Bukankah orang yang mau memuji lawan menunjukkan bahwa dia punya rasa percaya diri yang tinggi dan itu justru menunjukkan kualitas seseorang?*
Oleh SYAH SABUR
APAKAH satu pujian dari seorang bakal calon presiden (bacapres) terhadap lawannya bisa mengalihkan dukungan sekaligus meningkatkan elektabilitas sang pesaing? Sepertinya begitu. Sepertinya itulah anggapan para bacapres yang terlihat saat mereka tampil di acara yang digelar digelar Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) hari Kamis (13/07/2023).
Dalam acara tersebut ketiga bacapres diminta menyebut satu nama untuk menggambarkan sosok lainnya. Anies Baswedan diminta menyebut satu kata tentang Prabowo Subianto. Anies pun spontan menyebut kata “patriot”. Lalu Ganjar Pranowo disebutnya sebagai “sahabat lama”.
Lalu apa penilaian Ganjar tentang Prabowo? “Senior” jawabnya singkat. Sedangkan Anies disebutnya “teman”.
Bagaimana pula pendapat Prabowo tentang Ganjar? “Gubernur”, katanya. Adapun Anies disebutnya “profesor.
Sebutan ‘patriot’ dari Anies untuk Prabowo bisa dianggap sebagai pujian. Mungkin sebutan itu muncul karena Anies masih memiliki rasa hormat karena Prabowo pernah mendukungnya saat dia maju di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Walaupun Prabowo akan jadi pesaingnya di Pilpres 2024, mungkin Anies tak enak hati jika hanya menyebut Prabowo dengan kata “Menhan” atau “Ketua Umum Gerindra” misalnya.
Sedangkan kata sahabat lama dipilih karena bisa jadi Anies tidak sudi memberikan pujian kepada orang yang juga akan menjadi saingannya di pilpres. Karena itu, dia memilih kata sahabat lama yang terkesan netral. Kata sahabat lama tidak menunjukkan kualitas dan kapasitas seseorang karena orang biasa pun bisa jadi sahabat. Kata “sahabat lama” pun bisa diartikan bahwa mereka “dulu” pernah bersahabat. Apakah sekarang mereka masih bersahabat? Bisa iya dan bisa tidak.
Memberi pujian
Beda dengan Anies yang sempat memberi pujian kepada calon lawan politiknya (Prabowo), Ganiar hanya memberi predikat “teman” untuk Anies. Sepertinya Ganjar ogah memberi predikat yang bisa dianggap memuji Anies. Mungkin dia khawatir, pujian untuk pesaingnya bisa meningkatkan elektabilitas Anies. Dari segi makna, kata teman kualitasnya berada di bawah kata sahabat. Seseorang biasanya memiliki banyak teman tapi hanya sedikit yang bisa jadi sahabat.
Pernyataan Prabowo untuk Anies dan Ganjar juga sedikit pun tidak menunjukkan bahwa dia memberi pujian untuk keduanya. Ganjar disebutnya “gubernur” dan Anies disebutnya “professor”. Dua kata tersebut memang menunjukkan status keduanya tapi tidak menunjukkan kualitas atau kapasitas mereka.
Mirip dengan sikap Ganjar, Prabowo tidak ingin mengakui bahwa kedua pesaingnya memiliki kelebihan. Bagaimanapun tidak mungkin seseorang bisa jadi bacapres jika tidak punya kualitas atau kapasitas sebagai pemimpin. Kan bisa saja mereka memakai kata yang bernada pujian, seperti “nasionalis”, “jujur”, “tulus” atau “pemberani”.
Pertanyaannya, apakah pujian bagi lawan bisa menunjukkan karakter sekaligus meningkatkan elektabilitas mereka? Saya yakin tidak seperti itu. Ketika Anies menyebut Ganjar orang yang jujur misalnya, masyarajat tidak akan otomatis memilih Ganjar di Pilpres. Begitu pula jika Ganjar menyebut Anies nasionalis tidak serta merta semua pendukungnya akan mengalihkan dukungan. Pun demikian jika Prabowo memakai kata yang berarti memuji, percayalah, dia tidak akan otomatis ditinggalkan para pengikutnya.
Mbok ya memuji lawan pelit amat sih. Bukankah orang yang mau memuji lawan menunjukkan bahwa dia punya rasa percaya diri yang tinggi dan itu justru menunjukkan kualitas seseorang?*