Pameran Keris Sebagai Mahakarya Kamoragan Nusantara

Pameran Keris-2023-01

Keris mempunyai makna filosofi yang tidak hanya dalam tetapi juga menjadi bagian atribut kebudayaan. Bentuk Keris yang berkelok-kelok, dalam salah satu tafsirnya merupakan tamsil untuk kehidupan yang tidak pernah datar dan lurus.

Oleh YUDAH PRAKOSO R

SEBAGAI sebuah maha karya, keris telah mendapat Masterpiece of Oral and Intangible heritage of humanity dari UNESCO, lembaga PBB yang menaungi masalah pendidikan dan kebudayaan di Paris, 25 November 2016 dan menjadi warta sukacita bagi komunitas kebudayaan bangsa Indonesia.

Masterpiece of Oral and Intangible heritage of humanity yang dapat diterjemah menjadi “Mahakarya tutur dan non-bendawi untuk warisan kemanusiaan. Artinya, Keris sebagai produk kreatif kebudayaan Indonesia meninggi derajatnya menjadi milik dunia.

UNESCO mengesahkan bahwa kanKeris adalah warisan kemanusiaan yang perlu dirawat dan dirahayukan, tidak saja oleh warga bangsa Indonesia tetapi juga warga bangsa-bangsa seluruh dunia.

Dalam acara Pagelaran Mahakarya Keris Kamoragan Nusantara di Ndalem Poenakawan, Yogyakarta, Sabtu 27
Mei 2023 di Ndalem Poenakawan. Pengamat, pecinta, kolektor sekaligus konsultan soal keris KRMT Projo Kusumo membandingkan Keris dengan Samurai.

Dalam konstruksi kebudayaan, Samurai telah mati. Aura Samurai sebagai produk budaya tutur dan non-bendawi sudah luruh, kehilangan maknawi kebudayaan. Samurai tinggal berupa Katana, pedang khas Jepang, tetapi tidak mempunyai nilai kebudayaan apapun, tidak dihayati dan tidak menjadi panduan hidup. Katana menjadi tidak beda dengan pedang-pedang lain, tidak utuh sebagai bagian dari budaya Samurai.

“Hal itu berbeda dengan posisi Keris, ” kata KRMT Projo Kusumo yang trah Pakualam V dan Pakualam I ini. “Keris tidak melulu tentang senjata, yang bahkan meskipun berbentuk senjata, Keris dibuat pada dasarnya bukan untuk membunuh. Kalaupun itu untuk membunuh, keris adalah senjata jarak dekat ” ungkapnya.

Kehadiran Keris justru untuk menghidupi dan menyembuhkan kehidupan. Keris mempunyai makna filosofi yang tidak hanya dalam tetapi juga menjadi bagian atribut kebudayaan.

Hal menarik yang disampaikannya, dan cukup signifkan, keris merupakan produk teknologi metalurgi Indonesia yang sudah ada pada abad ke-lima. Menunjukkan teknologi metalurgi kita lebih maju enam abad dibanding Eropa yang baru muncul pada abad 11, saat bangsa Viking Berjaya.

Di luar itu, Keris juga mempunyai nilai estetika sebagai pelengkap kostum, adat, budaya, dan seni. Keris juga kerap menjadi alat peneguh persahabatan sebagai cindera mata. Lebih jauh, Keris, meminjam istilah dari Bourdieu, adalah artefak kebudayaan yang mempunyai nilai pedagogik, nilai pengajaran tentang hidup yang adi-luhung dan berbudi-pekerti luhur.

Bentuk Keris yang berkelok-kelok, misalnya, dalam salah satu tafsirnya merupakan tamsil untuk kehidupan yang tidak pernah datar dan lurus. Adakalanya hidup harus di atas, adakalanya hidup harus di bawah. Naik dan turun, berkelok-lekuk seperti Keris. Manusia menjadi mulia ketika saat di atas dia rendah hati dan saat di bawah dia tidak putus asa.

Pada akhirnya, Keris adalah senjata untuk menapaki jalan hidup yang tidak pernah datar. Mencintai Keris berarti mencintai kehidupan.

Mahakarya Nusantara

Kini, sebanyak 41 keris jenis kamoragan, keris yang ditatah menggunakan emas, dipamerkan dalam Pagelaran Mahakarya Keris Kamoragan Nusantara di Ndalem Poenakawan, Yogyakarta. Pameran tersebut resmi dibuka pada Sabtu, 27 Mei dan berlangsung hingga 29 Mei 2023.

Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Sri Margana, M Phil, yang hadir dalam pembukaan pameran tersebut mengatakan bahwa pameran keris di Yogyakarta kali ini menarik karena koleksi-koleksi yang dipamerkan merupakan keris yang sangat langka dan usianya sudah sangat tua.

“Karena koleksinya adalah koleksi-koleksi yang sangat langka, yang jarang bisa dilihat di banyak pameran, karena usia kerisnya yang sangat tua-tua, karena sepertinya yang paling muda saja keris era HB VII,” kata Sri Margana.

Bagi seorang sejarawan seperti Margana, pameran tersebut menurutnya menjadi ruang yang tepat untuk mempelajari sejarah keris. Sebab, di sana seseorang bisa langsung melihat artefak-artefak asli dari keris dalam periode tersebut. “Yang di museum pun susah sekali didapatkan,” kata dia.

Sanggar Keris Mataram (SKM), komunitas yang menyelenggarakan pameran tersebut menurut Margana juga merupakan komunitas yang terpercaya. Mereka adalah komunitas yang sudah diakui kredibilitasnya oleh pecinta keris di Indonesia, bahkan dunia.

“Mereka memang orang-orang yang kompeten, ahli betul. Dan di sini juga dihadirkan mpu-mpu keris yang memang ahli keris, jadi klaim itu saya pikir bisa dipertanggung jawabkan,” ujarnya.

Dari puluhan keris yang ditampilkan, menurut dia yang paling menarik adalah keris-keris dari era Majapahit karena sangat langka dan sulit sekali ditemukan. Keris-keris tersebut juga menunjukkan bagaimana tingginya keahlian para Mpu zaman dulu dalam membuat keris. Meski ukiran-ukiran bertatah emas yang ada pada keris-keris tersebut sangat rumit, namun mpu-mpu zaman dulu bisa membuatnya tanpa bantuan mesin.

“Kemampuan dalam ilmu mengolah logam itu sangat luar biasa,” lanjut Sri Margana

Pada era Majapahit, dia mengatakan bahwa di dunia hanya kebudayaan Dongson di Vietnam yang dianggap paling unggul keterampilan pengolahan logamnya. Saat itu, Majapahit menurutnya banyak mendatangkan ahli-ahli logam dari Vietnam untuk menjadi ahli-ahli logam dalam pembuatan senjata, gamelan, pantek-pantek kapal, dan berbagai barang dari logam.

“Hingga pada level tertentu kita bahkan bisa lebih baik dibandingkan dengan Dongson,” kata Sri Margana.

Ketua Sanggar Keris Mataram (SKM), Nurjianto, mengatakan bahwa koleksi keris lain yang menarik adalah Sang Hyang Antaboga, keris kamarogan yang disebut-sebut sebagai keris pertama Kerajaan Majapahit.

“Ini adalah keris yang pertama tertua ditemukan, jenis keris naga era Majapahit,” kata Gus Poleng, sapaan akrab Nurjianto.

Keris tersebut selama ini menurut dia diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan Majapahit. Namun saat ini, keris tersebut menjadi koleksi Sanggar Keris Mataram.

“Pastinya pemilik keris ini adalah raja, minimal raja. Maksimalnya adalah pusaka kerajaan yang diperuntukkan untuk lambang kerajaan itu sendiri,” ujarnya. */dms

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.