Seide.id – Picasso, boleh jadi adalah salah-satu dari sedikit pelukis modern Eropa yang berhasil meraih kesejahteraan secara materi. Dibandingkan dengan Van Gogh, misalnya. Keduanya secara karya, adalah maestro. Tapi, secara materi, Van Gogh, sangat tragis.
Seperti diketahui, kehidupan pelukis asal Belanda ini, jauh dari sejahtera secara materi. Karya-karya Van Gogh waktu itu tak ada yang mengoleksi.
Sepanjang kariernya sebagai pelukis, dia hanya ‘berhasil’ menjual 2 buah lukisan. Itu pun dengan harga sangat murah, sekadar untuk membeli roti pengganjal perut keroncongan. Tapi mungkin saja kesejahteraan dan kemakmuran materi memang bukan tujuan Van Gogh ketika jadi pelukis.
Picasso, sebaliknya. Meski semua kemakmuran diperolehnya, ketika usianya tak lagi muda.
Ketika belia, merintis karier, hidupnya pun jatuh bangun dari satu rumah, tepatnya kamar, yak kamar kecil untuk sekadar meluruskan badan. Dari kamar satu, ke kamar sewa lain.
Hampir semua pelukis muda Eropa modern, menempatkan Negara Prancis atau kota Paris sebagai tolok-ukur kesuksesan dan tujuan mencari kehidupan lebih baik bagi seniman. Seniman apa pun. Sampai hari ini.
Usia Van Gogh dan Picasso, terpaut sekitar 28 tahun. Mereka tak pernah secara kebetulan sengaja bertemu.
Ketika Van Gogh meninggal pada usia 37 tahun, Picasso baru berusia 9 tahun. Boleh jadi bakat melukis Picasso sudah sangat kuat dan jelas terlihat pada usia itu.
Membuat kritikus tercengang
Pada usia 15 tahun, Picasso sudah membuat para kritikus seni lukis Spanyol tercengang. Karena Picasso sudah melukis ibunya secara realis dengan presisi, karakter dan komposisi warna yang sudah sangat matang, jauh melampaui usianya.
Lalu, Picasso berkelana ke Paris. Dalam film serial Picasso yang diperankan oleh si ganteng Antonio Banderas (yang agak misscasting sepertinya), Picasso dalam salah-satu pameran lukisan, diejek oleh kritikus sen irupa Prancis:
“Picasso itu sebetulnya ingin ‘menjadi’ (Claude) Monnet atau (Henry) Matisse?”
Keduanya adalah pelukis Prancis.
Di usia matang sebagai perupa (Picasso juga handal dalam seni grafis, patung instalsi dan tata panggung) dia ditantang membuat lukisan yang bersemangat propaganda untuk meredakan atau paling tidak mendinginkan peperangan. Ketika itu, Jerman di bawah pimpinan Hitler ingin menguasai Eropa. Spanyol pun tengah dilanda suatu bencana yang mengerikan, yaitu diambang perang saudara.
Lahirnya salah satu maha karya
Awalnya, Picasso -yang sudah agak sejahtera- menolak melukis sesuatu berbau propaganda. Tapi, salah seorang wanita yang disukainya (lumayan banyak..) berkata:
“Oh, jadi kau hanya memikirkan kesuksesan dan kesejahteraanmu sendiri. Ketika bangsamu memanggilmu karena membutuhkan sesuatu kau menolak? Seniman macam apa kau ini?!.”
Boleh jadi karena malu, setelah beberapa hari merenung, Picasso berkata,
“Aku memerlukan kanvas yang sangat besar”. Maka lahirlah maha karya berjudul “Guernica”.
Jerman semakin menggila. Negara-negara Eropa ketar-ketir. Spanyol dilanda perang saudara. Lukisan Guernica diperebutkan. Lalu, entah bagaimana ceritanya, lukisan itu berada di museum Prancis terkenal: Louvre.
Konon ketika lukisan itu berhasil kembali ke haribaan Spanyol, seluruh warga negara matador itu menyambut dengan gegap gempita. Selayak menyambut kembalinya si anak hilang.
Si cantik Palona Picasso
Paloma, adalah salah-satu anaknya dari wanita Prancis yang juga pelukis. Paloma terkenal di Prancis sebagai disainer cantik yang karya-karyanya unik. Paloma hidup makmur.
Beredar di kalangan jetset Prancis.
Nama seniman terkenal, sepertinya menjadi trend yang menarik untuk dijadikan merk dagang. Apalagi nama yang indah seperti: Paloma Picasso.
Paloma pun diajak bekerja sama oleh perusahaan parfum terkenal untuk menerbitkan parfum dengan varian seperti namanya: Paloma Picasso.
Anekdot
Ada anekdot tentang Picasso yang terkenal. Suatu sore, Picasso sedang santai sambil bincang dan ngopi dengan beberapa temannya di sebuah cafe pinggir jalan.
Tiba-tiba datanglah seorang pemuda. Pemuda itu membawa sebuah lukisan potret separuh badan (dari pinggang ke atas) berukuran standar, 80x60cm.
Lukisan realis fotografis itu memang bagus, nyaris sempurna. Dia bilang, beginilah seharusnya lukisan realis.
“Ini siapa?” tanya Picasso.
“Istriku!” kata sang pemuda.
“Seperti ini? kejar Picasso.
“Persis, plek-ketiplek, tak kurang, tak lebih!”.
“Waah,…kasihan kamu!”.
Ekspresi wajah sang pemuda yang berharap mendapat pujian, terheran-heran. Teman-teman Picasso menahan senyum sambil berharap-harap cemas, apa yang akan dikatakan sang maestro.
Picasso berkata: “Yaa,…kasihan sekali. Kamu pemuda tampan, normal dan sangat berbakat,…punya istri kecil dan tipis begini”
(Aries Tanjung)