Pelangi, Oh, Pelangi Kau Ternyata…

Foto : Albrecht Fietz/Pixabay

Oleh: Fr. M. Christoforus BHK

“Pelangi-pelangi alangkah indahmu, merah, kuning, hijau, . . . .  pelukismu agung, siapa gerangan, pelangi- pelangi ciptaan Tuhan”

Saudaraku, ternyata, tidak sedikit mulut sang manusia di bumi, melantunkan lagu “pelangi”, sang manusia telah memuji indahnya sang Pencipta, justru karena terpukau pada keindahan tata warna sang pelangi.

Namun, di balik itu, ternyata, kehadiran si sang mahamemukau itu, terselip juga sepenggal aspek historisnya.

Dahulu kala, konon, tata warna di bumi maya ini pernah bertengkar. Mereka ternyata asyik mempertontonkan keadidayaannya masing-masing.

Namun, kala dihardik gelegar dasyat sang petir, ternyata, mereka toh, hanya bermental krupuk.

Sang “hijau” mengklaim, dirikulah yang paling utama, karena akulah sang hidup. “Tanpa aku, tidak ada kehidupan.”

Sang “biru” tak kalah pongah mengklaim, heee,  tanpa langit serta laut nan membiru, tak akan ada kehidupan. “Kamilah peneduh kehidupan ini.”

Sang “kuning” tak kalah gertak, mengklaim, bukankah sang mentari pun sang rembulan telah menyimbolkan betapa digdayanya kami? “Kamilah, penerang siang pun malam,” betapa kami telah membawa suasana damai serta romantika hidup ke atas bumi ini.

Sang “merah” bernyala keangkuhannya. Tanpa aku, tak ada kehidupan. “Aku, yang mengalirkan darah kehidupan, simbol keberanian serta cinta.”

Dan, sang “ungu” pun tak mau tertinggal pamer diri. “Aku ini adalah sang aristokrat serta kokoh.” Bukankah sang raja, sang ratu di bumi juga telah meminjam pakaian keagunganku demi menyelimuti keagungan mereka.

Pertengkaran melombakan “kehebatan personal” itu, rupanya sulit diredakan.

Alam semesta ini memang sungguh dasyat. Sang alamlah yang sanggup mengakhiri kepongahan karakter para warna itu.

Kala sang petir dasyat menggemuruh, maka berhamburan serta saling mendekatlah mereka.

Akhirnya, terbentulak sang pelangi!

Saudara, ternyata, mereka toh, hanya bermental “krupuk” kentang yang gampang remuk berantakan.

“Manusia, oh… manusia, ternyata, betapa remuk engkau!”

Malang, 10 September 2022

DI SUDUT LAMPU MERAH

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.