Walaupun didominasi dialog, film ini tetap sangat menarik karena ucapan cerdas para aktornya. Dialog yang langsung direkam di tempat suting (bukan di studio), memang membuat sebagian ucapan aktor kurang jelas terdengar. Namun, justru cara itu seolah jadi visual yang menggambarkan kerumitan soal pembuatan bom atom.
Oleh SYAH SABUR
SOSOK Julius Robert Oppenheimer (diperankan aktor Cillian Murphy) layak disebut sebuah ironi. Di satu sisi bapak Bom Atom ini dipuja para ilmuwan, sebagian besar rakyat, prajurit, dan pemerintah Amerika. Namun, Presiden ke-33 AS, Harry S Truman sempat menyebutnya sebagai “manusia cengeng”.
Tak lama setelah bom atom meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki, Truman mengundangnya ke Gedung Putih. Truman pun memuji karya fisikawan murni itu yang mengakhiri Perang Dunia ke-II. Mendapat pujian itu, Oppenheimer yang akrab disapa Oppie malah berkata bahwa “ada darah di tangannya”. Itulah yang membuat sang Presiden menyebutnya cengeng.
Sebaliknya bagi rakyat Jepang, Oppenheimer adalah ilmuwan “pembunuh”. Tentu, seperti dikatakan Truman kepada sang ilmuwan, Jepang akan mengutuk presiden sebagai orang yang memerintahkan pembuatan bom.
Pihak lain yang akan dikutuk adalah pilot yang menjatuhkan bom. Meskipun demikian, dunia juga tidak akan lupa bahwa Oppenheimer adalah memimpin Proyek Mahattan (Manhattan Engineering District) yang menghasilkan bom pembunuh lebih dari 200 ribu warga Jepang.
Bapak Kematian
Istilah “bapak kematian” atau “penghancur dunia” muncul dalam dialog antara Oppie dengan kekasihnya, Jean Tatlock (Florence Pugh), psikiater yang juga anggota Partai Komunis AS. Di sela-sela percumbuannya, Jean menunjukkan kepada kekasihnya penggalan kitab cuci umat Hindu, Bhagwad Gita. Di situ terdapat dialog antara Sri Kresna dan Arjuna menjelang Perang Mahabharata, yang artinya kurang lebih “akulah waktu, penyebab kematian”.
Selain pujian, Amerika sempat menuduh sang pahlawan sebagai mata-mata Uni Soviet. Hal itu tak lepas karena hubungannya dengan aktivis komunis Jean Tatlock. Adiknya, Frank Friedman Oppenheimer dan istrinya, Katherine “Kitty” Puening (Emily Blunt) juga aktivis komunis. Karena itulah, Oppie pun disidang dalam pengadilan tertutup FBI.
Tuduhan itu belakangan tidak terbukti. Apalagi fisikawan keturunan Yahudi Jerman ini sejak awal justru mengingatkan Presiden bahwa Uni Soviet memiliki semua kemampuan untuk menciptakan bom atom karena memiliki banyak fisikawan ternama dan sumber daya uranium yang sangat banyak.
Namun sidang memutuskan untuk mencabut akses Oppenmheimer kepada proyek lanjutan pengembangan tenaga nuklir. Meskipun demikian, Presiden AS, Lyndon B. Johnson pada 1963 memberi penghargaan Enrico Fermi Award untuk Oppenheimer sebagai isyarat rehabilitasi politik.
Ironi lain dari Oppenheimer adalah kenyataan bahwa dia tahu bom atom akan menimbulkan malapetaka besar. Namun dia sangat “mencintai Amerika” dan cintanya “sedalam kecintaannya pada sains”.
Percobaan ledakan bom atom di San Alamo, New Mexico
Karier Cemerlang
Selain itu, berbeda dengan kariernya yang cemerlang di bidang sains, kehidupannya jauh dari anggapan bahagia. Dia terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan cinta pertamanya dengan Jean yang dikhawatirkan akan merusak kariernya sebagai pemimpin proyek bom atom. Pernikahannya dengan Kitty pun kandas setelah menikah selama 27 tahun. Padahal dia merebut Kitty dari suami sebelumnya.
Film sepanjang tiga jam ini didominasi banyak dialog, baik di kampus, dalam sidang FBI, laboratorium maupun di Gedung Putih. Karena itulah, sutradara Christopher Nolan juga menampilkan adegan bercumbu antara Oppie dan Jean. Adegan ini menjadi penting sehingga film tidak terlalu kering. Adegan bercumbu juga merupakan cara Nolan untuk memasukkan dari mana asal pikiran Oppie tentang bom atom dan kematian.
Walaupun didominasi dialog, film ini tetap sangat menarik karena ucapan cerdas para aktornya. Dialog yang langsung direkam di tempat suting (bukan di studio), memang membuat sebagian ucapan aktor kurang jelas terdengar. Namun, justru cara itu seolah jadi visual yang menggambarkan kerumitan soal pembuatan bom atom.
Nolan juga berhasil membuat visualisasi mencekam saat uji coba bom atom. Keberhasilan serupa muncul saat bom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Bagian ini yang tidak disertai visualisasi (kecuali suara radio yang menyatakan bahwa bom sudah dijatuhkan) tetap mampu menghasilkan suasana mencekam.
Melalui berbagai adegan, sutradara Christopher Nolan seolah ingin menunjuķkan bahwa sukses di bidang karier tak jarang harus dibayar dengan harga yang amat mahal, yang merenggut kebahagaiaan seorang manusia. Selain soal ironi, Nolan juga menggambarkan penyesalan Oppenheimer setelah bomnya merenggut begitu banyak nyawa manusia. Penyesalannya semakin dalam karena dia sadar bahwa bom atom ciptaanya kelak melahirkan bom lain yang jauh lebih dahsyat.
Hal itu terlihat dalam adegan akhir film lewat dialog imajiner Oppie dengan Einstein. Einstein berkata kepada temannya bahwa “sebenarnya sejak awal kita tahu akan jadi ilmuwan yang menghancurkan peradaban”. Tragis memang, sepanjang hidupnya salah satu ilmuwan besar dunia itu harus menyandang berbagai ironi dan tragedi.***