Memimpin upacara pemakaman mantan Paus Benediktus hari Kamis (5/1), Paus Fransiskus menyampaikan homili yang membandingkan pendahulunya itu dengan Yesus di hadapan puluhan ribu pelayat di Lapangan Santo Petrus.
VATIKAN — Lonceng berdentang dan kerumunan umat bertepuk tangan hari Kamis (5/1) ketika para pengusung jenazah keluar dari Basilika Santo Petrus yang diselimuti kabut dan menempatkan peti mati Paus Emeritus Benediktus XVI yang sederhana di depan altar di lapangan depan gereja itu.
Mengenakan jubah merah khas untuk pemakaman kepausan, Fransiskus membuka misa dengan doa dan menutupnya dengan memberkati peti mati dan menundukkan kepalanya.
Paus Fransiskus bergabung dengan puluhan ribu umat Katolik untuk menghantarkan mendiang mantan Paus Benediktus XVI pada misa requiem yang jarang terjadi untuk seorang paus yang meninggal yang dipimpin oleh Paus yang masih hidup. Peristiwa itu mengakhiri dekade yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Gereja Katolik yang dipicu oleh keputusan teolog Jerman itu untuk pensiun.
Di sela-sela itu, Paus Fransiskus hanya menyampaikan sekilas tentang Benediktus dalam khotbahnya. Sri Paus menyampaikan meditasi tentang Kristus, ketimbang pidato mengenai warisan pendahulunya itu, sebelum peti mati disegel.
Setelah itu peti mati dibawa ke gua Basilika, pertama-tama dimasukkan ke dalam peti mati terbuat dari seng, disegel, dan kemudian ditempatkan di peti kayu ek.
Seiring suara dentangan lonceng, 12 orang mengusung peti kayu berisi jenazah Benediktus keluar Basilika Santo Petrus dan menempatkannya di lapangan di hadapan gereja terbesar bagi umat Kristen itu.
Tepuk tangan terdengar sebagai tanda penghormatan bagi Benediktus di lapangan terbuka berbatu yang luas dan diselimuti kabut itu. Benediktus, pahlawan bagi penganut Katolik konservatif, mengguncang dunia dengan mengundurkan diri hampir satu dekade silam.
Paus Fransiskus tiba di lapangan itu dengan kursi roda. Karena gangguan lutut yang parah, ia duduk di kursi sambil memandangi peti mati dengan sedikit membungkuk dan berwajah muram sementara paduan suara menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Latin.
Dalam homilinya yang dibacakan di tempat tersebut, Fransiskus menggunakan lebih dari selusin rujukan dari Alkitab dan tulisan-tulisan gereja di mana ia tampak membandingkan Benediktus dengan Yesus, termasuk kata-kata terakhirnya sebelum meninggal di salib, “Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku.”
Fransiskus juga mengacu pada Benediktus secara tidak langsung dalam kutipan lain dalam Alkitab terkait Yesus, termasuk “kasih berarti siap menderita” dan bahwa jemaat “menyerahkan saudara kami ke tangan Bapa.”
Juga seraya merujuk ke Benediktus selama misa yang juga diikuti oleh 125 kardinal, 200 uskup dan sekitar 3.700 imam, Fransiskus berbicara mengenai “kebijakan, kelembutan dan pengabdian yang ia berikan kepada kami selama bertahun-tahun.”
Ia menyebut nama Benediktus sekali saja, pada kalimat terakhirnya, dengan mengatakan, “Benediktus, sahabat setia Yesus, semoga suka scitamu menjadi lengkap swaktu kamu mendengar suaranya, sekarang dan selamanya!”
Lebih dari 1.000 personel keamanan dikerahkan untuk membantu mengamankan acara tersebut. Wilayah angkasa di sekitar Takhta Suci ditutup hari ini. Italia memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di berbagai penjuru negara itu.
Orang-orang dari seluruh dunia, banyak di antaranya dari negara asal Benediktus, Jerman, mulai tiba pada malam sebelumnya untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal kepada Benediktus.
“Meskipun kami masih anak-anak sewaktu ia menjadi Paus, ia telah meninggalkan jejaknya,” kata Xavier Mora, 24, orang Spanyol yang belajar imamat di Roma, kepada Reuters sewaktu ia mendekati lapangan itu bersama dengan dua mahasiswa seminari lainnya.
“Kami sedang mempelajari teologinya selama tiga tahun dan meskipun kami tidak mengenalnya secara pribadi, kami sangat menyayangi dan menghargainya,” katanya.
Sekitar 200 ribu orang antre untuk melewati jenazah Benediktus sewaktu disemayamkan hingga Rabu malam.
Catatan mengenai kepausan Benediktus, bersama dengan barang-barang lain, termasuk koin Vatikan yang dicetak semasa ia menjabat, juga diselipkan di peti jenazahnya.
Catatan mengenai hidup dan kepausannya, yang tertulis dalam bahasa Latin, menyebutkan bahwa ia “berjuang dengan tegas” melawan pelecehan seksual yang dilakukan pastor dan rohaniwan di Gereja.
Setelah upacara pemakaman, peti jenazahnya akan dibawa kembali ke dalam basilika, melapisinya dengan seng sebelum disegel di dalam peti kayu lainnya.
Karena Benediktus bukan lagi kepala negara sewaktu ia meninggal dunia, hanya dua negara, Italia dan Jerman, yang mengirim delegasi resmi pada hari Kamis. – Voa/dms