Oleh MAS SOEGENG
Pada sebuah status facebook, seorang pengamat ekonomi menulis bahwa penyebaran kasus positif covid di Indonesia telah mencapai tiga juta orang. “ Ini sudah kelewatan. Pemerintah payah,” tulisnya. Saya memberi komentar. “ Akh, itu belum seberapa. Kan masih banyak yang belum percaya corona ada.” Dia tampak marah dan mengejak debat. Saya memilih meninggalkan statusnya.
Banyak orang pintar di Indonesia, ketika berbicara banyak persoalan yang menyangkut manusia, selalu dengan angka-angka. Hari ini yang terpapar sekian puluh ribu orang. Pasien nomor 602 ternyata suspect viruscorona dari Depok yang ditengerai sebagai suspect 0. Banyak pasien di Kamar 103 kekurangan oksiegen. Semua tentang angka.
Kalau sudah bicara soal angka, harusnya tidak perlu kaget, kalau melihat kenyataan jumlah positif covid. Jumlah terpapar covid di Indonesia 3,000,000, sementara yang tidak percaya adanya covid sebesar 45,000,000 orang atau 17% dari julah penduduk Indodnesia. Ini bukan karangan saya. Ini hasil survei Badan Ousat Statistik ( BPS).
Salah satu melonjaknya kasus positif viruscorona, bukan hanya keteledoran orang, kerumunan manusia Indonesia, abai terahdap protokol kesehatan, tapi juga berasal dari 45,000,000 orang dari jumlah orang Indonesia yang tak percaya virus ini.
Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja. Tapi mereka semua sedang bekerja. Saat ini banyak pihak membuka relawan untuk vaksinasi, pengiriman bantuan, akses kebutuhan obat dan makanan. Saya mengusulkan pada pemerintah, untuk membuka Relawan Khusus Rumah Sakit dan Pasien Covid-19. Syarat Relawan Khusus ini adalah mereka yang tak percaya adanya covid dan menolak divaksin.
Tugas Khusus Relawan ini mudah. Mereka bertugas menyambut setiap pasien yang masuk kamar RS, memberikan makanan, obat buat pasien, dan mengangkat mayat ke dalam kuburan. Semuanya dilakukan tanpa masker !
Seandainya perlu, semua relawan khusus ini dipantau dengan hidden camera, ditayangkan di tvonline setiap saat. Dari sini barangkali kita semua akan menemukan kembali nilai-nilai kejujuran sebuah tragedi bernama pandemi.
Kita lihat, sejauh mana keberanian mereka. Kalau selama pendaftaran, ternyata tak ada yang berani mendaftar, tahulah kita, seperti apa nyali mereka. Keberanian hanya pada berbicara, mengkritik atau menyebarkan hoax ketidakperacayaan, tak jauh beda dengan anjing tetangga saya. Selalu menonggong meski ada orang jalan kaki atau ojol mengirim paket ke rumah …………