A place that nobody dared to go/ The love that we came to know/ They call it Xanadu…(“Xanadu” – Olivia Newton )
Ada ungkapan bernada gurau (tapi benar juga, menurutku), bahwa Inggris adalah semacam “kantor pusat” musik (terutama rock dan pop) dunia. Nah jika demikian, lalu di mana posisi Australia? Australia bolehjadi ‘hanya’ cabang atau ranting, atau bahkan hanya sekadar dedaunan saja dari ‘pohon raksasa’ musik dunia itu.
Jika Australia dianalogikan hanya sekadar cabang, ranting bahkan sekadar dedaunan saja, maka Olivia Newton John adalah daun yang paling bersinar dari Australia. Daun yang menyinari musik pop dunia.
Pada tahun ’70an Olivia menjadi kesayangan media-media gosip Australia (anak milenial mengistilahkan: media darling-sebetulnya artinya sama saja, plek-ketiplek, yaitu kesayangan).
Cerita tentang Olivia menghiasi hampir setiap penerbitan. Wajahnya menghiasi bisa dibilang hampir setiap sampul media Australia pada era ’70-’80an. Pemberitaan dan penampakkan wajahnya di media-media Australia hanya bisa disaingi oleh…Lady Diana. Hebat bukan?
Di awal ’70an,…aku ikut berdesak-desakkan di Istora Senayan, ketika Olivia Newton John tampil di Istora Senayan berduet dengan Cliff Richard. Waktu itu, aku berharap (haha, cuciaaan deh aku), bisa menerobos masuk tanpa tiket. Karena penjagaan begitu ketat, akhirnya aku harus puas mendengarkan suaranya sayup-sayup dari luar gedung.
Ketika itu, dunia sedang dilanda apa yang disebut hippies. Itu adalah gaya pemberontakan kaum muda melalui penampilan dan gaya seenaknya, yang diejawantahkan dengan pakaian kasual dan malas-malasan untuk menentang peperangan (khususnya invasi negara adidaya seperti Amerika ke negara lain yang pasti lebih kecil dan lemah). Penampilan dengan baju katun tipis agak lusuh dan longgar, dipadu dgn celana seadanya, tapi tetap modis, yaitu: cut-bray. Sempit di bagian atas dan lebar di bagian bawah.
Penampilan Olivia yang kerap dilihat remaja dunia mengenakan blous katun longgar bermotif polkadot, pun kemudian melanda remaja di seluruh dunia. Karena longgar, katun tipis dan nampak lucu, maka remaja pada era itu menyebutnya ‘baju hamil’.
Kepopuleran Olivia yang mendunia, semakin tak terbendung ketika dia memerankan film musikal bersama John Travolta, yaitu Grease. Film dengan setting tahun 60am itu begitu populer.
Film musikal itu sesungguhnya cerita remaja sederhana saja. Tentang geng remaja yang bersaing dalam hal popularitas melalui musik dan tari. Tapi tentu saja ekspresi remaja seperti itu jauh lebih baik daripada mengekpresikan keberadaan lewat perkelahian keroyokan atau yang sekarang populer: tawuran.
Gaya pakaian, penampilan, potongan rambut, sampai ikat rambut Olivia pun ditiru oleh remaja dunia. John Travolta pun konon benar-benar menyanyi dalam film itu. Lagu-lagu dalam film itu menjadi hits dunia. Meski warna suara John Travolta dianggap ‘cempreng dan kurang macho’ dibanding sosoknya yang gagah dan cukup sangar.
Salah-satu hit itu berjudul: “You are the one that I want”. Lyric yg dieja…yur de wan det’ai won,…huu, huu, huuu,…itu, karena dinyanyikan secara cepat jadi terdengar (paling tidak di telingaku kala itu):
…wul-owol-owol-huu-huu-huuu…
Eh, betul. Kalok gak percaya, coba deh dunsanak iseng-iseng cari lagu “You are the one that I want” theme song film Grease itu di youtube.
Saking terkenal dan ‘meledaknya’, film musikal itu di dunia, maka kemudian dibuatlah film sekuelnya.
Pemerannya adalah Michele Pfiefer dan Maxwel Couldfield. Michele Pfiefer ygan cantik, segar dan masih kinyis-kinyis kala itu, banyak yang menduga, dia bakal menjadi bintang terkenal yang akan bertahan lama.
Dugaan itu sama sekali tak meleset. Berbeda dengan Maxwel Couldfield (entah pernah diduga akan jadi aktor yang terkenal dan lama atau tidak), pada kenyataannya, memang namanya tak lagi kita dengar. Mungkin Maxwel sudah jadi sales properti, buka warung mie ayam, politisi atau jadi penceramah agama.
Olivia dijuluki oleh media Australia dengan kesan sebagai sosok yang baik. Mulai dari Si manis yang ramah dan bersahaja, si cantik bersuara lembut, si mata bola (matanya memang tajam dan indah), dan julukan baik lain. Tak pelak, jejak popularitas itu kemudian seperti menginspirasi Cate Ceberano, Kylie Minogue, Jason Donovan, Nathalie Imbruglia, Mel Gibson, dan Russel Crowe. Eiiits,…Dua nama terakhir bukan ding. Mereka mah aktor film yak. Dan Russel Crowe malah orang New Zaeland.
Olivia Newton John memang tak ‘terdeteksi’ media dengan gosip-gosip murahan. Hidupnya seakan-akan jauh dari gosip-gosip yang tak ada hubungannya dengan aktifitas keseniannya itu.
Suami Olivia ke-dua yang bernama Mat Lattanzi adalah seorang lelaki muda nan tampan, yang usianya agak jauh lebih muda. Jika bahasa sekarang, diistilahkan dengan ‘berownies’. Brownies, diambil dari nama kue coklat dengan rasa manis dan lezat. Brownies diplesetkan jadi bronis, singkatan dari: bronding manis. Tapi lambat laun,…dugaan yang pekat dengan nada sinis dan nyinyir itu lenyap dengan sendirinya, seiring dengan prestasi, popularitas dan karya-karya Olivia.
Olivia hidup bahagia sampai tutup usia bersama suaminya Mat Lattanzi dan Chloe, anak tunggal mereka…
Olivia meninggal dalam usia 73.
Rest in peace, Olivia. Terimakasih telah menghias dunia dengan suara nan merdu, hampir sepanjang hidupmu…
Ilistrasi: Wajah karikatur Olivia, dari film Grease, aku gambar beberapa menit lalu dengan media akrilik di kertas bekas kalender, berukuran kira-kira: 45×30 cm
Aries Tanjung