujuannya untuk memberdayakan masyarakat. ‘’Terutama yang ada di lingkungan saya untuk dapat berkarya dan bisa mendapatkan income untuk kebutuhan sehari-hari, ujarnya. Dengan demikian paling tidak bisa membantu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Jeng Rini tak hanya mengajari mereka membatik saja, tapi juga memasarkannya, baik secara langsung lewat pameran maupun lewat sosial media. Tak mengherankan kalau baik yang diberi label Batik Purnomo ini bisa nganglang jagad.
Pemasaran memang jadi kendala bagi perajin kecil, khususnya yang perorangan. Apalagi masih banyak yang gagap teknologi, khususnya IT. Untuk pemasarannya memang harus dibantu. ‘’Jadi saya tidak hanya mengajari saja, namun juga membantu pemasasarannya juga,’’ kata bu guru SD ini.
Motif Daun dan Bunga
Sebenarnya cukup lama Jeng Rini menekuni Batik Tulis. Namun akhir-akhir ini ia mulai mengalihkan pandangan ke Ecoprint, batik yang ramah lingkungan. Apalagi sekarang, mulai banyak diminati.
Jeng Rini sendiri mulai belajar batik tulis sejak 2014. Sekarang dikembangkan ke EcoPrint, selain semakin banyak diminati, juga bahannya ada di sekitarnya.
Untuk membuat motif cukup menggunakan daun dan bunga yang banyak terdapat di desa. Contohnya seperti daun jati, daun lanang, daun jarak dan sebagainya.
Karena itulah EcoPrint sangat digemari lantaran terbuat dari bahan bahan yang ramah lingkungan. Semua diambil dari alam. ‘’Saya sendiri tertarik dengan Ecoprint karena keunikannya, dan melihat peluang bahwa Ecoprint sangat digemari utamanya dalam bidang fashion,’’ ceritanya.
Ide membuat ecoprint sendiri ia dapatkan di media sosial seperti Facebook dan Instagram dan penasaran untuk bisa mengeksplorasi bahan bahan yang sudah tersedia di alam bebas dan banyak tersedia di sekitarnya.
‘’Bagi warga belajar juga saya ajarkan untuk membuat sendiri dari bahan2 alam lainnya yg ada di sekitar misalnya rebusan daun mangga, kayu mahoni, daun jambu,’’ ungkapnya.
Untuk mendapatkan warna merah bisa didapat dari kayu secang, kuning dari kayu Tegeran, coklat tua dari kayu tingi, dan untuk warna hijau dari daun mangga dan lainnya.
Yang jelas dalam upayanya itu ia merasa terbantu oleh UMKM untuk bisa lebih mengembangkan. Karena banyak pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan usaha yang difasilitasi UMKM. Bahkan pelatihan untuk warga desa pun kadang juga dilakukan bersama UMKM. ‘’Terkadang bisa melalui UMKM, bisa pribadi,dinas terkait dan dari ibu ketua Tim penggerak PKK desa,’’ ujarnya.
Ecoprint Mudah Diterapkan di Pedesaan
Ecoprint memang cocok dikembangkan di pedesaan. Bahan-bahannya banyak tersedia di alam pedesaan tanpa harus membeli. Selain itu teknik pembuatanya tidak seribet batik tulis. Meski tetap memerlukan kreativitas, khususnya untuk motif gambarnya.
Teknik ini mudah diterapkan di rumah masing-masing. Demikian pula prealatanya pun sangat sederhana.
Alat yang yang diperlukan, botol kaca untuk mengetuk atau memukul. Alat ini bisa digantikan dengan palu dari kayu. Selain itu kertas koran untuk alas, ember atau alat lain untuk tempat air.Sedang bahan yang dibutuhkan adalah kain serat alami misalnya kain mori volisima. daun-daunan dan bunga aneka warna, dan tawas. Sebelumnya kain mori direndam dengan air tawas untuk memperkuat penyerapan warna kemudian dikeringkan.
Setelah itu baru dibatik Mula-mula, gunakan kertas koran sebagai alas agar lantai atau meja sebagai alas tidak kotor, kemudian kain digelar di atasnya. Daun yang disiapkan diletakkan dan disusun sesuai motif atau gambar yag dikehendaki.Tahap selanjutnya mengetuk daun dengan botol atau palu kayu. Ketukan dilakukan sampai air pada daun keluar dan membentuk pola serupa bentuk daun yang dibikin motif. 15 menit kemudian daun yang menempel di pola itu dikelupas pelahan-lahan
Supaya warna benar-benar terserap kain, diamkan selama satu jam dengan kondisi seluruh daun sudah dilepas. Hasil yang lebih baik dapat diperoleh apabila kain didiamkan 1-3 hari.Tahap terakhir adalah finalisasi dengan membilas kain dengan air yang dicampur tawas. Tidak perlu diperas, langsung dijemur. Sungguh sangat sederhana. *