ABCnews telah menghubungi Administrasi Promosi Kesehatan Taiwan di Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan untuk memberikan komentar tetapi tidak menerima tanggapan.
Pada Agustus tahun lalu, kementerian tersebut mengatakan pihaknya terus berkonsultasi dengan para ahli tentang rancangan undang-undang untuk mengubah Undang-Undang Reproduksi Berbantuan.
“Semua lapisan masyarakat memiliki pendapat positif dan negatif tentang reproduksi buatan dan masalah sewa rahim, sehingga sulit untuk mencapai konsensus,” katanya.
Li dari Advokasi Hak Keluarga LGBT Taiwan mengatakan bahwa LSM tersebut telah bekerja sama dengan pemerintah menyusun proposal penelitian untuk amandemen Undang-Undang Reproduksi Berbantuan.
Amandemen RUU adopsi non-biologis yang diusulkan dalam Legislatif Yuan oleh LSM bekerja sama dengan legislator telah melalui tahap pembacaan pertama pada Desember 2020.
Tzung-Han mengatakan penambahan pasangan sesama jenis dalam Undang-Undang Reproduksi Berbantuan akan menguntungkan orang-orang seperti dia karena berarti bisa memiliki anak dari negaranya sendiri.
“Keluarga LGBT secara inheren berbeda dengan keluarga lain, tapi inti ingin punya anak dan bisa mencintai anak itu sama,” katanya.
Tzung-Han masih tidak percaya sebentar lagi dirinya akan menjadi ayah.
“Ketika anak itu lahir, kami akan terbang ke AS untuk menjemput anak itu. Saya berencana untuk membawa ibu saya dan menjalani proses ini bersama-sama,” katanya.
“Harapan ke depan adalah saya berharap anak saya dapat tumbuh dalam cinta dan kemudian tumbuh seperti dirinya.
“Saya berjanji tidak akan menjadi ayah yang sangat mengontrol.” – ABCNews/dms.