Rumini memilih memeluk neneknya yang tak sanggup jalan daripada melarikan diri dari amukan awan panas gunung Semeru.
Seide.id. – Rumini tidak lari dari amukan awan panas gunung Semeru demi cintanya pada neneknya. Keduanya meninggal berpelukan. Tragedi itu, yang menjadi berita viral, menggugah pelukis Hardi di Jakarta dan mengabadikannya ke kanvas sebagai karya senirupa.
“Ini murni karya kemanusiaan..ini ungkapan cinta, ” kata KP Hardi Danuwijoyo dalam obrolan via WA dengan seide.id, tadi pagi.
Hardi, 70, bukan hanya dikenal sebagai senirupawan. Budayawan, penulis dan pelukis yang pernah dibui karena lukisannya ini terus lantang dan kritis pada isu isu seputar seni, sosial dan politik. KP Hardi juga kerap turun ke jalan dan protes bersama karya lukisannya.
Tahun 2011 lalu bersama sejumlah pelukis lainya mengudang perhatian media ketika menghadirkan lukisan gedung mori RI sbagai WC umum, sebagai tangapan dan protes atas permintaan Wakil Rankat di Senayan yang ingin membangun gedung baru.
“Pak SBY kan suka melukis semoga bisa melihat ini. Ini bisa menjadi catatan sejarah DPR RI yang telah menzalimi rakyat pada tahun 2011,” tegas Hardi saat itu.
Pelukis asal Blitar ini mengaku saat itu telah membuat 2 lukisan bertajuk WC Umum untuk DPR RI.
Rumini, 28 dan Salamah,70, neneknya, warga Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang. Ketika erupsi datang, Rumini digambarkan dilanda dilema antara menyelamatkan diri atau meninggalkan nenek yang semula perempuan itu disangka ibunda Rumini. Sang nenek sudah tidak sanggup berjalan. Rumini tampaknya memilih memeluk neneknya, menghadapi terjangan erupsi Semeru. – Dms.