Seorang pengkhotbah dielu-elukan, disambut dengan meriah, bahkan tangannya diciumi kiri kanan. Semakin lama, semakin banyak orang datang mengikuti jejaknya. Menyambut dengan menciumi tangannya. Tak peduli sekarang sedang musim Omicron dan Delta.
Seseorang yang melihat dari jauh, yang tadinya mau maju mengikuti umat yang lain untuk mencium tangannya, mengurungkan niatnya. Gara-gara ia tahu betul, orang yang sedang dielu-elukan itu. “ Bukankah orang itu adalah yang baru keluar dari penjara karena terbukti melakukan ujaran kebencian dan mengadu domba warga ? Bukankah orang itu, yang mengaku warga NU tapi justru PB NU sendiri juga tak mengakui karena memang bukan pengkhotbah ? Mengapa orang-orang pada buta matanya ? Tidakkan mereka membaca kabar berita?, “ celutuk orang itu yang batal mendatangi sang tamu.
Tampaknya, mereka yang menyambut dengan gegap gempira itu disuruh panitia yang menyambutnya. Terlebih, di spanduknya diberi tulisan: KHGK alias Kiai Haji Gusti Kanjeng Bla Bla Bla.
Para Pengagum Buta
Mereka yang mencium tangan seoerang residivis yang gemar mencaci pemerintah, adalah para pengagum buta yang tak peduli latar belakang dan tujuan seseorang. Mereka yang memuji sang pemimpin setinggi langit, sementara kerjanya yang tak pernah beres dan merugikan masyarakat, juga pengagum buta. Mereka yang tak menimbang baik dan buruk seseorang namun menjadikan seseorang sebagai sosok luar biasa bak seorang pahlawan, adalah juga pengagum buta.
Bagaimana sebuah negara jika dipimpin seseorang yang dikagumi orang-orang yang buta kebenaran, buta kebaikan dan buta segalanya. Ini semacam kumpulan orang-orang buta yang dipimpin seorang buta.
Menjadi seorang pengagum orang lain boleh, asal ia masih memiliki nalar, perasaan dan pengetahuan. Mengagumi seseorang tanpa logika, tanpa perasaan dana tanpa pengetahuan, akan membawa celaka orang itu dan orang-orang sekelilingnya.
Orang boleh mengagumi seseorang, tapi tidak menjadi fanatik. Fanatik menyebabkan buta hati dan pengetahuan. Akibatnya mudah ditarik dan didorong ke sana kemari. Mereka bukan secret admirer, melainkan blind admirer. Tak ada kompas dan peta dunia yang bisa menuntun mereka ke arah kebenaran.
Peka Kritik
Banyak yang tahu saya pengagum Pak Jokowi, lalu dimasukkan dalam group khusus Pendukung Jokowi yang jumlahnya luar biasa. Tapi belum ada seminggu diremove, gara-gara saya mengkritik Presiden Jokowi soal lambannya menangani orang-orang radikal yang tiap hai bersuara nyinyir dan nyaring. Apakah mengagumi tak boleh mengkritik ?
Ketika dulu masa penjemputan RZ di Bandara Internasional Soekarto Hatta banyak merugikan masyarakat pengguna bandara, saya mengkritik dengan keras tidakan seseorang yang disebut habib dan para pengikutnya. Saya juga mempertanyakan keseriusan aparat pemerintah yang terkesan membiarkan semua ini terjadi.
Akibatnya saya dikeroyok ramai-ramai. Baik oleh pengikut habib itu dan juga pengikut Presiden Joko Widodo. Ketika orang-orang menjadi pengagum fanatik, dan emosional, mereka bia bersatu atas nama ketidaktahuan.
Ini mudah dipahami, bahwa orang yang menjadi pengikut seseorang, biasanya royal dan fanatik. Disenggol sedikit saya marahnya bukan kepalang. Mereka sebenarnya tidak tahu mengapa mereka memuja, kecuali kesenangan, kesukaan dan kebanggaan. Mereka memuja karena memiliki satu kesamaan dengan orang yang dikagumi; satu agama, satu suku, maupun satu hubungan yang sangat emosional, bahkan satu musuh yang sama.
Yang menyedihkan, saya membayangkan bagaimana para pengagum buta itu dibawa berjalan ke sebuah jurang yang sama-sama tak terlihat oleh mereka yang buta itu, dan mereka terus saja berjalan……
BACA JUGA
Rahasia Sebuah Kertas yang Membuat Greysia Polli Memperoleh Medali Emas Olimpiade