“Kami harus menerima fakta yang memalukan,” kata Mark Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan. “Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda.”
Hasil kajian yang didanai oleh pemerintah Belanda dan dimulai sejak tahun 2017 itu melibatkan puluhan akademisi dan pakar dari kedua negara.
Penelitian itu menyimpulkan bahwa militer Belanda selama 1945-1950 telah melakukan “kekerasan ekstrem” di Indonesia “secara rutin dan struktural”, antara lain eksekusi ilegal, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan penangkapan massal secara acak.
Kekerasan oleh militer Belanda yang disebutkan itu, pada masa sekarang akan dianggap sebagai “kejahatan perang”, kata sejarawan Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda, salah satu anggota tim peneliti.
“Politisi yang bertanggung jawab (saat itu) menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantu kejahatan itu, mereka menyembunyikan itu, dan mereka hampir atau tidak sama sekali menghukum pelakunya,” katanya.
Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggung jawabnya. (DW/dms)