Oleh MAS SOEGENG
Inti program PPKM ( Pemberlakuan Pembatasan Keegiatan Masyarakat) Darurat, adalah membatasi masyarakat bergerak. Sehingga dapat mencegah perluasan penyebaran viruscorona. Yang terjadu justru kerumunan.
Sejak diberlakukan PPKM Darurat, Petugas sibuk memeriksa, mengawasi, dan mencegah orang masuk keluar suatu wilayah. Berkerumun seperti itu, telah menyebabkan kerumunan. Pejabat membuka sebuah rumah sakit, gedung atau hotel untuk Tempat Isolasi Mandiri, yang terjadi juga kerumunan para pejabat, keluarga dan masyarakat. Acara apapun selalu mengundang kerumunan. Masa PPKM pun masih banyak orang bikin pesta dan kumpul-kumpul.
Aksi vaksinasi di mall maupun di lapangan terbuka, berakibat berkerumunnya masyarakat untuk saling mendahului divaksin. Dimana-mana seperti itu. Kegiatan apapun seperti itu. Padahal semua kerumunan itu adalah saat PPKM Darurat. Kalau hasilnya sama, harusnya dicari sistem yang berbeda agar hasilnya juga beda.
Sejak PPKM Darurat pada 3 Juli 2021, sekarang berusia 11 hari dan kasus positif covid terus melonjal dari hari ke hari. Indonesia mencatat kenaikan positif covid sebanyak 47.889 per hari ! Nomor satu di dunia. Indonesia sudah tidak dalam keadaan baik-baik saja. Beberapa pemerintah negara merencanakan meminta warganya lebih berhati-hati. Ini tak bisa dibiarkan terus.
Harus ada sebuah strategi baru bagaimana PPKM Darurat berjalan dengan baik. Apalagi ada rencana perpanjangan PPKM Darurat hingga 15 atau 30 hari lagi. Jika ini dilakukan, niscaya akan banyak yang kolaps ekonominya. Bukan hanya orang kecil, tapi juga kelompok pengusaha.
Pemeriksaan PPKM di pintu masuk kota, selain menimbulkan penumpukan mobilitas warga, juga tidak efektif. Masyarakat Indonesia itu terkenal bandel, ndableg, acuh, dan pintar acari jalan tikus. Apalagi pak ogah siap memfasilitasi orang-orang tak acuh ini dengan bantuan sekedar Rp 2 ribu. Negara harus berani keras dengan menerapkan denda berat yang bikin mereka kapok. Meterai atau maaf tidak cukup.
Ada beberapa gagasan yang dapat membantu pemerintah, jika mau.
Pemeriksaan mobilitas warga sebaiknya dari pintu lingkungan warga. Bisa bekerjasama dengan RT RW dan petugas keamanan lingkungan setempat atau polisi. Vaksinasi tak perlu dipusatkan di mall atau tempat lain. Bisa dilakukan melalui Puskesmas dan nakes yang tersebar di seluruh Indonesia. Vaksinasi dengan sistim jemput bola dari rumah ke rumah dan temapt ke tempat. Lupakan soal vaksinasi Gotong royong Mandiri. Kimia Farma atas nama pemerintah bisa ikut berperan dalam penyebaran dan perlusan vaksinasi. Anggap ini sebagai program CSR atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Datangkan vaksin, vitamin D dan masker sebanyak mungkin, secepat mungkin tak perlu berpikir soal bisnis. Ajak pengusaha ikut berperan. Buka semua relawan untuk menyebarluaskan vaksin. obat, vitamin, masker, plasma konvalen dan pembimbing yang diperlukan untuk penanganan viruscorona. semua digerakkana, semua dikomunikasikan.
Semua bisa dilakukan melalui pintu ke pintu. Rumah ke rumah. Lingkungan demi lingkungan. Lingkungan yang sudah divaksin, akan membentuk herd immunity. Dari kelompok ke kelompok. Begitu juga pemberian obat gratis, bisa dikirim melalui RT dan RW. Begitu seterusnya, dan ini yang belum dimanfaatkan. Dan ini yang saya kira akan lebih berhasil.
Memikirkan seefesien mungkin vaksinasi dan pembatasan bergerak, akan melahirkan pembatasan warga yang sehat dan teratur. Memikirkan perluasan tempat tidur untuk pasien covid, hanya akan menambah tempat tidur dan jumlah pasien covid yang semakin melonjak. Memikirkan sehat, semua sehat. Memikirkan sakit, semua bisa sakit. Pilihan ada pada kita semua, pada pemerintah…..