Belajar dipaksa, membaut anak stress dan melakukan segala hal dengan keterpaksan serta menderita
Zaman dulu, ada gerakan budaya memintarkan anak-anak oleh orangtua yang tak pernah sekolah. Orangtua memang tidak pintar, tapi bukan orang bodoh. Mereka tahu tak memiliki kepandaian baca tulis sampai hutungan 1,000,000 dan tak bisa menulis cerpen, karena faktor sejarah kelam.
Agar anak-anaknya pintar, mereka memacu anak-anaknya agar sekolah dan jadi pintar. Orangtua model begini, tak ingin nasib anaknya seperti dirinya karena nasib sejarah masa lalu; penjajahan dan kemiskinan. Mereka ingin anak-anak mereka mengejar kepandaian dan bisa menularkan kepada yang lain.
Menjadi Terhormat
Tak heran jika ada petani mau bersusah payah, membanting tulang agar anaknya bisa sekolah sampai menjadi insinyur maupun menjadi dokter. Dengan mengejar menjadi tujuan hidup itu, si anak bisa menjadi orang terhormat dan mengangkat orangtua mereka yang sudah terlanjut tidak pintar tapi bukan cerdik.
Sekarang ada seorang gubernur Nusa Tenggara Timur ( NTT), Viktor Bungtilu Laiskadar membuat aturan yang mengharuskan anak-anak sekolah mulai jam 5 ante merediam ( pagi !). Pak Gubernur ini orang pintar, sebab kika bodoh, tak mungkin jadi gubernur, namun pemikirannya bodoh. Peraturannya diskriminatif dan menyengsarakan orangtua dan membahayakan keselamatan anak-anak.
Mengapa pak Gubernur Viktor ini tidak pintar dan kurang pergaulan. Viktor tidak tahu bahwa banyak anak-anak tidak hidup seperti anak pak Viktor yang kemana-mana memakai kendaraan dan memiliki pengawal serta pembantu rumahtangga yang mempersiapkan segalanya.
Banyak anak sekolah di NTT yang terkenal tidak kaya itu, harus jalan kaki menuju sekolah, melewati hutan bahkan sungai. Apa Viktor tahu ? Kalau tahu, dia tidak membuat peraturan yang bisa menyengsarakan warganya serta mengamcam keselamatan anak-anak yang ke sekolah sendirian, tanpa mobil, tanpa pengawal dan dengan perasaan was-was dan ketakutan. Bagaimana mendidik anak pintar dalam ketakutan ? Sayangnya tidak ada kamus begituan.
Bukan The Flash
Gubernur Viktor juga harus tahu bahwa untuk masuk sekolah jam 5 pagi, orangtua harus bangun jam 3 pagi untuk memprsiapkan pakaian, dan bekal si anak. Orangtua harus mempersiapkan masak buat bekal anak di pagi hari, lalu jam 3.30 harus membangunkan si anak dan anak berangkat jam 4 pagi dari rumah, sebab sekolah tidak sedekat rumah Gubernur dengan sekolahan. .
Anak-anak di NTT juga tidak diajari bisa lari cepat seperti the Flash agar cepat tiba di rumah dan tidak dicegat rampok. Si anak juga harus menjaga matanya agar tidak mengantuk, sebab semalam, ia harus belajar hingga jam 10 malam. Sekarang, ia harus berjuang sekuat kaki melangkah, mata waspada, untuk jalan kaki menuju sekolah.
Di sekolah, anak-anak yang sudah datang, pasti akan duduk di bangku sekolah dengan wajah dibenamkan di meja sebab tak mampu menahan kantuk. Yang belum sampai sekolah, mungkin memilih tidak sekolah daripada keselamatan terancam, karena dalam aturan gubernur Viktor itu, tidak ada peraturan bahwa jika terjadi apapun kepada si anak, gubernur akan memberi garansi atau ganti harta dan nyawa.
Tujuan Gubernur Viktor memaksa anak-anak sekolah jam 5 pagi juga tidak masuk akal. Dia hanya berharap anak-anak sekolah yang masuk jam 5 pagi nantinya bisa masuk dalam jajaran 200 SMA Terbaik di Indonesia. Memaksa orang menderita untuk keuntungan dan nama baik Gubernur sungguh sangat tidak masuk akal dan bodoh ! Menjadi pintar buklan kuantitas jam belajar, melainkan kualitas belajar dan kondisi si anak.
Belajar Dengan Riang Gembira
Untuk menjadi pintar, anak tidak harus diberi pelajaran berlebihan atau tambahan. Anak menjadi pintar karena ia senang belajar. Kualitas belajar. Di Jepang, anak-anak sekolah cukup membawa 2-3 buku dan diajari guru bagaimana belajar berhitung dan sejarah dan bahasa dengan bermain riang gembira.
Tidak ada sejarah orang pintar ya g stress dipaksa melakukan apa yng tidak mereka sukai. Andaipun mereka pintar, kelak mereka akan memilih dunia lain yang tidak menyiksanya. Dunia santai yang membuat ia bahagia seperti melukis, bermusik atau menjadi budayawan, sebab angka-angka seperti kuntilakan yang menakutkan, Berhitung atau menghafalkan yang dipaksa sangat menyiksa, dan tidak dipakai saat mereka terjun di masyarakat.
Orang-orang yang tidak dalam pelajaran sekolah, namun menguasai pengalaman hidup, merekalah yang akan berhasil dalam kehidupan. Bukan masuk 200 Skolah SMA Trebaik lalu dilupakan. Keberhasilan mereka adalah di bidang penguasaan ekonomi dan inovasi sereta bermanfaat bagi masyarakat. Dari merekalah kita bisa mengharapkan menjadi nomor 1 atau 2 di masyarakat.
Kebijakan Aneh Gubernur NTT, Masuk Sekolah Jam 05.00