Oriana Fallaci

“Selalu ada 3 hal dalam setiap peristiwa. Pendapatku, pendapatmu dan kebenaran”

Oriana Fallaci

Seide.id -Suatu ketika, pemimpin redaksiku bercerita. Bos-nya pemredku, bos semua pemred, berkunjung ke-kota dunia, kota megapolitan New York untuk suatu urusan. Di New York, sang bos menyempatkan diri untuk menyambangi salah-satu jurnalis andalannya. Jurnalis wanita ini (aku tak suka menggunakan istilah yang menurutku lucu: wartawati) ditempatkan di kota dunia itu sebagai kontributor untuk beberapa waktu. Jurnalis senior ini: cerdas, sensitif, kritis, tajam, cepat dan tepat dalam mengambil kesimpulan dan tentu cepat juga ketika menulis.

Sesampai di wilayah tempat di mana sang jurnalis menyewa tempat tinggal, alangkah terkejutnya sang bos. Jurnalis wanita andalanya itu, tinggal di wilayah agak pinggir kota yang sederhana, padat dan mungkin rawan (paling tidak menurut perkiraan sang bos). Di apartemen sederhana itu, sang jurnalis wanita yang pemberani dan mandiri itu bertetangga dengan warga kulit hitam, imigran hispanik dan orang-orang Asia.
“Aah,…berani betul kamu tinggal di sini? Ee,… di sini… kamu aman-aman saja ‘kan?!”
“Hehe,…bukan cuma aman, pak. Tapi saya merasa aman dan nyaman. Justru karena kita terbiasa tinggal di tempat yang padat ‘bukan? Apalagi tetangga saya banyak orang-orang Asia, ..jadi saya serasa di Jakarta, hahaha”. l

“Aah,…dia sih suka menyerempet-nyerempet bahaya. Bergaya-gaya kayak…Oriana Fallaci”, potong seorang wartawan yg juga teman akrabnya. Hehehe, ..semua orang yang merubung sang bos yang sedang mendengarkan cerita pertemuan itu, spontan terkekeh bersama.

Oriana Fallaci? Siapa dia?

Jika dunsanak wartawan atau bekerja di media, apalagi sudah senior, tapi tak mengetahui sosok Oriana yang legendaris itu ,…sungguh kelinci, ..eh ter-we-luuu. Tapi bagi orang awam, jika belum tahu tentang sang Oriana, monggo ikuti blanyonganku.

Oriana Fallaci, bolehlah kita sebut wartawan tiga zaman. Jurnalis Itali ini cerdas, berani, pemberontak, tajam dan kritis. Dia mulai terjun ke-‘pekerjaan penuh risiko’ itu dari usia sangat muda,… 17 tahun! Ayahnya, seorang aktifis anti fasis terkenal yang selalu menentang Musolini. Mungkin dari ayahnya itulah, jiwa pemberontak mengalir deras dalam darahnya.

Di usia ketika teman-temannya mungkin sedang asyik melirik cowok-cowok idaman, Oriana sudah mulai menulis kritis tentang perang. Dia menjadi kontributor media di Florence tempat dia di lahirkan pada tahun 1926.

Karena kecerdasannya itulah selepas (mungkin jika di sini setara dengan SMA), dia dengan mudah diterima di perguruan tinggi. Jurusan kuliah yang diambilnya pun tak main-main, …ilmu kimia. Tapi dunia jurnalistik ternyata terus menggelitik, menarik dan seperti tak henti ‘memanggil-manggil’.

Walhasil,… kuliahnya terbengkalai.

Pada usia 20an dia sudah menjadi kontributor dari Vietnam untuk koran Itali. Oriana semakin cerdas, tajam, kritis dan sensitif. Dunia, mulai mengakui ‘kehadirannya’. Dunia mulai mengakui Oriana sang jurnalis yang sangat anti perang dan sangat menjunjung dan selalu memperjuangkan kesetaraan antara wanita dan laki-laki. Para pemimpin dunia mulai ‘mau’ diwawancarainya.

Para pemimpin dunia yang diwawancarainya, mulai dari: Dalai Lama, Shah Iran, Ayatollah Khomeini, Willy Brandt, Zulfikar Ali Buto, Walter Croncite, Khadafi, Federico Fellini, Nguyen Cao Ky, Yasser Arafat, Indira Gandhi, Alexandros Panagoulis (pemimpin di salah-satu negara Amerika Latin?) yang sempat dekat dengan Oriana. Deng Xioa Ping, Makarios III, Golda Meir, Ngeyen Van Thieu, Haile Selasi dan -tentu saja- Henry Kissinger. Juga selebriti, sang James Bond Sean Conerry.

Ilustrasi: Karikatur Oriana Fallaci aku buat beberapa menit lalu. Dengan media pensil di kertas bekas kalender, berukuran sekitar 40×30 cm…

Pertanyaan-pertanyaan Oriana sangat tajam, kritis, hebat, tak biasa. Pertanyaan dan kerap diselingi opini, seakan-akan sudah ‘putus urat takutnya‘ Itu yang membuat banyak pemimpin dunia kerap gelagapan, ketika ‘ditodong’ pertanyaan-pertanyaan yang kerap memojokkan.

Henry Kissinger yang mendapat banyak julukan. Mulai dari menlu cerdas, flamboyan, playboy (mungkin karena di nama belakangnya ada kata Kiss itu, haha), dan menlu yang terkenal pintar bersilat lidah itu pun seperti mendadak kelu lidahnya, tergagap-gagap ditodong pertanyaan-pertanyaan menohok Oriana.

Yang paling terkenal adalah wawancara Henry Kissinger di seputar invasi Amerika di Vietnam. Kebetulan, kami, aku dan keluarga pernah mengunjungi museum perang (invasi tepatnya) di Ho Chi Min city, Vietnam. Istri dan 2 anak gadisku, mengaku mual, tak selesai menyaksikan dan keluar dari salah-satu ruangan yg memajang foto-foto kesengsaraan akibat perang itu. Beberapa turis berkulit putih, seperti termangu-mangu. Turis kulit putih manula, mungkin ayahnya atau bahkan dia sendiri mengalami, nampak memerah matanya, atau meneteskan air mata. Foto-foto yang dipajang di museum itu adalah foto-foto terkenal di dunia. Antara lain foto anak perempuan kecil, telanjang, sedang berlari ketakutan. Di belakangnya, di kejauhan,..rumah-rumah hampir habis dilalap api (bom napalm?). Foto kamera seorang wartawan yang bolong tertembus peluru yang juga terkenal. Dan beberapa foto lain yang membuat ngilu. Bahkan mual.

Henry Kissinger, tergeragap ‘ditodong’ pertanyaan ini. Oriana: “Sebelum bertanya, izinkan saya beropini dulu. Menurut saya, invasi Amerika ini, tak ada gunanya, selain berlagak jagoan dan kekanak-kanakan. Bagaimana menurut anda?”
Henry Kissinger: “Ee,…hehe,…sesungguhnya yang anda ajukan ini bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Tapi, jika ingin dikatakan pertanyaan pun, ini seperti ‘multiple choice’ di pelajaran sekolah. Terus terang, ..saya pun tak tahu. Apa yang diinginkan Amerika (bahkan warga Amerika pun tak setuju ketika Amerika menginvasi Vietnam). Saya seperti sedang memimpin serombongan koboi yang tak tahu sedang pergi ke-mana”

Sebagai catatan. Aku pernah menonton tayangan “One planet”. Tony, sang pembawa acara sekaligus pendiri tayangan itu diludahi oleh seorang tentara Laos dari sebuah pos (tapi tak kena, karena cukup jauh). Sang pembawa acara, cengar-cengir saja. Berkata kepada pemandunya: “Masih untung cuma diludahi. Kalau dulu (ketika Amerika masih menginvasi), saya mungkin ditembak. Yak,… Laos, yang tak punya urusan apa-apa dengan perang itu, salah-satu wilayahnya yang berbatasan dengan Vietnam, sempat dibombardir oleh tentara Amerika. Cuma untuk mencegah supaya logistik (yang melewati Laos) tak sampai di Vietnam!

Di antara nama-nama pemimpin dunia, terselip nama Sean Conerry itu, mengundang pertanyaan yang menggelitikku. Dugaanku, Oriana mewawancarai Sean, karena bintang yang waktu itu sedang ngetop- getopnya memerankan beberapa sekuel James Bond. Dalam film itu, sangat terlihat bahwa perempuan hanya dijadikan pelengkap kesenangan saja. Oriana (dan tentu saja banyak perempuan) pasti mempertanyakan itu. Balakangan, setelah beberapa kali berganti pemeran utama, James Bond tak lagi memperlakukan perempuan hanya sebagai pelengkap kesenangan.

Wawancara dengan Ayatollah Khomeini pun terkenal dan agak mengguncangkan dunia, paling tidak media. Khomeini nampak gusar ketika Oriana bertanya tentang kesetaraan antara pria dan wanita yang tak ada di Iran.

Oriana, seperti tak memiliki rasa takut. Kata anak Betawi: “urat takutnye udah putus”. Paling sedikit 3x Oriana hampir ‘tewas dalam tugas’. Di Vietnam, ketika terkena peluru nyasar, tapi hanya menyerempet rambutnya. Ketika secara reflex menghindar, dia lalu terjatuh di tangga sebuah bangunan. Di Mexico, di tengah-tengah demonstran dia seperti ditinggalkan, seperti dibiarkan tewas setelah tertembak. Penduduk terdekat menolongnya. Di suatu negara Amerika latin, lagi-lagi dia nyaris tewas di tengah-tengah demonstran.

Wartawan 3 zaman (tahun ’60an, 70an, dan ’80an) ini, setelah malang-melintang dan nyaris tewas karena keberaniannya, akhirnya secara alamiah, harus ‘menyerah’ terhadap fisiknya yang tentu tak segagah ketika muda. Setelah lebih dari 30 tahun, menjadi wartawan, lalu dia mengumpulkan wawancaranya dengan para pemimpin dunia. Catatan-catatannya, dia terbitkan dalam banyak buku. Bukunya tentu dengan segera menjadi best seller dunia. Diterjamahkan ke-dalam 21 bahasa.

Oriana, wartawan hebat dan perokok berat itu meninggal dunia pada usia 77 tahun karena kanker paru-paru. Karena rokok? Ah, entahlah. Karena rokok atau bukan, sehat atau sakit.. 77 tahun, bukankanlah usia yang singkat.

Jika masih hidup, usianya 97 tahun sekarang.

Oriana. Tetaplah kritis dan bertanya-tanya, meski kau sudah di ‘sana’ besamaNYA.

(Aries Tanjung)

Suzanna, Sang Magma