Oleh MAS SOEGENG
Out of Afghanistan ( keluar dari Afghanistan) sedang berlangsung. Masuknya tentara Taliban menguasai ibukota Afghanistan, Kabul, seperti sebuah skenario buruk yang mudah terlihat dramatiknya sejak awal. Ketika pasukan Amerika keluar dari Kabul, saat itulah Taliban masuk menguasai ibukota. Pemerintah Afghanistan tak mengira bisa secepat ini.
Taliban mulai menguasai jalanan, istana, kantor pemerintahan, fasilitas strategis dan berbicara dengan orang-orang Afghanistan yang bisa diajak bersama.
Mereka, penguasa baru Afghanistan ini, sepertinya belum tertarik mengurus warga Afghanistan, sehingga mereka membiarkan warga lari berhamburan ke luar negeri, berjalan menjauhi atau kebingunangan, apakah mereka akan tetap tinggal di negeri ini atau tidak. Taliban sedang fokus menguasai kantor-kantor pemerintahan penting termasuk istana. Sebagian tentara menikmati peninggalan pemerintah Afgha, termasuk tempat hiburan.
Selain mendatangkan kembali para pemimpin Taliban ke Afghanista, mereka juga mempersiapkan orang-orang yang dianggap berjasa dan mampu mengelola negeri ini. Selama 20 tahun sejak mereka meninggalkan Afghanistan, mereka seakan kagum dengan kemajuan negeri ini dan perlu merangkul beberapa orang Afghanistan untuk ikut membangun negeri para siswa madrasah ini.
Mereka juga mempersiapkan diri, seperti apa bentuk pemerintahan nanti, meski semua sudah tahu bahwa landasan mereka adalah Islam dan negeri ini akan dikelola secara hukum Islam, namun dengan sedikit keterbukaan.
Apakah tidak adanya kekerasan dari pasukan Taliban dari jalanan ( setidaknya di depan televisi dan koran) menunjukkan Taliban sudah berubah ?
Hamid Awaludin, mantan Menhumkam dan Wakil negosiator untuk Taliban mengatakan bahwa ada harapan Taliban merubah. Taliban telah belajar puluhan tahun bagaimana mereka dikucilkan dunia. Hanya Indonesia yang memihak agar mereka tidak dikucilkan. Kabarnya, saat Taliban dilepaskan dari pengucilan PBB, negara pertama yang dikunjungi adalah Indonesia. “ Taliban itu hutang budi dengan Indonesia. Mereka berjanji akan berubah,” ujar Hamid stel yakin.
Namun bagi perempuan Afghanistan, harapan saja tidak menjamin mereka akan disiksa, diperkosa dan diberangus semua hak-hak mereka sebagai perempuan sekaligus manusia. Hamid dan pengamat Timur Tengah juga tidak bisa menjamin janji yang dikemukakan Taliban.
Politik memang sulit diduga. Tapi harapan selalu ada. BERSAMBUNG